Ica semenjak di tinggal oleh Azzam tanpa alasan akhirnya memilih menikah dengan pria lain, syukurnya pernikahannya dengan suaminya yang awalnya tak begitu di cintainya berjalan dengan harmonis dan bahagia.
Tapi ternyata Ica di tipu mentah-mentah oleh sikap baik suaminya selama ini, justru suaminya ternyata pria yang suka berselingkuh dan gonta-ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.
Bagaimana dengan rumah tangga Ica dan suaminya selanjutnya?
Apakah Ica tetap bertahan atau justru memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Sejenak Ica berpikir setelah itu dirinya setuju dengan apa yang di katakan oleh Anita.
"Menurut kamu lebih baik kami pindah kemana? Tidak mungkin mencari kontrakan dalam waktu singkat begini, hemm bagaimana kalau menginap di hotel sana?"
"Jangan, kamu dan anak-anak tinggal di rumahku yang satunya saja. Rumah ini baru kami beli dan kosong gak ada yang nempatin, Hendra pasti gak bisa menemukan kalian"
"Apa tidak masalah kalau aku tinggal di sana? Bagaimana dengan suamimu? Aku gak enak, Ta"
"Ica, jangan bilang begitu. Aku gak suka, kalau kamu setuju kita kemas-kemas sekarang juga. Rumah ini biar di jaga dengan dua orang tadi, biar Hendra gak bisa masuk"
Ica yang mengalami masalah ini saja tidak bisa berpikir sampai sejauh itu, tapi Anita berpikir sampai jauh ke depan. Anita adalah sosok sahabat yang bisa di andalkan, Ica memandang Anita dengan mata berkaca-kaca.
Ica terus mengucapkan terima kasih pada Anita yang sudah mau membantunya dan selalu ada untuknya, Ica merasa bahagia dan terharu atas semua kebaikan yang sahabatnya berikan. Ica merasa beruntung memiliki sahabat seperti Anita, yang tidak meninggalkannya dalam keadaan terpuruk.
"Ayo, aku bantu"
Ica mengangguk, sepasang sahabat itu berjalan beriringan menuju kamar utama. Ketika melihat koper Hendra, Anita memberi usul untuk di letakkan di luar pagar atau di pos satpam dan Ica hanya menjawab dengan anggukan.
Dengan di bantu oleh Anita, Ica pun mulai mengemasi barang-barang yang akan di bawanya. Karena di kerjakan sama-sama pekerjaan mereka pun cepat selesai, setelah itu Ica dan Anita membawa barang-barang Ica keluar kamar.
"Ohh iya, tunggu sebentar Ta. Tolong gendong Senja dulu, aku mau ambil koper Mas Hendra"
Anita mengiyakan lalu mengambil alih Senja dari gendongan mamanya, kemudian Ica berlari masuk ke dalam kamar utama. Ica membawa satu koper dan tas jinjing berisi pakaian-pakaian milik suaminya, lalu Ica letakkan barang itu di teras rumah.
"Sudah?" tanya Anita
"Sudah, ayo kita pergi" ajak Ica sembari mengambil alih Senja dari gendongan Anita
"Ma, kita mau kemana?" tanya Mentari ketika mereka sudah berada di dalam mobil, Ica terdiam bingung harus memberikan jawaban apa.
"Kita akan liburan, sayang. Menginap di rumah Tante, mau?" jawab Anita
"Wah liburan, mau mau" seru Mentari dengan nada yang begitu antusias
Akhirnya mobil yang membawa mereka keluar dari halaman rumah lalu melesat membela jalan raya, saat ini juga Anita akan mengantar Ica ke tempat yang aman. Menempati rumah Anita yang baru di beli beberapa minggu yang lalu, jaraknya cukup jauh.
Tentu saja tidak bisa membuat Hendra menemukan di mana keberadaan istri dan anak-anaknya. Di sepanjang perjalanan Ica terdiam, sudah sejauh ini Ica masih berharap bahwa yang terjadi hanyalah mimpi dan Ica berharap ada yang membangunkannya.
.
.
.
Di rumah sakit, Hendra terlihat begitu cemas. Bukan memikirkan bagaimana keadaan Loli saat ini, namun memikirkan soal istrinya. Hendra bahkan terus berjalan mondar mandir tidak jelas, tak di pedulikannya dua pria badan kekar yang terus menatapnya.
