ISTRI SATU MILIAR

Tidak ada yang lebih sakit dari pernikahan yang dilandasi keterpaksaan, tanpa perduli apa pun alasannya. Pernikahan, seharusnya membawa kebahagian bagi sebagian orang bila dari mereka saling mencintai, dengan dasar rasa ikhlas dalam melakukannya. Justru menjadi awal kesakitan bagi para pelakon dari pernikahan yang tidak mereka inginkan.

Dengan raga serasa remuk, dengan tulang belulang yang terasa terlepas dari tempatnya, Yura terduduk dikursi rotan dibagian beranda vila. Mata sembab itu, menatap nanar kehamparan laut luas yang seolah olah akan menumpahkan air dan menenggelamkan seluruh daratan disekitarnya.

Pikiran wanita itu menerawang jauh, mengenang akan mendiang kedua orang tuanya. Begitu juga perihal akan nasib perkawinannya dengan sang suami. Entah apa yang akan terjadi kedepannya nanti, setelah semua yang sudah dilakoni oleh dirinya dan Noah Mahendra Davis.

"YURA...!" seru seseorang dari bawah sana.

Ditegakkan tubuh lemas itu, dicondongkannya kedepan menyentuh pagar pembatas beranda. Disana nampak Jacob dan Steven tengah melambaikan kedua tangan mereka kearah dirinya. "Ya...!"

"Apa kau sudah makan siang...?" tanya Jacob.

Ada alasan dibalik pertanyaan pemuda yang memiliki wajah rupawan itu, pasalnya saat acara santap siang bersama, dirinya dan Noah tidak turut bergabung dengan mereka.

"Aku baru saja bangun, dan belum lapar" jawab Yura berbohong.

"Cepat lah makan, ini sudah lewat dari waktunya." ucap Jacob kembali, dan Steven pun ikut membumbui "nanti kau sakit. Kau butuh tenaga banyak untuk meladeni manusia batu itu"

"Iya, aku menunggu Noah dulu. Dia sedang mandi." balas Yura, dan kedua pemuda itu pun pergi menuju kebibir pantai yang terdapat sebuah gazebo disana.

Yura kembali menduduki kursi, dan melanjutkan lamunannya lagi. Tanpa menyadari jika sejak sedari tadi kedua netra sang suami sudah kembali terhunus tajam kearahnya.

"Apa uangku belum cukup..? Sampai kau masih mau menggoda mereka dengan duduk disana" ucap Noah dingin yang membuat Yura terjingkat kaget.

"Kau mau makan apa..?" tanya Yura seraya bergerak mendekati Noah. Diabaikan olehnya ucapan lelaki itu "biar aku ambilkan"

Noah mendengus kesal, ditatapnya lagi wajah pucat dengan netra yang sembab sayu itu "kita makan direstoran vila saja" ucap Noah seraya memutar badan dan melangkah keluar dari vila. Dengan susah payah, Yura mengikuti langkah lebar suaminya itu.

"Kau ini lamban sekali." ucap Noah setelah ia menghentikan langkahnya dan memutar tubuh kearah vila yang ia tempati. Noah yang tidak menangkap suara langkah kaki dari bagian belakang, tentu dibuat penasaran. Ternyata Yura tertinggal lumayan jauh dari dirinya.

Diteliti gerakan yang Yura tampilkan, dan mata itu menyipit, menelisik dari ujung rambut hingga ujung kaki wanita ayu itu. Dilangkahkan kembali kakinya menghampiri sang istri, dan siapa yang menduga jika seorang Noah akan melakukan hal semacam itu.

"Noah, aku----

Ucapan gagap Yura pun kembali harus ditelan, saat Noah membenamkan ciuman dibibirnya "aku bisa mati kelaparan kalau harus menunggumu berjalan"

Yura membulatkan matanya.

Apa ini...?

Benarkah apa yang barusan ia dengar...?

