aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'
'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
di persimpangan hati
Gani memutar bola matanya, menatap rama dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. "lalu kenapa? kenapa kau tetap bersamanya? kenapa kau tidak membiarkannya pergi jika kau tahu dia tidak memiliki perasaan yang sama?"
rama tersenyum miris, mengangkat bahu. "karena ini sudah terjadi, Gan. alda sudah terlanjur aku ikat dalam janji suci. dan aku tidak akan main-main dengan itu. aku sudah belajar mencintai Alda, meskipun aku tahu perasaannya tidak akan sama."
kali ini, alda menggigit bibirnya, menundukkan kepalanya lebih dalam.
gani mendengus, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "jadi, pada akhirnya, kita berdua sama, ya?"
rama mengangkat alisnya.
"kita berdua mencintai orang yang tidak bisa membalas perasaan kita," lanjut gani dengan nada yang terdengar pasrah. "hanya saja bedanya… kau tetap bertahan, sementara aku hanya bisa melihat dari jauh."
keduanya saling berpandangan untuk beberapa saat. tidak ada kemarahan lagi di mata gani, hanya ada kelelahan dan kekecewaan—bukan pada rama, bukan pada alda, tapi pada kenyataan yang harus ia terima.
alda akhirnya mengangkat wajahnya, matanya masih berkabut. "rama… gani… aku…"
namun kata-kata itu menggantung di udara, tertahan oleh emosi yang begitu banyak hingga sulit untuk diungkapkan.
rama menatapnya dengan lembut, lalu menggeleng pelan. "tidak apa-apa, da. kau tidak perlu mengatakan apa pun."
ayu menggenggam tangan alda lebih erat, memberi kekuatan.
sementara itu, laras menatap gani dengan prihatin, tetapi tidak berani mengatakan apa-apa.
gani menarik napas dalam, lalu tersenyum tipis—senyum yang lebih banyak mengandung kepahitan daripada kebahagiaan. "kurasa… aku harus pergi sekarang."
alda refleks melangkah maju, tetapi gani mengangkat tangan, menghentikannya. "jangan, da. biarkan aku pergi kali ini. aku butuh waktu."
alda mengepalkan tangannya, mencoba menahan air matanya yang ingin jatuh lagi.
tanpa menunggu jawaban, gani berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan mereka semua dalam keheningan yang menggantung.
alda menatap punggung gani yang semakin menjauh, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa bahwa ia benar-benar kehilangan sesuatu yang tidak akan pernah kembali seperti semula.
di sampingnya, rama masih berdiri dengan tatapan tenang, meskipun dalam hatinya, ia tahu bahwa setelah ini, segalanya tidak akan pernah sama lagi.
Arya menghela napas panjang, lalu menepuk bahu Gani dengan ringan sebelum menoleh ke yang lain.
"kita kembali saja ke rumah singgah," katanya dengan nada lebih tenang. "jangan biarkan Gani pergi sendirian. kita semua butuh waktu buat mencerna ini."
akhirnya semua menyetujui dan mulai berjalan menyusul kepergian Gani yang sudah jauh di depan.
Alda berjalan berdampingan dengan Ayu dan Laras, sementara Rama berada di belakang mereka, langkahnya lebih lambat. tak ada yang berbicara selama beberapa saat, hanya suara langkah kaki yang mengiringi perjalanan mereka kembali.
tiba-tiba, suara lirih terdengar dari belakang.
"pekerjaanku di sini sudah selesai..."
Alda spontan menghentikan langkahnya, begitu pula yang lain. ia menoleh ke belakang, menatap Rama yang berdiri dengan ekspresi sulit ditebak.
"rekan-rekanku akan langsung terbang pulang ke pabrik," lanjut Rama pelan.
suasana semakin sunyi. mereka semua tahu apa maksud perkataan itu, Rama akan segera pergi.
Arya melirik ke arah Alda, lalu ke yang lain. Sebenarnya, ia masih ingin melanjutkan rencana mereka tempo hari untuk jalan-jalan ke pusat kota Murni. namun, melihat keadaan yang ada sekarang, ia tahu itu bukan ide yang tepat.
Laras dan Ayu pun berpandangan sebentar sebelum mengangguk setuju.
"aku rasa... ada baiknya Rama dan Alda pulang saja," ujar Ayu akhirnya, suaranya lembut. "kalian berdua pasti butuh waktu buat menenangkan pikiran."
Alda masih menatap Rama dengan perasaan yang sulit diungkapkan. ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi semuanya tertahan di tenggorokannya. sementara itu, Rama tetap menatap lurus ke depan, seolah sudah menerima segalanya.
