dr. Pramudya Aryatama, Sp. An. harus terpaksa menikahi saudari sepupu dari mendiang istrinya karena desakan keluarga, juga permintaan terakhir Naina. Belum lagi putranya yang berusia 2 tahun membutuhkan kehadiran seorang ibu.
Bisakah dr. Pram menerima Larasati sebagai istrinya, sedangkan ia sendiri masih begitu terpaku pada kenangan dan cintanya pada mendiang istrinya? Lalu bagaimana Larasati harus menghadapi sosok pria seperti dr. Pram yang kaku juga dingin dengan status dirinya yang anak yatim piatu dan status sosial jauh di bawah keluarga pria itu.
Banyak hal yang membentengi mereka, tetapi pernikahan membuat mereka menjadi dua orang yang harus saling terikat. Bisakah benih-benih perasaan itu hadir di hati mereka?
Jangan lupa subscribe biar dapat notifikasi updatenya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlambat Disadari!
Sore itu hujan deras mengguyur kota, menciptakan suasana suram dan tegang dalam mobil. Pak Maman melaju dengan cepat menembus derasnya hujan dan kemacetan, sementara Dokter Maura terus memantau kondisi Laras di kursi belakang, menenangkan dan meminta Laras untuk tidak menutup matanya.
Di rumah sakit, tepatnya di lobi, Dokter Pram sudah menunggu dengan cemas. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak tegang. Dia melihat ke arah jam tangannya beberapa kali, berharap mobil yang membawa Laras segera tiba.
Saat mobil Pak Maman berhenti di depan lobi, Dokter Pram langsung mendekat. Tanpa bicara, ia membuka pintu mobil dan menggendong Laras dengan hati-hati, menempatkannya di kursi roda yang sudah disiapkan.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Dokter Pram dengan nada penuh kekhawatiran sambil mendorong kursi roda menuju ruang tindakan.
"Dia mengeluh perutnya sangat sakit dan Bi Darti menemukan darah di bagian tubuhnya. Aku memeriksa darahnya tadi dan itu bukan darah haid! Kita harus bertindak cepat," jawab Dokter Maura sambil berjalan cepat di sampingnya.
Mereka melaju melalui koridor rumah sakit yang tampak lengang sore itu. Hanya suara langkah roda dari kursi roda dan langkah cepat mereka yang terdengar, berpadu dengan suara hujan di luar. Saat tiba di depan ruang tindakan, mereka disambut oleh Dokter Niko, Dokter Maura yang menghubungi dokter Obgyn itu untuk membantunya.
"Apa yang terjadi?" tanya Dokter Niko dengan wajah serius.
"Kemungkinan besar ini kasus kehamilan ektopik. Dia mengalami perdarahan internal yang cukup parah," jelas Dokter Maura sambil membantu memindahkan Laras ke ranjang tindakan.
Dokter Maura dan Dokter Niko segera bekerja sama, memeriksa kondisi Laras dengan seksama. Monitor mulai menampilkan data vital Laras yang menunjukkan ketidakstabilan. Dokter Maura mengatur alat-alat medis yang diperlukan, memastikan semuanya siap untuk tindakan segera.
"Tekanan darahnya menurun drastis. Kita harus segera melakukan operasi," kata Dokter Niko dengan suara tegas.
Persiapan dilakukan dengan cepat. Laras yang setengah sadar masih merasakan sakit yang luar biasa, tetapi ia mencoba tetap tenang dengan bantuan kata-kata penghibur dari Dokter Maura.
"Tenang, Laras! Kami akan melakukan yang terbaik untukmu," bisik Dokter Maura sambil menggenggam tangan Laras.
Dokter Maura dan Dokter Niko memasuki ruang operasi dengan langkah tegas. Tim medis lainnya sudah bersiap di dalam, menunggu instruksi. Dokter Niko memimpin operasi dengan cekatan, sementara Dokter Maura membantu dengan konsentrasi penuh dan terus memantau kondisi vital Laras.
Sementara di luar ruang operasi, Dokter Pram dan Pak Maman menunggu dengan cemas. Waktu terasa berjalan sangat lambat di tengah ketegangan itu. Hujan masih terus mengguyur di luar, seolah mencerminkan suasana hati mereka yang diliputi kecemasan.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti seabad, pintu ruang operasi akhirnya terbuka. Dokter Niko dan Dokter Maura keluar dengan wajah lelah dan menatap Dokter Pram prihatin.
"Operasinya berhasil. Laras sekarang dalam kondisi stabil. Namun, sayangnya, kami tidak dapat menyelamatkan janin di kandungannya," kata Dokter Niko dengan nada berat.
"Dia mengalami kehamilan ektopik, dimana kondisi embrio menempel dan tumbuh di luar rahim. Kehamilan ini tidak bisa berlanjut secara normal karena embrio tidak bisa bertahan di luar rahim. Pendarahan yang dialami oleh Laras juga cukup gawat jika tidak dilakukan penanganan dengan cepat tadi," jelas Dokter Niko menepuk pundak Dokter Pram dan berlalu dari sana.
Dokter Pram merasa ia baru saja mengalami mimpi buruk. Baru saja ia ingin merasa bahagia saat tahu Laras hamil, tapi ternyata kabar itu harus bersamaan dengan kabar duka gugurnya sang janin.
"Jangan menyalahkannya, Pram! Bukan salah Laras yang tidak mengetahui kondisinya, tapi ini memang sudah takdir kalian." Dokter Maura mencoba melapangkan hati pria itu.
Dokter Pram mengangguk. Pria itu berjalan mendekati tempat tidur Laras yang kini berada di ruang perawatan intensif, menatap tubuh Laras yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Laras membuka mata perlahan, melihat Dokter Pram yang duduk di sampingnya. Meski masih lemah, ia bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari ekspresi wajah Dokter Pram, meski pria itu menutupinya dengan wajah datarnya.
"Aku ... aku minta maaf, Mas!" bisik Laras dengan suara serak, air mata mengalir di pipinya.
...Bersambung.......
bikin cerita tentang anak"laras dan pram author .....