"Aku mencintai kamu."
Sesederhana itu, cara ku mencintaimu.
"Jangan tanya kenapa aku mencintaimu, karena sederhana saja aku mencintaimu dan jangan tanyakan alasannya.
Karena jawabannya sama, aku mencintaimu."
I LOVE YOU ❤️❤️❤️
"aku mencintaimu dan aku ingin hidup bersama mu."
😍😍😍
Seorang laki-laki yang memperjuangkan cintanya dengan hambatan restu dari Mamanya karena mereka berbeda.
Apakah mereka akan masih bisa bersama dengan tembok pembatas yang begitu tinggi dengan segala perbedaan yang membatasi mereka.
"Hidup ku jauh lebih nyaman sebelum mengenal Mu, Mas. Terimakasih atas semuanya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aeni Santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#17
"Kasih, kita makan ya.?"
Ucap Akmal sambil tersenyum dan melirik ke arah Kasih yang duduk disampingnya.
"Mas belum makan.?"
Akmal tersenyum.
"Sudah tadi siang, tapi lapar lagi mau makan ditemani sama Kamu. Mau ya.?, sekalian kita ngobrol."
"Tapi jangan lama-lama ya Mas."
"Iya, siap."
Akmal melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat yang menurut dia cocok untuk ngobrol bareng Kasih.
"Jangan turun dulu ya."
Kasih terdiam di dalam mobil dan Akmal keluar duluan baru kemudian membukakan pintu mobil untuk Kasih.
"Silahkan."
Ucapnya sambil tersenyum.
"Makasih Mas."
Kasih merasa malu mendapatkan perlakuan manis dari Akmal untuk yang pertama kali.
Mereka masuk ke dalam cafe itu dan Akmal membuat pesanan buat mereka.
"Kasih mau bicara soal apa.?"
Tanya Akmal sembari menunggu pesanan mereka dan tatapannya tak terlepas dari Kasih.
"Hmm.. Kasih cuma mau tanya sama Mas Akmal."
"Soal apa.?"
Akmal yang penasaran menatap Kasih dengan serius membuatnya gugup sendiri.
"Soal Mas Akmal yang meminta Kasih untuk bertemu dengan kedua orang tua Mas."
Akmal tersenyum.
"Kasih bersedia.?"
"Maaf Mas bukan soal itunya."
Akmal masih saja tersenyum.
"Terus soal apanya.?"
"Kasih sebelumnya minta maaf ya Mas, kenapa Mas Akmal tiba-tiba meminta Kasih untuk bertemu dengan orang tua Mas Akmal."
Akmal tersenyum saja.
"Makan dulu Kasih nanti Mas jawab, Mas laper."
Akmal segera melahap pesanan Makanannya sedangkan Kasih malah melihatnya saja.
"Kasih, makan dulu."
Kasih tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Mas laper banget ya.?"
Akmal menganggukkan kepalanya.
Kasih pun ikut menyantap makanan yang ada di hadapannya.
"Enak kan.?"
"Enak Mas."
Akmal telah menghabiskan makannya setelah menyeruput minuman yang ada di depannya.
"Habiskan Kasih."
"Iya Mas."
Kasih sebenarnya masih merasa agak kenyang tapi nggak enak saja dan lagian nanti bisa mubazir.
"Kasih mau tau, Kenapa Mas meminta Kasih untuk bertemu dengan orang tua Mas.?"
Kasih menganggukkan kepalanya.
"Kalau Mas bersedia."
Akmal membenarkan duduknya dan sebelum bicara dia menyeruput lagi minuman itu.
"Mas, mau jujur mau Kasih tapi setelah Mas jujur apa Kasih masih mau dekat sama Mas.?"
Kasih nampak bingung.
"Maksudnya Mas Akmal gimana.?"
"Kasih, sebenarnya Mas mau dikenalkan dengan anak teman Mama tapi Mas nggak mau. Mas bilang Mas sudah punya calon dan Mama meminta buktinya untuk bertemu sama kamu."
Kasih diam saja mendengarkan masih bingung mau komentar apa.
"Kasih, jangan ini dijadikan beban pikiran ya sama kamu. Mas cuma mau jujur sama kamu tapi Mas nggak maksa kamu untuk mau bertemu dengan Mama."
"Kenapa Mas nggak mau dikenalkan dengan anak teman Mama Mas Akmal."
Akmal malah tersenyum.
"Mas kan udah punya kamu, nggak perlu lah Mas kenal perempuan lainnya."
"Kasih sama Mas Akmal ini kan nggak jelas. Kenapa Mas Akmal masih mau nunggu Kasih pasti yang mau dikenalkan sama Mas Akmal juga cantik."
"Lebih cantik kamu, Mas mau membuat hubungan kita semakin jelas kalau kamu memang sudah siap."
"Mas, kayaknya perlu dipikirkan lagi mau menerima dikenalkan sama anak temannya Mamanya Mas Akmal."
"Kasih, Mas memilih kamu bukan yang lain."
