NovelToon NovelToon
WIDARPA

WIDARPA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Anak Yatim Piatu / Pengasuh
Popularitas:705
Nilai: 5
Nama Author: Karangkuna

Renjana, seorang gadis muda yang baru saja pindah ke kota kecil Manarang, mulai bekerja di panti asuhan Widarpa, sebuah tempat yang tampaknya penuh dengan kebaikan dan harapan. Namun, tak lama setelah kedatangannya, ia merasakan ada yang tidak beres di tempat tersebut. Panti asuhan itu, meski terlihat tenang, menyimpan rahasia gelap yang tak terungkap. Dari mulai bungkusan biru tua yang mencurigakan hingga ruangan misterius dengan pintu hitam sebagai penghalangnya.

Keberanian Renjana akan diuji, dan ia harus memilih antara melarikan diri atau bertahan untuk menyelamatkan anak-anak yang masih terjebak dalam kegelapan itu.

Akankah Renjana berhasil mengungkap misteri yang terkubur di Widarpa, atau ia akan menjadi korban dari kekuatan jahat yang telah lama bersembunyi di balik pintu hitam itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karangkuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WIDARPA 12

Renjana membawa koper kecilnya dan berjalan keluar dari rumah yang sederhana itu. Sinar matahari pagi menembus sela-sela daun kelapa yang tinggi di sekitar rumah. Sebelum ia benar-benar pergi, Nek Ayun yang sedang berdiri di depan rumah memberinya wejangan dengan suara lembut namun tegas.

Nek Ayun, dengan senyum bijaknya, memandang Renjana dan berkata, “Terkadang, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi ingat, apapun yang terjadi, jangan terlalu terperangah. Tetaplah menjadi dirimu sendiri. Jangan ikut campur urusan yang bukan milikmu, dan jika ada hal yang membuatmu merasa tidak nyaman atau bahaya, jangan ragu untuk mencari bantuan. Ini bukan soal kepercayaan, tapi soal keselamatan dan kewarasan.”

“Nek Ayun, kenapa tiba-tiba memberi wejangan seperti itu?” pikir Renjana dalam hati, merasa sedikit bingung dan penasaran. Nek Ayun hanya memberikan isyarat bahwa itu bukan hal yang penting. Renjana hanya mengangguk dan membungkuk sedikit sebagai tanda terima kasih.

"Terima kasih, Nek Ayun, saya akan ingat itu," jawabnya.

Namun, perasaan aneh mulai merayapi hatinya. Ada sesuatu dalam kata-kata Nek Ayun yang terasa lebih dari sekadar nasihat biasa. Ada rasa kekhawatiran yang tersirat dalam nada suaranya yang menenangkan, tetapi juga memberi peringatan yang tidak bisa ia pungkiri.

Saat Nek Ayun berbalik dan kembali ke rumah, Renjana melangkah menuju angkot Pak benos berusaha mengesampingkan rasa penasaran itu.

Renjana menaiki tangga menuju lantai tiga, mengikuti Naya yang membawanya ke kamar yang sudah disiapkan. Begitu sampai, Renjana meletakkan koper dan barang-barangnya ke sudut kamar. Kamar itu cukup sederhana, dengan pencahayaan lembut yang mengalir dari jendela besar di sisi kiri, memberikan pemandangan hamparan pohon-pohon hijau di luar. Ada tempat tidur dengan selimut biru muda, meja kecil dengan kursi, serta lemari kayu yang tampaknya sudah cukup lama.

Setelah menata barangnya dengan cepat, Renjana keluar dan berjalan menuju pintu. Naya, wanita yang sebelumnya menyambutnya di resepsionis, masih menunggu di luar. Senyum ramah Naya mengingatkan Renjana bahwa tempat ini mungkin tidak seburuk yang dia bayangkan. Namun, dia masih merasa sedikit cemas tentang apa yang menunggunya.

“Terima kasih sudah menunggu,” kata Renjana sambil tersenyum ringan, meski rasa cemas masih menghantuinya.

Naya mengangguk. "Tidak masalah, Renjana. Ayo, saya akan menunjukkan beberapa tempat yang perlu kamu ketahui di sekitar sini, termasuk ruang makan dan kantor. Kamu juga akan bertemu dengan beberapa pengasuh lainnya nanti," ujar Naya dengan nada yang terdengar akrab, membuat Renjana sedikit lebih tenang.

