Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.
Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.
Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.
Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.
Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Terjebak
Curiosity killed the cat -rasa ingin tahu membunuh kucing.
Rasa ingin tahu membuat Dara akhirnya memasuki kamar itu. Semoga keingintahuannya tidak membunuhnya, seperti yang dikatakan peribahasa itu.
Tanpa ia ketahui, sepasang mata sejak tadi mengawasi segala gerak-geriknya.
Kamar itu sangat rapi, meskipun ada semacam bau lembap, mungkin karena selalu tertutup dan tidak ada jendela, sehingga tidak ada sinar matahari dan udara segar yang masuk. Satu-satunya pertukaran udara di dalam kamar adalah dari AC jika dinyalakan. Dan satu-satunya sumber cahaya di kamar itu berasal dari lampu neon yang terpasang di langit-langit kamar.
Dara membayangkan, betapa pengap jika dirinya harus berada di dalam kamar itu dan pintunya ditutup, serta AC tidak menyala. Bahkan mungkin ia bisa mati karena sesak napas kehabisan oksigen.
Barang-barang di dalamnya sepertinya milik seorang gadis remaja, karena semuanya bernuansa merah muda. Bahkan ada boneka raksasa Hello Kitty di tempat tidur. Duduk sendirian dengan kesepian, seolah menanti kapan pemilik kamar kembali.
Dara langsung menduga, kamar ini milik gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya.
Dara terus melangkah, mendekati meja belajar di pojok, berhadapan dengan tempat tidur. Meja itu juga rapi. Ada beberapa buku pelajaran SMP yang masih berdiri berjajar di atasnya. Menunjukkan kalau gadis itu masih belajar di bangku sekolah menengah pertama.
Dara mendesah puas. Benar dugaannya, gadis itu pasti berusia empat belas atau lima belas. lalu di mana dia sekarang?
Di atas meja itu, ada dua karakter Mandarin. Dara tidak bisa membaca huruf itu. Meskipun ada darah Cina mengalir di tubuhnya, ia tidak pernah belajar Bahasa Mandarin. Jangankan membaca karakternya, berbicara Bahasa Mandarin pun ia tidak bisa.
Mama memang keturunan Cina asli. Tapi Papa sudah blasteran dengan orang lokal. Kakek buyut Dara datang dari daratan Cina, tapi kakeknya telah lahir di Indonesia, bahkan menikah dengan gadis lokal, yaitu nenek Dara.
Itu sebabnya ia memiliki rambut ikal, seperti nenek dan Papa. Rambut hitam lebat yang tergerai indah. Ini salah satu kelebihan yang dimiliki Dara, selain wajah cantik dan imut dengan kulit mulus seputih susu.
Apakah dua karakter Mandarin itu nama gadis itu? Dara sungguh ingin tahu. Namun apa daya, keingintahuannya yang ini mungkin tidak akan terjawab.
Di atas meja itu juga ada sebuah pigura, dan gadis remaja itu tertawa lebar di sana. Dara meraih pigura itu dan mengamatinya.
Ia termangu dan menggelengkan kepala. Sungguh, gadis ini seolah kembaran dirinya. Yang membedakan hanya rambutnya yang lurus, tidak ikal seperti dirinya. Dan ada tahi lalat mungil di sudut mata kanannya. Selain itu, semua sama. Sungguh mencengangkan.
Dara pernah membaca bahwa setiap orang sebenarnya memiliki doppelganger, kembaran yang benar-benar mirip meskipun tidak sedarah. Apakah gadis ini adalah doppelganger dirinya? Atau mereka sebenarnya saudara yang terpisah ketika dilahirkan? Ia harus bertanya pada Mama, apakah dulu ia dilahirkan sendiri atau sebenarnya kembar. Jika kembar, mengapa gadis ini tidak dibesarkan bersama di keluarga mereka?
Dara tenggelam dalam pikirannya sendiri yang dipenuhi tanda tanya. Tidak lagi mengamati sekitar. Tidak menyadari bahaya yang mengintai.
Ia tidak tahu, bahwa pintu sejak tadi telah tertutup. Dan… ada asap yang mulai memasuki kamar dari celah di bawah pintu.
Asap itu awalnya tipis, kemudian semakin tebal, seolah sengaja diembuskan ke dalam kamar.
Dara baru menyadari situasi ketika hidungnya menghidu bau sesuatu terbakar. Ia membalikkan tubuh, dan melihat asap masuk dari celah di bawah pintu. Kini, kamar itu telah dipenuhi kabut putih, dan asap yang masuk belum juga berhenti.
Dara segera berlari dan berusaha membuka pintu.
Terkunci!
