Kisah masa lalu Ayahnya juga Bundanya terlalu membekas hingga Intan tak bisa percaya pada Cinta dan kesetiaan.
Baginya Kesetiaan adalah hal yang langka yang sudah hilang di muka bumi.
Keputusannya untuk menikah hanya untuk menyelamatkan perusahaan dan menghibur orang tuanya saja.
Jodohpun sama-sama mempertemukan dirinya dengan orang yang sama-sama tak mempercayai Cinta.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Akan kah Dia mempercayai Cinta dan Kesetiaan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Eyang Hana
Di mobil Reihan.
Intan membisu tak mau mengucap kata sepatah pun saat berada di dalam mobil, dirinya duduk di sisi Reihan yang fokus menyetir, Reihan juga sama membisu nya.
Mereka sama-sama merenung baru uji coba peraturan saat menjadi pasangan sungguhan saja sudah berdebat sedari pagi. Reihan kesal pada Intan yang memaksanya untuk shalat dan wudhu sesuatu yang tak pernah dia sentuh selama ini, jika bukan saat lebaran itu saja karena paksaan oleh Eyang-eyangnya.
Sementara Intan kesal kenapa dirinya mengambil langkah besar dengan menikahi laki-laki yang jauh dari pada Agama. Seandainya orang tuanya tau tentu mereka akan sangat kecewa pada dirinya.
Intan menarik nafas kasar, perkara shalat dan wudhu, ibadah yang sangat ringan saja sudah membuat kepalanya setengah mau pecah, apa lagi ibadah yang lainnya tentu laki-laki arogan di sebelahnya itu tak paham atau tak tau sama sekali.
Bukan merasa sok pintar ataupun sok suci, namun Intan di besarkan oleh Bundanya dengan pondasi agama yang harus dia pegang teguh, perkara sekarang dirinya yang tak percaya pernikahan dan justru memilih menikah di atas kesepakatan dirinya berharap Allah mengampuninya.
Reihan melirik Intan, lalu kembali fokus menyetir. Intan juga melirik Reihan lalu kembali membuang pandangan ke luar, Intan lalu menutup matanya.
"Maaf." Ucapan pendek yang jarang terucap dari bibir seorang Reihan Si pengusaha arogan yang kata maafnya sangat mahal harganya.
Intan terkejut dan menoleh, kata ajaib yang jarang sekali bisa di ucap oleh seorang Reihan keluar mengejutkan Intan yang tengah meratapi nasibnya.
"Maaf juga. " Jawab Intan sama singkatnya.
"Aku sudah bilang dari awal, jika apa yang kamu minta itu sulit bagiku... aku lebih baik menggantikannya dengan saham atau rumah atau mobil yang mudah bagiku untuk aku berikan... " Kata Reihan kemudian masih sambil fokus menyetir tanpa memandang Intan yang kecut ekspresinya.
"Aku tidak ingin berdebat masalah ini lagi, kita sudah saling sepakat kemarin, ini baru sehari kita akan melakukan itu semua seumur hidup, sehari wajar jika gagal... semua butuh proses... " Jawab Intan pada akhirnya tanpa memandang Reihan namun justru memandang keluar jendela.
"Rei... " Intan memanggil Reihan tanpa menoleh.
"Panggil sayang." Reihan kembali dingin.
"Ckk... Kenapa sih harus panggil itu, kita kenapa harus menipu perasaan kita masing-masing, jika dari awal kita menikah bukan karena cinta... bahkan kita tidak percaya cinta itu apa... " Intan masih berat hati.
"Aku tau... Tapi aku ingin itu menjadi kebiasaan sehingga kita tidak akan pernah ketauan seumur hidup kita nanti... " Reihan keukeh.
Hening.
Sudah seperti air dan minyak yang tak akan bisa menyatu jika sudah berdebat mengenai cara berpikir masing-masing. Hanya keras kepala, keukeh dengan pendirian masing-masing yang terjadi jika sudah begini. Kesamaannya hanya satu mereka percaya Cinta dan kesetiaan itu mustahil di dunia ini.
"Tadi kamu manggil aku ada apa?? " Tanya Reihan kemudian setelah hening cukup lama.
"Lupakan... aku lupa... " Intan menegakkan tubuhnya lalu meraih earphone nya.
Reihan berdecak kesal namun saat Intan ingin memakai earphone itu Reihan meraihnya dengan tangan kirinya dan membuangnya ke belakang.
"Ckkk... buang kebiasaanmu yang hanyut dalam kesepian dan lari pada musik itu. " Reihan menegur Intan, Intan berdecak memang benar cara dirinya menghindari semua orang dengan seperti ini, nyatanya sebanyak apapun orang di luar sana hatinya tetap merasa sepi dan sendirian, kecuali saat dirinya bersama keluarganya.