Renjana mengikuti Naya menyusuri lorong, matanya mencuri pandang ke sekelilingnya. Panti Widarpa terlihat lebih besar dari yang dia kira, dan ruangan-ruangannya terkesan sunyi, dengan hanya suara langkah kaki mereka berdua yang mengisi ruang kosong.

Sesekali, Naya menjelaskan hal-hal kecil yang perlu Renjana ketahui—seperti jam makan, jadwal aktivitas, dan cara berinteraksi dengan anak-anak yang tinggal di panti tersebut.

Renjana mendengarkan penjelasan Naya dengan seksama sambil mengamati setiap detail di sekelilingnya. Lantai tiga panti ini terasa lebih sunyi dibandingkan lantai bawah. Dari lorong yang sempit dan dingin, dia bisa merasakan suasana yang agak berbeda, seperti ada sesuatu yang tersimpan di setiap sudut.

Naya melanjutkan penjelasannya dengan suara lembut yang memecah kesunyian. “Di sini ada empat kamar tidur, satu khusus untuk pengasuh dan tiga lainnya untuk anak-anak. Setiap kamar anak diberi nama berdasarkan hewan, ada kamar gajah, kamar beruang, dan kamar ayam. Nama-nama itu hanya untuk memudahkan pengenalan bagi anak-anak, mereka cenderung lebih senang dengan nama yang mudah diingat,” katanya sambil melangkah ke lorong yang lebih sempit, menunjuk ke pintu-pintu kamar yang tertutup rapat.

Renjana memperhatikan pintu-pintu itu dengan seksama. Setiap kamar terlihat sederhana, dengan cat dinding yang sudah mulai memudar dan pot tanaman kecil yang diletakkan di luar pintu sebagai hiasan. Naya membuka salah satu pintu kamar dan menampilkan suasana di dalam kamar, warna putih mendominasi ranjanh tersusun rapi saling berhadapan, tiap sisi ada 5 ranjang tersusun dengan terpisah oleh jarak yang pas untuk anak-anak berjalan. Di ruangan lain yang bernama "Kamar Ayam" khusus untuk kamar bayi, ada beberapa box bayi berwarna cokelat tua di dindingnya terdapat rak berisi perlengkapan seperti susu, popok dan lainnya.

Setelah itu, Naya mengarahkannya ke arah kamar mandi. Ruang ini terasa lebih dingin, dengan lantai keramik berwarna abu-abu yang mengkilap. Dua kamar mandi yang terpisah untuk pengasuh dan anak-anak terletak bersebelahan, pintu-pintu mereka sedikit terbuka, memberikan sedikit gambaran tentang kondisi di dalam. Ada rak handuk sederhana yang tersusun rapih di samping pintu, dan di dinding dekat pintu, tergantung beberapa sikat gigi dan peralatan mandi yang tampak sudah lama dipakai.

Tiba-tiba, Naya mengarahkan langkah mereka menuju balkon kecil di ujung lorong. Renjana merasa udara di sini berbeda, lebih segar dan menenangkan. Balkon itu sempit, hanya cukup untuk dua orang berdiri berdampingan. Dari sana, mereka bisa melihat pemandangan belakang gedung yang seolah tak ada habisnya. Hutan hijau yang luas, dengan pepohonan besar dan semak-semak tebal, seakan menutup seluruh cakrawala. Suasana yang sunyi dan terpencil menambah kesan misterius pada tempat itu. Hanya suara angin yang terdengar berdesir melalui dedaunan yang bergerak perlahan, memberi suasana yang damai tapi juga sedikit menakutkan.

Renjana memandang ke depan, matanya tertuju pada pemandangan hutan yang tak terhalang. Kesan pertama tentang tempat ini mulai membekas di pikirannya—tempat yang terasa begitu tenang, namun ada keheningan yang aneh, seolah banyak cerita yang tersimpan di dalamnya.

Naya berdiri beberapa langkah di depannya, memberikan sedikit ruang bagi Renjana untuk menikmati pemandangan. “Kamu bisa keluar ke balkon kapan saja saat butuh udara segar,” kata Naya. “Hanya saja, di malam hari, tempat ini agak sepi. Jangan khawatir, semua pengasuh di sini saling menjaga.” Renjana mengangguk pelan.

Renjana melangkah turun ke lantai dua dengan Naya yang berjalan di sampingnya, menuntunnya melalui lorong yang terasa lebih terang dengan cahaya yang lebih masuk dari jendela besar di sisi kiri. Begitu mereka tiba di lantai dua, suasananya sedikit lebih ramai daripada lantai tiga, dengan suara riang anak-anak yang terdengar dari ruang sebelah kanan. Di sisi kanan, Renjana bisa melihat ruang bermain anak-anak yang cukup luas dengan karpet tebal berwarna cerah, beberapa mainan yang tersebar di lantai, dan rak-rak yang penuh dengan buku-buku anak. Ada tumpukan bantal warna-warni dan sebuah meja kecil dengan kursi-kursi anak-anak yang diletakkan rapi.

