Kania gadis remaja yang tergila-gila pada sosok Karel, sosok laki-laki dingin tak tersentuh yang ternyata membawa ke neraka dunia. Tetapi siapa sangka laki-laki itu berbalik sepenuhnya. Yang dulu tidak menginginkannya justru sekarang malah mengejar dan mengemis cintanya. Mungkinkah yang dilakukan Karel karena sadar jika laki-laki itu mencintainya? Ataukah itu hanya sekedar bentuk penyesalan dari apa yang terjadi malam itu?
"Harusnya gue sadar kalau mencintai Lo itu hanya akan menambah luka."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh belas
Di sinilah Kania saat ini, tepatnya berada di baris terdepan sekumpulan orang-orang yang menunggu kedatangan dua mobil yang seharusnya akan sampai dalam beberapa menit ke depan.
Tidak ada Karel, juga tidak ada Fabian. Ia hanya seorang diri di tengah kumpulan ramai yang masih asyik dengan kelompok masing-masing sebelum bersorak ramai setelah mengetahui pemenangnya nanti.
Kania melirik jam tangannya, lima belas menit harusnya cukup untuk seorang Laras sampai di garis ini. Gadis itu terlalu pandai untuk mengemudi.
"Pergi!"
Suara pelan yang terdengar seperti bisikan dari posisi belakangnya membuatnya menoleh ke sumber suara dan terdiam sebentar. Kuningnya mengkerut bersamaan dengan matanya yang kembali menyisir garis finish yang lambat laun menjadi sepi. Matanya seketika tertuju pada satu arah, arah di mana laki-laki dengan balutan kaos hitam itu sedang berdiri di seberang jalan sana dan menatap padanya dengan sebuah senyuman sinis.
Kerutan itu perlahan menghilang bersamaan dengan kedua mata yang memicing seolah sudah mendapatkan arti senyum sinisnya. Dan tepat saat laki-laki itu mengakhiri tatapan dengannya, jam yang masih melingkar manis di tangannya berbunyi nyaring saat itu juga.
Sesuai dugaan, batinnya kemudian melangkahkan kakinya dengan pasti meninggalkan garis finish. Tangannya merogoh cepat saku rok pendeknya dan mencari nama Fabian di sana. Jika tidak ada jawaban, maka harapannya malam ini tersisa satu.
"Lo mau kemana?"
Suara berat Karel yang kembali memasuki telinganya berhasil menghentikan langkahnya dan membuatnya menoleh pada laki-laki yang datang dari arah kanan dengan sebuah botol minuman yang berada di genggaman laki-laki itu.
"Rel,, Laras di jebak -"
"Tau dari mana?" Karel menyahut tenang.
Kania menghela nafas pelan, Laras ini sepupunya Karel loh. Tapi kenapa laki-laki itu terlihat santai saat menanggapi ucapannya.
"Lo mau bantuin sepupu Lo atau gak?"
"Emang dia di mana?" Karel kembali bertanya.
"Ssshht! Sini kunci mobil Lo!" Perintahnya yang mulai jengah dengan Karel.
Karel menggelengkan kepalanya." Lo tau dari mana-"
"Lo nanya mulu, Laras keburu di bawa sama lawan!" Desisnya jengkel." Percaya sama gue sekali aja, bisa gak si, Rel?"
Cara bergeming, kedua matanya tetap tertuju pada Kania yang mulai bergerak gelisah sekaligus terlihat kesal. Ia menghela napasnya pelan. Pada akhirnya, ia memilih untuk melangkah melewati Kania.
"Sepupu Lo gak bisa balik, Rel"
" Ya Lo cepetan! Gue udah jalan, Lo malah ngomel terus!" decak Karel menoleh kembali ke arah Kania.
_____
"Sialan!"
Itu adalah kali keempat Laras mengumpat malam ini. Sepertinya sekarang ia harus mulai percaya pada setiap ucapan Kania. Entah itu benar atau tidak, menurutnya Kania memiliki penglihatan masa depan yang hampir selalu aku.
Contohnya adalah saat ini. Sebelum balapan dimulai, Kania sudah memberikan berbagai pesan padanya untuk berhati-hati. Bahkan gadis itu juga mengingatkan dirinya untuk melakukan hal biasanya Jika sesuatu buruk terjadi padanya.
Dan sesuai dugaan Kania. Malam ini berakhir dengan dirinya yang terkena jebakan dari lawannya yang sama sekali tak sepadan itu.
Di tengah jalan tadi, jalan yang seharusnya menjadi jalur balap seketika ditutup oleh banyak motor dan mengharuskan dirinya mengambil jalur lain. Ia pikir itu hanyalah miskomunikasi. Tapi kenyataannya, pada saat belokan terakhir yang harusnya ia lalui untuk mencapai garis finish, ada sebuah truk besar yang kembali menghalangi jalannya dan saat itu juga ia sadar ada sesuatu yang tidak beres.