Untuk pertama kalinya, Noah berbicara dengan lembut kepada wanita yang kini berada dalam gendongannya.

Ya, kini Yura berada dalam gendongan Noah.

"Eratkan tanganmu" titah Noah dan Yura pun seketika saja menurutinya "aku tidak mau disalahkan orang tuaku karena membuatmu terjatuh" kembali Noah kewujud aslinya, berucap dengan dingin.

Yura menatap wajah yang selalu datar dan menyeramkan itu. Tampan, gumamnya dalam hati. Karena tidak ingin aksinya itu diketahui oleh sang suami, Yura membenamkan wajahnya kedada bidang pria angkuh itu.

Bukan hanya sampai disitu saja, sikap manis Noah kepada Yura.

Sesampainya direstoran vila, Noah menarik kursi berbahan rotan dengan satu kakinya, dan memindahkan tubuh Yura yang terlihat tidak baik itu dengan perlahan. Noah pun memesankan makanan special untuk istrinya itu.

Noah tidak mengindahkan, beberapa pasang mata yang terarah kepadanya. Dan bahkan ada yang mengabadikan aksinya itu dalam bentuk foto dan gambar bergerak dengan telefon genggam mereka, lalu dikirimkan kepada sang ibu yang memang tidak bisa ikut.

Dan lagi, Yura semakin dibuat tak percaya, begitu juga dengan para sepupu dan sanak saudara Noah. Kala lelaki itu meminta kepada salah satu pegawai yang mengurusi vila keluarganya, untuk memanggilkan terapis bagi sang istri.

"Panggilkan terapis terbaik untuk istriku"

Ah, sangat manis bukan...??

Tak cukup sampai disitu saja, lagi lagi semua orang hampir dibuat pingsan oleh Noah, begitu juga dengan Yura. Saat mereka usai menikmati santap siang, Noah kembali menggendong tubuh wanita itu untuk kembali kevila. Dan jangan lupakan perintahnya, agar Yura mengeratkan pegangan ditubuhnya.

Saat Yura sedang melakukan perawatan untuk mengembalikan tulang tulangnya ketempat semula, Noah menghampiri ketiga sepupunya, lalu bergabung dengan mereka.

Namun perdebatan yang tidak ia inginkan malah terjadi, kala panggilan suara dari sang kekasih masuk keponselnya.

"Jangan coba coba kau terima telefon itu..!" ucap Jacob menekan suaranya memberi peringatan.

Mata Noah menyipit, menatap tak suka kepada sepupunya itu "apa urusannya denganmu..?"

"Kau sudah menikah Noah, ingat ada Yura disana." kata Jacob seraya menunjuk kearah vila yang ditempati pasangan pengantin baru itu.

"Lantas apa masalahnya..?" sahut Noah bertanya kembali dengan ketus.

"Kau benar benar tidak waras" umpat Steven menyela "angkat lah telefon itu, atau sana kau hubungi kekasih simpananmu. Mudah untukku menghubungi bibi dan membuat paman menghibahkan sebagian sahammu kepadaku" ucap pemuda yang memiliki usia sepantaran dengan Noah. Ya, ucapan mengancam.

Ck

Noah berdecih, dan mau tidak mau mengurungkan apa yang sudah menjadi niatnya.

Berbeda dengan Jacob, yang memiliki pribadi ceplas ceplos, suka akan kekonyolan dan suka akan perdebatan. Steven adalah pribadi yang sebaliknya, anti berdebat tapi ia akan bersikap terang terangan dan lebih tegas juga tanggap dalam mengatasi setiap masalah.

Sementara robert, lebih kearah pendiam dan netral. Ia juga lebih bersikap masa bodoh dengan urusan orang lain. Tapi jika dirinya menemukan sesuatu yang tidak benar, dia akan menjadi orang nomor satu yang mengambil tindakan.

Jacob Anderson Davis

Steven Davis

Robert Alberto Davis