Di dalam ruang bermain, lima pengasuh wanita sedang duduk mengawasi anak-anak yang bermain di sekitar. Mereka tampak akrab satu sama lain, berbicara dengan suara lembut sambil sesekali memberikan perhatian kepada anak-anak yang bermain atau menangis. Beberapa dari mereka sedang membaca buku kepada anak-anak yang duduk di sekeliling mereka, sementara yang lainnya mengatur mainan dan menyapa anak-anak dengan senyuman.

Renjana merasa sedikit canggung, tetapi Naya memperkenalkan dia kepada para pengasuh yang ada di sana. Semua pengasuh menyapanya dengan ramah, beberapa di antaranya memberi senyuman dan memperkenalkan diri. Mereka mengenakan pakaian seragam berwarna hijau dengan logo Panti Widarpa di dada kiri. Meskipun suasana di ruang bermain ini ramai dengan gelak tawa dan canda anak-anak, ada rasa tenang yang terasa di udara.

Di sudut ruangan, Renjana bisa melihat 15 anak balita sedang bermain dengan mainan berwarna cerah, beberapa berlarian mengejar bola, sementara yang lainnya duduk di lantai membentuk lingkaran dengan mainan mereka. Tak jauh dari situ, ada tiga anak bayi yang sedang merangkak perlahan-lahan di atas matras tebal. Mereka mengangkat kepala mereka dengan ekspresi penasaran, mencoba meraih mainan yang terletak di depan mereka.

Renjana memperhatikan dengan hati-hati, merasa sedikit terpesona melihat mereka dengan rasa sayang yang muncul begitu saja. Setiap anak memiliki ekspresi yang berbeda, dari yang penuh rasa ingin tahu hingga yang terlihat sedikit cemas melihat pengasuh-pengasuh baru. Namun, suasana di ruang bermain ini terasa penuh kehangatan, dan Renjana bisa merasakan betapa perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada setiap anak.

Renjana berkenalan dengan pengsuh lain, yang lebih senior ada Lintang dan Ayu, lalu ada yang lebih muda Rasti, Gita dan satu orang yang wajahnya tak asing, Renjana ingat pernah melihatnya kemarin saat naik angkot pada perjalanan pergi menuju Widarpa, mereka berkenalan dan Renjana tahu nama gadis itu adalah Kiwi, dia memberi senyuman ramah pada Renjana.

Naya menjelaskan, "Mereka semua membutuhkan perhatian lebih, jadi setiap pengasuh di sini memiliki tugas masing-masing untuk membantu mereka berkembang dengan baik. Kita juga mengajarkan mereka tentang pentingnya belajar melalui bermain."

Renjana mengangguk, tersenyum pada anak-anak yang tengah bermain dan merangkak di sekitarnya. Dia merasa sedikit cemas, tapi dia juga merasa ada kedamaian di tempat ini, meskipun banyak hal baru yang harus dia hadapi. Setelah beberapa saat, Naya mengajaknya menuju ruang makan yang terletak di ujung ruang bermain.

Ruang makan itu cukup besar dan terasa nyaman dengan meja panjang dan kursi yang disusun rapat. Beberapa pengasuh lainnya sedang menyiapkan makanan dan mempersiapkan anak-anak untuk makan siang. Suasana di ruang makan penuh dengan aktivitas, namun tetap terorganisir dengan baik.

Di sisi kiri, Renjana melihat ruang belajar yang lebih tenang, dengan meja panjang, rak-rak buku, dan papan tulis kecil yang digunakan untuk belajar dasar-dasar bagi anak-anak. Sedangkan di ruangan sebelahnya, ruang administrasi terlihat lebih sederhana, hanya ada beberapa meja kerja, komputer, dan tumpukan dokumen yang terlihat tertata rapih. Staffnya ada satu pria muda bernama Restu, pria itu tampak serius dengan kacamata membingkai wajahnya, tidak ada tanda-tanda keramahan diwajahnya setelah berjabat tangan sebentar dia kembali pada kesibukannya.

1
Nicky Firma
awal yang bagus, ditunggu part selanjutnya
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
Senja
bagus. lanjut thor
Karangkuna: terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!