Akmal menatap Kasih tak berkedip membuat yang dipandang menunduk saja.
"Kenapa Mas.?"
"Mas sayang sama kamu, Mas mau hidup bersama kamu."
Kasih terdiam lagi dan Akmal masih memandangi Kasih dalam.
"Kasih, jangan paksa Mas untuk memilih yang lain cuma kamu yang ada dihati Mas cuma kamu yang mas mau."
"Mas, Kasih takut mengecewakan Mas Akmal. Bagaimana kalau Kasih tidak sesuai seperti yang Mas bayangkan."
"Mas akan tetap memilih kamu Kasih."
Kasih pusing lagi mau ngomong apa, dia mengaduk minumannya.
Drrt...drrt..
Ponsel Kasih bergetar, dia pun segera mengambilnya.
"Assalamualaikum Ibuk."
"Waalaikumsalam, kamu kemana Kasih kata Bude kamu belum ke warung ada pesanan buat besok katanya."
"Eh.. Masih sama Septi Buk. Iya sebentar lagi Kasih ke warung Bude."
"Sudah ditungguin kamu, tempat kuenya harus dibawa pulang."
Akmal melihat Kasih wajahnya sudah panik.
"Iya Buk, ini Kasih ke sana."
"Ya sudah, Hati-hati kamu."
"Iya Buk, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Kasih mematikan panggilan itu lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Kenapa Kasih.?"
"Kasih harus pulang Mas, sudah di cari Ibuk."
Kasih bersiap pulang.
"Mas antar Kasih."
"Terimakasih Mas, antar Kasih ke Septi saja nanti Kasih bawa sepeda motor."
"Mas antar sampai rumah juga Nggak papa Kasih."
Kasih menggelengkan kepalanya.
"Sampai di rumah Septi saja Mas."
"Ya sudah, ayo kita pulang."
Akmal berdiri dan berjalan menuju kasir terlebih dahulu untuk membayar pesanan mereka kemudian keluar bersama Kasih menuju ke mobilnya.
Mobil perlahan melaju dijalanan, sepanjang jalan Kasih sudah gelisah apalagi lalu lintas lumayan padat lah semakin sore.
"Kasih."
"Eh.. Iya Mas."
Kasih mengirimkan pesan kepada Septi, kalau dia menuju ke sana.
"Kamu yang tenang, kalau sampai kemalaman Mas siap mengantar kamu pulang dan nanti Mas yang menjelaskan ke Ibuk kamu."
"Jangan Mas."
Akmal hanya diam saja, memang harus mau menerima setiap keputusan Kasih.
Sebisa mungkin Akmal mencarikan jalan yang cepat supaya bisa segera sampai di rumah Septi.
Sesampainya di rumah Septi, Kasih langsung saja pamit karena dia sudah buru-buru takut Bude warung nasi sudah menutup warungnya.
"Kasih."
panggil Akmal yang mendekati sepeda motornya.
"Mas khawatir, Mas antar aja ya."
Kasih tersenyum namun menggelengkan kepalanya.
"Makasih Mas, Maaf Kasih duluan ya Mas. Septi makasih aku pulang ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Jawab Akmal dan Septi yang melihat Kasih melajukan sepeda motornya.
Septi melihat ke arah Akmal yang masih saja melihat Kasih yang sudah berlalu.
"Kenapa Mas, jangan kaget ya sama Kasih. Dia anaknya mandiri banget jadi kalau mendekati dia hanya dengan kata-kata yang manis sepertinya tidak akan mempan."
"Nekat banget teman kamu itu."
Septi tertawa.
"Ha ha ha.. Mas, Mas, itu bukan seberapa nekatnya Kasih. Belum tau aja kamu Mas gimana hebatnya Kasih."
"Huft.. Ya udah saya pamit, makasih sudah kasih ide yang bagus jadi saya bisa ngobrol lumayan lama lah sama Kasih."
"Sama-sama Mas. Tapi ingat Mas, jangan pernah sakiti Kasih.."
Ucapan Septi penuh dengan penekanan.
"Saya cinta sama Kasih."
Akmal tersenyum saja dan masuk ke dalam mobilnya.
Sedangkan Kasih, langsung melajukan sepeda motornya menuju ke warung nasi untuk mengambil tempat kue yang berada di sana karena besok ada pesanan.
Sesampainya disana, Bude sudah menunggu Kasih karena sudah dipesan sama ibunya Kasih untuk menunggunya.
"Assalamualaikum, maaf ya Bude. Kasih tadi ada perlu."
"Waalaikumsalam, nggak papa Kasih. Besok ada pesanan lumayan jadi ini tempatnya harus dibawa semua."
Kasih menerima tempat kue yang diberikan oleh Bude kemudian pamit dan segera pulang ke rumah.
Akmal sepanjang jalan masih kepikiran dengan Kasih, ada rasa senang dan ada juga sedih belum menemukan titik temu permasalahannya. Namun, yang penting dia masih bisa dekat dengan Kasih itu dulu yang menjadi fokus Akmal.
😉😉😉😉🙂