NovelToon NovelToon
ALTAIR: The Guardian Eagles

ALTAIR: The Guardian Eagles

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur
Popularitas:16.4k
Nilai: 5
Nama Author: Altairael

[MOHON DUKUNGAN UNTUK CERITA INI. NGGAK BAKAL NYESEL SIH NGIKUTIN PERJALANAN ARKA DAN DIYAN ✌️👍]

Karena keserakahan sang pemilik, cahaya mulia itu pun terbagi menjadi dua. Seharusnya cahaya tersebut kelak akan menjadi inti dari kemuliaan diri si empunya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya---menjadi titik balik kejatuhannya.

Kemuliaan cahaya itu pun ternoda dan untuk memurnikannya kembali, cahaya yang telah menjadi bayi harus tinggal di bumi seperti makhluk buangan untuk menggenapi takdir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AMARAH

Menyaksikan si bungsu berjalan dipapah oleh Pak Satria dan Arka, wajah Bu Harnum langsung menegang mata pun serta-merta terbelalak lebar. Dia sudah hendak berlari menyongsong, tetapi dengan tangan, Pak Satria memberinya isyarat supaya tetap di tempat.

Jemari Bu Harnum saling meremas gemas, wajah putih alaminya terlihat semakin pucat karena bibirnya pun memutih, dan pandangan pun mulai kabur karena matanya berkaca-kaca.

Bu Salamah yang berdiri di sampingnya memandang bergantian antara Bu Harnum dan Diyan. Setelah itu, beralih ke suaminya dengan tatapan penuh tanya dan Pak Fikri pun hanya mengangkat bahu sebagai respons.

"Tidak sekarang Harnum, An butuh baring buat rileks." Pak Satria mencegah ketika Bu Harnum hendak memeluk si bungsu. Akhirnya, perempuan itu memimpin langkah masuk ke rumah.

Melihat kondisi Diyan yang tampak sangat buruk, Bu Harnum tahu sesuatu yang buruk pula pasti telah terjadi. Diyan itu bukan manusia. Segala sesuatu yang berasal dari alam fana tidak akan pernah bisa menyakitinya, apalagi sampai membuatnya lemah. Jika sekarang keadaannya seperti itu, maka hanya ada satu kemungkinan.

Aduh, Gusti. Bu Harnum merintih dalam hati.

Untuk menepis pemikiran buruk yang serasa mencabik-cabik hati, Bu Harnum buru-buru menggeleng samar. Mereka memang harus siap dengan kemungkinan yang paling buruk. Namun, memikirkannya sekarang sebelum benar-benar jelas apa yang terjadi, hanya akan membuatnya berasumsi yang bukan-bukan.

Dengan hati gamang, Bu Harnum membuka pintu kamar Diyan dan setelah mereka masuk---kecuali Pak Fikri dan Bu Salamah---dia bergegas menutup pintu dan menyusul masuk.

"Aku mau duduk nyandar saja," pinta Diyan saat sang kakak hendak membaringkannya.

"Tapi, An---" Arka tidak jadi protes dan menuruti saja apa mau sang adik.

Saat ini emosi Diyan sedang tidak bagus, Arka bisa merasakan fluktuasi aneh dari dalam diri sang adik yang beresonansi langsung dengan jiwanya. Amarah dan kebencian lebur menjadi satu, rasanyan seperti meletup-letup dan bergemuruh.

Begitu posisi Diyan sudah nyaman, Bu Harnum segera duduk di sampingnya. Setelah itu, seperti ibu-ibu pada umumnya karena cemas, Bu Harnum pun mengoceh, "Napa sih nggak mau dengerin ibu? Kamu ini hanya diminta duduk diam beristirahat, apa sulitnya? Kok, malah keluyuran bikin orang khawatir."

Saat itu juga Diyan menepis kasar tangan Bu Harnum yang hendak menyentuh wajahnya, lalu berteriak, "Apa aku ini kelihatan begitu lemah sampai harus duduk diam, sementara yang lain melakukan sesuatu?!"

Bu Harnum sampai terlonjak saking kagetnya. Setelah itu, hanya terpaku menatap dengan wajah syok. Ulu hatinya terasa nyeri sampai rasanya sukar bernapad. Diyan memang kerap kali membangkang, tetapi belum pernah tindakan dan kata-kata kasar si bungsu itu terasa begitu tulus hingga rasanya bagai pisau tumpul menghujam jantung. Bahkan tatapannya sekarang ini terasa sangat menakutkan.

"An---" Arka langsung bungkam saat Diyan menatapnya dengan mata nanar. Untuk pertama kalinya Arka merasa aura si bungsu itu terasa sangat mengintimidasi.