"baiklah," kata Arya akhirnya. "kalau begitu, kita urus kepulangan kalian. aku akan bantu berberes"
tak ada yang membantah. mereka semua tahu, ini adalah keputusan terbaik untuk saat ini.
***
begitu mereka sampai di rumah singgah, pemandangan yang mereka lihat membuat langkah mereka terhenti.
Gani sudah berdiri di depan pintu dengan koper di sampingnya. pakaian rapi yang ia kenakan seolah menegaskan bahwa keputusannya sudah bulat. ekspresinya kosong, tetapi ada sesuatu di matanya, sesuatu yang sulit dibaca.
Laras maju selangkah. "kamu mau ke mana, Gan?" tanyanya dengan suara lirih.
Gani menoleh sekilas, lalu menjawab tanpa banyak emosi, "aku pulang duluan."
jawaban itu membuat suasana semakin tegang.
"pulang?" Arya mengernyit. "kenapa buru-buru? kita bisa bicarakan baik-baik"
"tidak perlu," potong Gani cepat. "aku sudah memutuskan."
Arya menghela napas, mencoba menahan nada suaranya agar tetap tenang. "jangan sampai persahabatan kita pecah belah, Gan. aku tidak mau itu terjadi."
Gani menatap Arya sejenak sebelum akhirnya berkata, "persahabatan kita tidak akan pecah hanya karena aku pulang lebih dulu." ia mengangkat koper kecilnya sedikit. "aku hanya butuh waktu sendiri."
Rama, yang sejak tadi diam, akhirnya buka suara. "tapi kenapa harus seperti ini, Gan?" tanyanya. "aku mengerti perasaanmu... tapi pergi dengan keadaan seperti ini hanya membuat kita semua semakin canggung."
Gani menghela napas panjang. "aku tidak mau berpura-pura baik-baik saja di depan kalian," ucapnya pelan. "aku juga tidak mau kalian merasa harus menenangkan ku. aku hanya... aku hanya ingin sendiri dulu."
Alda yang sejak tadi diam akhirnya memberanikan diri maju dan berdiri di hadapan Gani. tatapan mereka bertemu, tetapi Alda lah yang lebih dulu menunduk sedikit sebelum berkata, "maaf, gan..."
Gani mengerjap. "untuk apa?"
Alda menarik napas dalam. "aku tidak bisa menjadi seperti yang kamu mau."
Gani diam sesaat. tatapannya sedikit melembut, tetapi senyum itu tak pernah muncul. "aku tidak pernah maksa kamu buat jadi seperti yang aku mau, Alda."
"tapi aku tetap merasa bersalah," gumam Alda.
Gani menunduk, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "aku tidak mau kamu merasa bersalah," katanya dengan suara rendah. "aku cuma butuh waktu. itu saja. biarkan aku sendiri dulu."
tak lama setelah itu, suara mesin mobil terdengar dari luar. Gani menoleh ke arah pintu.
"biarkan aku pergi, sebelum semuanya makin rumit." lanjutnya
hening. tak ada yang menjawab.
Gani menarik koper miliknya, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia melangkah ke luar.
Laras tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Ayu hanya bisa menggigit bibir bawahnya, sementara Arya mengepalkan tangan di sisinya.
mereka hanya bisa melihat kepergiannya.
saat pintu mobil tertutup dan kendaraan itu mulai melaju, Alda merasakan dadanya sesak. ia tau ini keputusan sulit, tapi cepat atau lambat dia harus jujur dengan perasaan nya sendiri.
suasana hening sesaat setelah mobil yang membawa Gani pergi semakin jauh dari pandangan. semua masih diam di tempatnya, seolah belum benar-benar bisa menerima situasi yang baru saja terjadi.
tiba-tiba, Rama menghela napas panjang dan berkata, "ini salahku..."
Laras menoleh cepat. "apa maksudmu, Ram?"
"aku yang membuat semuanya jadi seperti ini," ujar Rama lirih, menatap kosong ke lantai. "jika saja aku tidak membawa Alda dalam masalah ku, mungkin Gani masih bisa tetap di sini tanpa perasaan sesak seperti tadi."
"Rama, jangan bodoh," potong Arya tegas. "ini bukan salahmu."
"benar," sambung ayu. "tidak ada yang tahu jika Gani memiliki perasaan ke Alda selama ini. kalau ada yang patut disalahkan, mungkin itu kita semua, karena kita tidak pernah sadar."
"jangan menyalahkan diri sendiri, Ram," kata Laras. "Gani butuh waktu untuk menerima ini semua. dia sendiri yang bilang, kan?"