"Kok belum datang juga sih" rutuk Hendra yang menunggu mamanya, tadi Hendra menghubungi mamanya meminta untuk datang ke rumah sakit.
Hendra kembali duduk di tempat semula lalu kembali menatap layar HP-nya yang sedari tadi ada di genggamannya, Hendra kembali menghubungi mamanya bertanya sudah sampai mana? Mengapa belum datang juga?.
"Mama masih di parkiran, sabar ya?"
Setelah itu sambungan telepon terputus, hanya berapa menit terlihat mamanya Hendra berjalan tergopoh-gopoh menyusuri koridor rumah sakit. Hendra beranjak dari tempat duduknya, ketika mamanya sudah berada tak jauh darinya.
"Ada apa, Hendra? Apa kamu baik-baik saja?"
"Hendra baik-baik saja, Ma. Ma, tolong gantian jagain Loli ya. Hendra mau datangi Ica, mau minta maaf"
"Bodoh kamu, Hendra. Bodoh! Kenapa kamu mau mengemis dengan istrimu itu? Kenapa kamu turunkan harga dirimu hanya demi wanita itu" omel Mamanya Hendra sembari menjitak kepala anaknya
Hendra yang mendengarnya pun hanya bisa mendengus kesal, padahal dirinya menceritakan pada mamanya menurut versinya agar mamanya tidak menyudutkannya. Ehh, tau-tau mamanya justru melarangnya untuk baikan dengan Ica.
"Mama gak tau sih kalau Hendra sangat mencintai Ica, Hendra gak mau pisah dengannya. Bahkan Hendra rela mencium kakinya, memohon agar dia tidak pergi"
"Halah, kamu jangan lebay. Bersikap seolah kamu bakalan mati kalau tidak bersama Ica, lihatlah dirimu. Putra Mama ini terlampau sempurna untuk di campakan, kamu tampan dan juga kaya. Punya banyak aset dan beberapa usaha, kenapa kamu merisaukan hal seperti itu? Sadarlah, kamu bisa memilih wanita yang kamu mau. Percaya deh, wanita itu akan kembali sendiri lagi padamu"
Lagi dan lagi Hendra hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar, Hendra hanya bisa menggeleng ketika mendengar ocehan mamanya. Kemudian Hendra menghembuskan kembali napasnya dengan berat, setelah itu Hendra memutuskan pergi.
Namun dua pria tubuh kekar itu langsung menghalanginya, Hendra mengatakan ada mamanya untuk menggantikannya menjaga Loli. Dua pria tubuh kekar setuju tapi mereka akan tetap di sana sampai Hendra kembali, Hendra mengangguk setuju.
Hendra melangkah tergesa-gesa menuju area parkir rumah sakit, langkah kakinya terhenti ketika dirinya mengingat kalau tidak membawa mobilnya. Bergegas Hendra menyusuri koridor rumah sakit, dan kembali menemui mamanya.
"Ma, pinjam mobil"
"Jangan lama-lama" ucap Mamanya Hendra memperingati putranya
Hendra mengiyakan dan mamanya segera menyerahkan kunci mobilnya ke tangan Hendra, dengan terburu-buru Hendra melangkah. Ketika tiba di area parkir Hendra langsung menuju mobil mamanya, dengan kecepatan tinggi Hendra melajukan mobil.
Hanya membutuhkan separuh waktu untuk sampai di rumah, wajar karena Hendra mengemudi dengan kecepatan sangat tinggi. Dirinya ingin meminta maaf pada Ica, dan memohon agar Ica tidak menggugat cerainya karena dirinya tidak mau kehilangan istri dan anak-anaknya.
Namun ketika baru sampai di depan rumah dan dirinya keluar dari mobil, jantungnya berdegup sangat kencang ketika melihat ada koper dan tas jinjing tergeletak di teras. Firasat Hendra tak enak, karena dirinya kenal betul jika itu adalah koper miliknya.
Hendra berjalan dengan cepat mendekati koper dan tas jinjing itu, benar saja itu koper miliknya berisi pakaian-pakaian miliknya begitu juga yang ada di dalam tas jinjing. Ketika Hendra beranjak, matanya melihat ke arah kertas yang tergeletak di atas meja yang ada di teras.
Kita bertemu di pengadilan, tidak usah repot-repot mencari kami.
Hanya dua kalimat itu saja yang di tulis Ica, tapi sudah bisa membuat tubuh Hendra melemas.