Tadi ketika memasuki kamar ini, ia membiarkan pintu terbuka, karena khawatir jika ada orang yang melihatnya, ia akan dituduh sedang mencuri sesuatu.
Kini pintu itu tertutup rapat, dan ia tidak bisa membukanya, bagaimana pun kuatnya ia berusaha menariknya. Dan asap masih terus masuk, membuat kamar semakin pekat dipenuhi asap.
Dara mulai terbatuk-batuk, kerongkongannya perih karena hidungnya terus menghirup asap. Pandangannya mulai berkunang-kunang. Mungkin asap juga telah memasuki saluran otaknya. Ia berpikir, ternyata bukan hanya dibenci, ia juga sedang didorong ke arah kematian.
‘Apa salahku? Apakah karena mirip dengan gadis itu?’ Begitu pertanyaan yang berputar di kepalanya. ‘Mama, Papa, selamat tinggal. Maafkan Dara, belum bisa membahagiakan kalian.’
Sayup-sayup, telinganya masih menangkap suara ribut di luar. Seperti suara orang marah, atau bertengkar. Entahlah, ia tidak bisa menangkap kata-kata dengan jelas.
Kesadarannya mulai pudar. Ia sempat mendengar pintu didobrak, sebelum tubuhnya berdebam pingsan.
***
Dara membuka mata.
‘Apakah aku sudah mati?’ Pikirnya, mengedarkan pandangan ke sekitarnya.
Ini adalah kamarnya. Tepatnya, kamar di rumah Oom Bernard. Berarti ia belum mati? Siapa yang menolongnya?
Dara berusaha bangkit, kepalanya masih pening, dan tenggorokannya masih perih. Ia melirik jam dinding yang menempel di atas nakas. Hampir maghrib. berarti ia pingsan hampir seharian.
Meskipun nyawanya diselamatkan, tapi tidak ada yang merawatnya. Di rumah ini hanya ada Siti, dan yang bebas keluar masuk hanya Pak Wira. Berarti yang berusaha mencelakai dan menyelamatkannya adalah salah satu dari keduanya.
Yang mana yang berniat buruk dan yang mana yang berniat baik?
Dara tidak ingin lagi berpikir. Ia hanya tahu, di sini bukan tempatnya.
Ini sudah menjelang maghrib. Damar sudah pernah mengatakan, ia hanya perlu mengatakan ingin ikut dengannya, maka ia bisa bersama dengannya.
Waktu itu, Dara merasa belum waktunya. Ia masih ingin meminta izin pada orang tuanya, meskipun ia pesimis izin itu bisa didapatkan, mengingat penampilan dan identitas Damar. Meskipun demikian, Dara telah memutuskan, walaupun tanpa izin, ia tetap akan bersama dengan Damar. Walaupun tidak tahu masa depan apa yang akan dijalaninya bersama Damar, ia siap menentang dunia.
Dara segera berdiri, mengintip ke luar pintu. Tidak ada siapa-siapa. Jantungnya berdebar lebih kencang, merasakan ketegangan yang mencekam.
Dengan sekali sentak, ia membuka pintu dan berlari sekencang mungkin ke luar gerbang. Terus berlari tanpa henti, menyusuri jalan tak beraspal, memasuki hutan bambu, menyeberangi jembatan di atas rawa, dan baru berhenti di depan pondok Damar.
Napasnya seolah hampir putus. Dadanya naik turun, tersengal-sengal mengatur udara yang keluar masuk.
Sebelum tangannya mengetuk pintu pondok, Damar telah keluar.
Menatap wajahnya, Dara hampir menangis. Dan tanpa menunggu, ia menghamburkan diri ke pelukan Damar.
“Damar. Ajak aku bersamamu.” Air matanya mengalir.
“Kamu ingin ikut denganku?” Mata Damar yang kekuningan menatapnya. “Katakan.”
“Ya. Aku ingin ikut denganmu.” Dara balas menatap mata Damar. “Damar, aku ingin ikut denganmu.”
Damar tersenyum, menunduk dan memagut bibirnya. Lidahnya dengan segera menyusup ke dalam mulut Dara. Setelah ketegangan yang melingkupi, sentuhan Damar langsung menyulut gairah Dara.
Damar menyesap, menjilat, mengulum, menggigit, Dara membalas dengan lapar, seolah kesetanan, tidak melepaskannya barang sekejap.
Sampai ia merasa sesak, sampai ia merasa dadanya hampir meledak.
yang masih jadi pertanyaan di benakku adalah, asal usul Damar.
keren abis
penulisan biar alur maju mundur tapi runtut
semoga banyak yg baca dan suka Thor semangat
sehat selalu author