Rama menggeleng pelan. "tapi tetap saja, Ras."
ia menoleh ke arah Alda yang sejak tadi masih terdiam, menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, "Da, apa kamu yakin dengan perasaanmu?"
Alda menegang sejenak. "apa maksudmu, Ram?"
"apa kamu benar-benar tidak menyukai Gani, sedikit pun?" Rama bertanya dengan suara yang lebih dalam. "aku tidak ingin menjadi penghalang jika ternyata kamu masih memiliki rasa untuknya."
mata Alda sedikit melebar. ia tidak menyangka Rama akan menanyakan itu secara langsung, di depan semua orang. tapi ia tahu, ini bukan tentang rasa cemburu atau ketidakpercayaan. Rama hanya ingin memastikan.
Alda menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan mantap, "aku tidak pernah menyukai Gani lebih dari sekadar teman, Ram. perasaanku jelas. aku sudah menjadi istrimu. tidak ada alasan bagiku untuk membuka hati kepada siapa pun lagi."
Arya akhirnya membuka suara dengan nada tenang. "baiklah, sebaiknya kita segera mengemas barang-barang kita dan bersiap untuk meninggalkan rumah ini."
mereka mengangguk pelan dan segera beranjak ke dalam rumah untuk mengemasi barang.
****
singkat cerita setelah mereka menyelesaikan semua urusan di kampung ini, termasuk berpamit dengan Kepala Desa dan penduduk sekitar, tepat setelah azan magrib berkumandang, mereka berangkat menuju bandara dengan mobil sewaan. Arya, Laras, dan Ayu ikut mengantar Rama dan Alda ke sana.
di bandara, mereka berdiri bersama di dekat pintu keberangkatan. Alda memandang sekelilingnya dengan perasaan campur aduk.
Rama menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap Arya, Laras, dan Ayu satu per satu. "terima kasih sudah mengantar kami sampai di sini. "
Alda ikut tersenyum, meskipun matanya tampak sedikit berkaca-kaca. "aku juga ingin mengucapkan terima kasih. aku harap kejadian ini tidak mengubah persahabatan kita."
Arya menggeleng pelan. "tentu saja tidak. harusnya disini kita lah yang meminta maaf. mungkin kami terlalu lambat menyadari keadaan."
Laras menambahkan dengan nada menyesal, "ini semua diluar perkiraan kita. masalah Gani dan perasaan nya, nanti kita bicarakan lagi. yang jelas sekarang, kalian perlu waktu juga untuk masalah ini"
Alda tersenyum tipis. "terimakasih Laras, Ayu, Arya, qku sangat beruntung mendapatkan kalian dalam hidup ini."
tanpa berkata-kata lagi, Laras dan Ayu langsung memeluk Alda, ada air mata haru dan kebahagiaan yang tersirat diantara mereka.
sedangkan Arya menepuk hangat pundak Rama yang sejak tadi menegang. ulasan senyum dari Arya seolah menegaskan bahwa semua akan baik-baik saja.
setelah beberapa saat, Rama membalas rangkulan dari Arya, "jaga diri kalian baik-baik disini, aku tunggu kepulangan kalian."
Arya mengangguk mantap. "begitu juga dengan kalian. selamat jalan, Rama, Alda."
"jangan lupa berkabar jika sudah sampai, Da" ucap Laras sebelum mereka berlalu.
Alda melambaikan tangan sekali lagi sebelum akhirnya ia dan Rama berbalik menuju pemeriksaan keamanan.
Arya, laras, dan ayu tetap berdiri di tempatnya, menyaksikan hingga sosok mereka menghilang di balik pintu keberangkatan.
Laras menghela napas pelan. "semoga mereka baik-baik saja."
Ayu tersenyum kecil. "aku yakin mereka akan baik-baik saja."
Arya menatap ke depan, matanya tampak tenang. "begitu juga dengan Gani. aku harap dia bisa menerima ini dengan lapang. kita jangan dulu mencampuri urusan mereka lebih jauh, ikatan Rama dan Alda bukan lagi masalah sepasang kekasih" Arya sedikit mengambil jeda, "tapi janji suci, begitu dengan Gani, hati dia tidak bisa dibentuk"
"benar. setidaknya biarkan dulu seperti ini"
Laras dan Ayu saling berpandangan, lalu mengangguk pelan. mereka mengerti bahwa tidak semua luka bisa sembuh dengan cepat, dan tidak semua perasaan bisa dipaksakan.
"kalau begitu, kita pulang?" tanya Ayu.
Arya menarik napas panjang sebelum mengangguk. "ya, kita pulang."
tanpa kata-kata lagi, mereka bertiga meninggalkan bandara, membawa kenangan dan harapan bahwa suatu hari, semuanya akan baik-baik saja.