Jika kalian bertanya di mana dirinya sekarang, jawabannya adalah di antara berbagai gedung tinggi dengan keadaan terus menancap gas mobil meski itu melanggar peraturan berkali-kali.
Ia yakin, Kania pasti akan datang dalam beberapa menit ke depan. Hal itu yang selalu terjadi setiap dirinya menekan jam tangan canggih itu. Jam tangan yang seakan menjadi pengirim sinyal kalau sesuatu buruk menghampiri dirinya juga Kania.
Kania memanggil.....
Kalau Kania sudah menghubunginya, maka ia sudah aman saat ini.
Senyumnya mengembang sebelum akhirnya menekan salah satu tombol pada setir mobilnya yang membuat panggilan tersambung.
"Dua menit dari lokasi, berapa mobil yang ngejar lo?"
Laras terkekeh pelan. Ia baru menekan panggilan darurat 10 menit yang lalu. Kira-kira siapa gerangan yang berhasil membuat Kania hadir secepat itu di dekatnya? Mungkinkah itu Fabian? Seperti yang sudah-sudah.
"Dua-"
" Untung sedikit. Gue sama Karel, juga Fabian posisi dari belakang-"
"Tapi ada motor kira-kira sepuluh -"
"Gila ya Lo!"
"Anjir! Ini mobil gue berisik gara-gara teriakan-"
Panggilan diakhiri secara sepihak. Laras mendengus kesal. " Sialan! Malah dimatiin!"
-----
"Turunin gue, Rel!"
"Mau ngapain?"
Kania berdesis. Tidak bisakah Karel melakukan saja permintaannya?
"Turunin gue sekarang, Karel! Turunin di-si-ni!" pintanya penuh penekan.
"Lo mau nyuruh gue nyelamatin Laras sendirian?!" Karel heboh." Gue aja nggak pernah tahu musuh dia kayak ap-"
"Bawel banget! Turunin gue sekarang!"
Karel bergeming. Bisa-bisanya dia dikatain bahwa dengan seseorang yang pada kenyataannya lebih bawel darinya.
Sudah, lebih baik dia menuruti saja kemauan Kania, dibanding harga dirinya semakin hancur karena gadis itu.
"Lo sama Fabian fokus sama dua mobil yang ngejar Laras!" Kania kembali berpesan dan mulai melempar beberapa peralatan yang berada di dalam tasnya ke belakang mobil Karel.
"Hei! Ngapai-"
"Sssttt!" Kania berdesis galak. "Nitip bentar bentar! Nanti gue ambil!" Sahutnya kemudian membungkukkan badannya dan melepas sepatu tinggi hasil pinjaman Laras.
" Lo mau ngapain-"
" Gue mau cabut!"
Astaga!
Apa salahnya sih sampai harus dipertemukan juga disulitkan dengan orang-orang semacam Kania dan juga Laras? Menyusahkan, selalu mengatur ngatur dan sekarang malah ditinggalkan
-----
Kania meneguk salivanya berkali-kali. Ia tidak tahu rencana apa yang harus dilakukan saat ini. Sejujurnya ada satu, tapi ia tidak yakin untuk melakukan itu. Masalahnya, kalau dedenya melakukan itu taruhannya adalah nyawa. Tapi jika tidak dilakukan juga, maka Laras berada dalam bahaya, belum lagi saat ini ada Karel juga. Bagaimana jika nantinya ia kehilangan sahabat juga laki-laki kesayangannya hanya karena banyak berpikir untuk melakukan hal yang satu ini?
Ia menghela nafasnya pelan dan kembali menggigit bibirnya." Hajar aja deh!" Ia berseru.
Kedua tangannya beberapa kali mengepal seolah masih ragu untuk melakukannya. Tapi ketika dua telinganya kembali mendengar banyak knalpot standar yang akan melaluinya dalam beberapa detik, kepalannya itu seakan semakin kuat dan membuatnya mulai memberanikan diri.
Ia menarik nafasnya dalam dengan kedua matanya yang memicing pada titik dimana mobil Laras sudah mulai terlihat. Sesuai informasi dari Laras, memang ada dua mobil dan puluhan motor yang sedang mengejar gadis itu. Ia juga sudah bisa melihat mobil Fabian yang muncul dari sisi lain di perempatan jalan, juga mobil karel yang berada di seberang mobil Fabian.
Suara khas mobil yang menancap gas dengan kecepatan tinggi itu berhasil membuat jantung Kania kembali berdegup kencang. Seakan menjadi pertanda, Abi Fabian juga Karel meluncur membelah jalanan saat itu juga. Jadi kali ini adalah gilirannya.
"Satu,,,, dua,,,,"
Kania melompat ke jalanan tepat setelah aba-aba keluar dari bibirnya. Klakson panjang pun mulai bersahutan.