***
Sampai di depan pintu Rumah utama Reihan, langkah Intan ragu-ragu, yang akan di hadapi ini adalah orang yang amat sepuh, rasanya dirinya merasa bersalah dan berdosa akan membohongi dan menipu orang yang harusnya di sayang dan di beri kenangan indah.
Reihan membuka pintu lalu menarik lengan terbungkus tunik itu dengan lembut, wajah arogan Reihan seperti sudah punya setelan khusus saat memasuki rumah utama ini, wajah arogan, dingin dan sombong itu berubah menjadi wajah ramah, penuh senyum dan hangat.
"Eyang... Rei pulang.... " Reihan berucap sambil tersenyum cerah seolah-olah benar-benar bahagia.
Intan sampai terbengong sebentar dengan setelan wajah baru Reihan di rumah ini. Di ujung sana ada wanita beruban yang hangat dan berseri bahagia memandang ke arah Reihan dan Calon cucu mantunya.
"Coba lihat... Hadiah yang Reihan bawa untung Eyang... Cantik kan... " Kata Reihan lalu membawa Intan ke hadapan Eyang Hana.
Intan tersenyum, jujur dadanya berdetak tak karuan, jika di hadapan Bunda Mutia dia biasa saja namun di hadapan wanita sepuh yang mungkin usianya sudah mendekati ujung hari ini Intan merasa berdosa.
"Waaah... Cantik luar biasa sekali cucu mantu Eyang... Kalau kaya gini mati pun Eyang merasa tenang... " Kata Eyang Hana langsung berkaca-kaca, tangan lemahnya menarik Intan dan memeluknya.
"Selamat datang Cucu mantu Eyang... terima kasih karena sudah menerima cucuk Eyang yang nakal ini... " Kata Eyang Hana sambil mengelus lembut punggung Intan.
Intan merasa begitu hangat dan tulus sikap yang di berikan Eyang Hana terhadapnya, mata Intan mengembun dan terharu, sekaligus merasa bersalah, wanita sepuh selembut ini di bohongi cucunya sendiri juga dirinya.
"Eyang... Udah... tu kan.... Sayangnya Rei jadi ikutan nangis... " Reihan mengusap lembut tangan tua Eyangnya.
"Eyang bahagia sekali... Eyang berharap kalian selalu rukun selamanya, semoga kalian memberikan Eyang Cicit yang banyak agar Rumah ini tak akan sepi lagi... " Kata Eyang Hana lalu mengurai pelukannya.
Intan tertegun jadi ini alasan di balik kesepakatan Reihan, kenapa dirinya keukeh mewajibkan dirinya untuk hamil dan melahirkan banyak anak. Ini juga yang membaut Reihan keukeh ingin dirinya bersikap manis dan berakting di luar dan di dalam, pasti dirinya tak ingin jika dirinya kecolongan lupa berakting sehingga membuat wanita sepuh ini merasa sedih di ujung usiannya.
"Eyang... Eyang tenang aja... Nanti Intan akan memberikan cicit yang lucu-lucu dan banyak agar rumah Eyang ramai dengan celoteh mereka... " Kata Intan lalu mengusap air mata di pipinya.
Eyang tertawa bahagia lalu mengangguk dan memeluk Intan dan Reihan bersamaan hingga keduanya terpaksa bersentuhan kepala Intan menempel pada Kepala Reihan.
Intan dan Reihan sama terkejutnya namun karena ini di depan Eyang Hana yang begitu bahagia hari ini, mereka pun berusaha tenang meski gemuruh di dada keduanya berdetak tidak karuan.
Eyang mengecup kening intan lalu bergantian mengecup kening Reihan penuh kasih dan sayang yang tulus. Senyum bahagia itu seperti jaringan yang menyebar hingga Intan dan Reihan pun merasa begitu bahagia. Intan dan Reihan sama-sama melempar senyum tulus dan manis seolah-olah mereka begitu beruntung telah di satukan, sehingga Eyang Hana semakin tersenyum penuh rasa syukur.
Eyang Hana mengambil dua cincin yang begitu berharga dan mahal satu dari emas dan satu dari perak. Eyang mengambil jari manis Intan dan memakaikan ke tangan Intan, kemudian yang perak di pakai kan ke tangan Reihan.
"Itu Cincin turun temurun dari Eyang-eyangnya yang dulu, Mama Reihan dan Ayahnya dulu menolak sehingga mereka akhirnya berujung cerai, Eyang harap kalian bisa seperti Eyang menjadi setia hingga menua... Semoga kalian selalu bisa saling menjaga dan melengkapi, menerima satu sama lain dan melahirkan penerus-penerus yang hebat juga shalih dan shalihah... " Kata Eyang Hana yang di aamiin oleh perawat Eyang Juga Intan dan Reihan meski mereka sendiri tak yakin akan kesetiaan itu.
***
Maaf ya... ternyata masih ada typo nya... 🙏🙏🙏