"Kalau nggak karena bosan aku juga nggak bakal keluyuran. Dari awal aku sudah nggak mau diajak ke sini, tapi kalian maksa. Ada yang aneh di sini! Waktu rasanya kayak nggak pasti. Aku bingung! Gimana bisa tiba-tiba sudah empat hari kita ada di sini, padahal rasanya baru kemarin kita sampai?!"

Bu Harnum tersenyum lembut dengan bibir bergetar, lalu mencoba untuk beralasan, "Itu karena kamu sakit dan sempat nggak sadarkan diri---"

Seperti kerasukan roh kuda liar, Diyan membentak, "Bohong!" Matanya melotot pada Bu Harnum. "Aku merasa kalian menyembunyikan sesuatu dariku. Selama ini cuma Mas Arka yang bisa ngomong sama aku lewat telepati, tapi di sini ada orang aneh bermata api yang memanggilku pagi-pagi buta dan mengatakan aku adalah saudaranya! Aku juga merasa sering hilang ingatan untuk saat-saat tertentu. Kalian pikir aku nggak tau?!"

Bu Harnum terkejut sampai-sampai kerongkongannya seperti tercekik. Sementara itu, mata sayu Arka melebar tidak percaya, dan Pak Satria adalah satu-satunya yang mampu menutupi keterkejutan dengan memasang wajah kaku tanpa ekspresi. Tanpa kata, ketiganya seperti sepakat diam dan memberi kesempatan pada si bungsu untuk meluapkan kekesalannya.

"Satu lagi!"

Diyan menunjukkan luka di punggung tangannya yang masih terus mengeluarkan bintik-bintik darah. Bu Harnum yang berada paling dekat langsung tampak lebih syok dari sebelumnya. Andai saja mata dan mulut bisa dibuka lebih lebar, ekspresi terkejutnya pasti bisa membuat siapa pun ketakutan.

"An, ini---"

Lagi-lagi Diyan menepis kasar tangan sang ibu yang hendak menyentuh tangannya. Penolakan itu membuat Bu Harnum merasakan jiwanya seperti turut terhempas. Dia mengepal jemari erat-erat, sebisa mungkin menahan emosi supaya bisa tetap tenang.

"Biasanya luka nggak pernah tahan lama di kulitku, bahkan yang paling parah sekalipun. Tapi lihat," Diyan menunjuk lukanya, "ini hanya luka kecil bekas goresan kuku, tapi nggak berhenti ngeluarin darah." Dia berhenti sejenak hanya untuk menarik napas, kemudian kembali berbicara, "Kalau yang dibilang Pak Fikri tentang jiwa kotor yang nggak bisa menginjak jembatan dan candi itu benar, apa itu artinya aku termasuk yang berjiwa kotor itu? Aku nggak mau di sini lebih lama. Aku ingin pulang ke kota sekarang juga! Pokoknya pulang sekarang!"

Bu Harnum menarik napas dalam-dalam, seolah barusan yang berteriak dan berbicara panjang lebar adalah dirinya. Sembari mengembuskan napas, dia memejamkan mata dan dua bulir cairan bening pun terdesak ke luar.

Arka tidak bisa melihat ibunya bersedih, tetapi juga tidak ingin membuat sang adik merasa lebih kesal lagi dengan menegurnya. Dia hanya mampu terpaku dengan perasaan carut-marut yang sangat menyiksa.

"Harnum, bisa tolong ambilkan handuk dan air hangat?" Pak Satria akhirnya bersuara. Sangat tenang seolah semua dalam kondisi baik-baik saja.

Tidak sanggup berkata-kata dalam keadaan menahan isak hingga leher rasanya tercekik, Bu Harnum hanya mengangguk lalu bangkit, berjalan ke kamar mandi dengan langkah-langkah lebar. Pak Satria dan Arka menatapnya prihatin, sedangkan tatapan Diyan terlihat sengit.

Sesampai di dalam kamar mandi, Bu Harnum menyandar di pintu dan menumpahkan air mata dengan suara tertahan. Dia menangis bukan karena perlakuan kasar Diyan, melainkan ada sesuatu yang menghancurkan hatinya. Sesuatu itu lebih dari hanya sekadar kata-kata menyakitkan yang terlontar dari mulut si bungsu.

Sudah semakin dekat. Karuniai kami dengan keikhlasan yang tiada batas, ya, Sang Misteri Hidup, Bu Harnum merintih dan berdoa dalam hati. Setelah itu, cepat-cepat menghapus air matanya dan bergegas melakukan apa yang harus dilakukan.

Tadi Pak Satria sengaja mengusir Bu Harnum untuk memberi sang istri waktu sendiri. Sekarang, dia yang menggantikan posisinya, duduk di samping si bungsu dan si sulung di sisi lainnya.

"Aku ingin balik ke kota sekarang." Sambil bicara Diyan membuang muka, menatap ke arah jendela.

Pak Satria masih tetap mempertahankan sikap tenangnya. Dia meraih tangan Diyan yang terluka, mengamatinya untuk yang ke sekian kali. "Kita balik setelah kamu benar-benar pulih," ujarnya, masih dengan kepala menunduk di atas tangan si bungsu.

"Aku nggak---" Diyan tidak melanjutkan perkataannya saat tanpa sengaja matanya bertemu pandang dengan Arka. Tatapan sayu nan lembut itu membuat perasaannya tidak nyaman.

"An, kayak yang Ayah bilang, kita balik ke kota setelah kondisimu pulih," ujar Arka lembut.

Pintu kamar mandi terbuka, Arka buru-buru bangkit dan menyongsong sang ibu yang keluar membawa baskom kecil berisi air hangat dan handuk kecil.

Bu Harnum tersenyum lebar, dan berkata, "Tiga hari lagi kamu ulang tahun, An. Ibu mau bikin pesta kecil-kecilan dan mengundang---"

"Aku nggak butuh! Aku cuma mau pulang!" Diyan menyergah, berteriak seperti kesetanan.

"Diyan Gaganantara!" Arka tiba-tiba menyebut nama lengkap sang adik dengan volume tinggi. Yang artinya dia sedang marah.

Bu Harnum dan Pak Satria sampai terlonjak karenanya. Mereka jauh lebih terkejut oleh suara tinggi Arka daripada teriakan marah adiknya. Bahkan Diyan juga sempat menjengit dan setelahnya membuang muka, tidak mau memandang sang kakak.

Arka telah melihat mata Bu Harnum yang memerah dan sembap, membuatnya sedikit lepas kontrol saat sang adik berteriak pada sang ibu. Dia belum pernah seperti ini sebelumnya, jujur harus diakui, setelah mengetahui jati diri sang adik dan mendapati banyak peristiwa aneh terjadi padanya, ketenangan Arka tidak lebih hanya sekadar topeng. Karena sebenarnya dia juga risau dan batin selalu waswas.

Menyadari bajwa dirinya telah lepas kontrol dan malah memperkeruh keadaan, Arka terlihat gugup serta salah tingkah. "Ma-maaf. Sepertinya aku butuh udara segar," ujarnya dengan suara serak dan goyah.

Sebelum melangkah pergi, dia menghampiri Diyan dan mengacak sayang rambutnya. "Kita bicara lagi nanti."

Diyan bergeming. Seumur-umur belum pernah mendengar Arka berbicara padanya dengan nada tinggi seperti itu, Diyan pun merasa tidak terima. Hatinya sakit sekali.

[Bersambung]

1
Aegis Aetna
ninggalin jejak dulu. nanti aku lanjut.
anggita
iklan☝+like👍 utk novel fantasi timur lokal. smoga sukses Thor
anggita
bojonegoro... jawa timur.
bang sleepy
Akhirnya sampai di chap terakhir update/Whimper/ aku bagi secangkir kopi biar authornya semangat nulis 🤭💗
bang sleepy
pengen kuguyur dengan saos kacang rasanya/Panic/
bang sleepy
brisik kamu kutu anjing! /Panic/
bang sleepy
bisa bisanya ngebucin di moment begini /Drowsy/
bang sleepy
mank eak?
diyan selalu berada di sisi mas arka/Chuckle/
bang sleepy
shock is an understatement....... /Scare/
bang sleepy
sabar ya bang arka wkwwk
bang sleepy
tetanggaku namanya cecilia trs penyakitan, sakit sakitan trs. akhirnya namanya diubah. bru sembuh
bang sleepy
mau heran tp mrk kan iblis /Drowsy/
bang sleepy
dun dun dun dunnnn~♪
bang sleepy
astaga suaranya kedengeran di telingaku /Gosh/
bang sleepy
Hah... jd raga palsu itu ya cuma buat nguji arka ama diyan
Alta [WP: Yui_2701]: Kenyataan emang pahit ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
bang sleepy
bener uga ciii /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
bang sleepy
idih idihhh
bang sleepy
nyembur wkwkwkwk
bang sleepy
Tiba-tiba cinta datang kepadaku~♪ #woi
bang sleepy
kan bener. kelakuannye kek bokem. tp dia altair
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!