NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

About The Past

Cecilia kembali ke rumah dengan tangan penuh bahan-bahan segar dari pasar. Cahaya matahari pagi menyinari jalannya, memberikan semangat dan harapan untuk hari yang baru. Namun, ketika ia membuka pintu, sebuah keheningan menyambutnya.

Ia meletakkan tas belanjaannya di dapur dan memanggil, “Thomas?” Tidak ada jawaban. Cecilia berjalan melalui ruangan demi ruangan, mencari sosok suaminya, namun setiap panggilannya hanya dijawab oleh keheningan yang semakin dalam.

Cecilia berusaha menelpon terus menerus meskipun setiap panggilannya kepada Thomas tidak mendapat respons. Ponselnya terus berdering, menunjukkan bahwa panggilan itu terhubung, namun suara yang ia harapkan untuk mendengar—suara Thomas—tidak kunjung terdengar. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu, setiap langkahnya semakin cepat seiring dengan detak jantungnya yang semakin kencang.

“Kenapa dia tidak menjawab?” gumamnya sendiri, suaranya hampir tidak terdengar. Cecilia mencoba untuk tetap tenang, mengingatkan dirinya bahwa mungkin ada alasan yang masuk akal mengapa Thomas tidak bisa menjawab.

Margareta dengan langkah yang ringan dan semangat yang terbarukan, baru saja kembali dari toko jahit di sudut kota. Di tangannya, ia membawa beberapa kain cantik yang telah ia pilih dengan cermat, warna-warnanya cerah dan polanya menarik, siap untuk diubah menjadi kreasi terbaru.

Di toko jahit itu, ia menghabiskan waktu berjam-jam, berbicara dengan penjahit tentang desain dan potongan yang sempurna, berbagi tawa dan cerita tentang Cecilia yang akhirnya punya suami. Margareta selalu memiliki mata yang tajam untuk detail dan keindahan, dan toko jahit itu adalah salah satu tempat favoritnya untuk mengekspresikan kreativitasnya.

Saat ia melangkah masuk ke rumah, Margareta merasa puas dengan pembelian hari itu. Ia sudah membayangkan bagaimana ia akan menghabiskan sorenya, duduk di dekat jendela yang terbuka, mesin jahitnya berdengung, sambil menciptakan sesuatu yang indah dari kain-kain tersebut untuk anak dan menantunya.

“Cecilia, kamu sudah kembali. Bagaimana pasarnya hari ini? lihatlah kain kain ini, aku akan membuat sesuatu untukmu dan Thomas” kata Margareta.

“Pasarnya ramai. Kain-kainnya sangat indah.” Kata Cecilia.

“Aku berpikir untuk membuat baju baru untukmu dan mungkin jaket untuk Thomas. Warna-warnanya cerah, sempurna untuk musim yang akan datang.”

“Itu ide yang indah, Ibu. Thomas pasti akan suka. Aku akan pergi ke kamar, untuk menelponnya. Thomas pergi dan belum kembali..”

“Jangan khawatir, sayang. Mungkin dia sedang menikmati keindahan Meridian— Aku yakin dia akan segera menghubungimu.”

Cecilia melangkah masuk ke kamarnya, sebuah ruangan yang penuh dengan kenangan masa lalu. Setiap sudut, setiap benda, tampaknya masih sama seperti sebelum dia memutuskan untuk pergi dan tak kembali.

Cecilia menyadari sesuatu, ketika menatap dinding kamar yang terpampang berbagai macam kartu undangan yang dulu sengaja dia tempel disana. Berbagai referensi yang dia kumpulkan untuk pernikahannya dengan sang kekasih.

“Kenapa ibu tidak membuangnya.” Gumamnya sendiri. Cecilia merasakan setiap kartu undangan yang ia copot seperti melepaskan sebagian dari masa lalunya yang ingin ia tinggalkan. Setiap kartu adalah pengingat dari kenangan yang, meskipun pahit, telah membentuknya menjadi orang yang ia adalah hari ini. Dengan setiap kartu yang dilepas, ia merasa seolah-olah ia sedang membersihkan jiwa dan ruang hidupnya, mempersiapkan diri untuk bab baru dalam hidupnya yang akan ia tulis bersama Thomas.

Di tengah keheningan kamar itu, hanya suara kartu yang terlepas dari dinding dan laci yang terbuka. Cecilia berdiri di tengah kamar yang kini semakin kosong, merenungkan keputusannya untuk membuang kenangan-kenangan itu. Ia tahu bahwa untuk melangkah maju, ia harus melepaskan beban masa lalu, meskipun itu berarti menghadapi luka-luka yang telah lama ia sembunyikan.

Dengan napas yang dalam, Cecilia menatap kamar yang kini telah berubah. Ia merasa lebih ringan, lebih siap untuk menghadapi masa depan dan semua kemungkinan yang akan datang bersama Thomas, di rumah yang penuh dengan cinta dan harapan baru.

Cecilia menemukan sebuah foto yang tersembunyi di antara lembaran-lembaran kenangan lama. Foto itu, sebuah jendela ke masa lalu, menampilkan dirinya bersama mantan kekasih, berdua tertawa dalam kebahagiaan yang kini hanya tinggal bayang. Mereka berdiri di ambang janji-janji yang tak pernah terpenuhi, sebuah kisah cinta yang hampir berujung di altar pernikahan. Namun, takdir berkata lain, dan kini foto itu menjadi saksi bisu dari mimpi yang gagal terwujud. Cecilia memandang foto tersebut, merasakan pahit manis kenangan, namun ia tahu, setiap akhir adalah awal yang baru, dan pencariannya akan terus berlanjut.

Dengan detak jantung yang memburu, jari-jarinya gemetar sedikit, Ada rasa takut yang mendalam bahwa Thomas, suami yang kini berbagi hidup dengannya, mungkin akan menemukan gambar tersebut. Dengan cepat, ia menyembunyikan foto itu ke dalam lipatan masa lalu, ke tempat di mana kenangan pahit tak akan pernah mengganggu harmoni yang telah ia bangun bersama Thomas. Cecilia tahu, untuk melangkah maju, ia harus melepaskan apa yang telah berlalu.

Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Cecilia mengambil korek api. Api yang muncul dari gesekan itu seakan membawa janji pembebasan. Tanpa ragu, ia mendekatkan nyala api ke sudut foto lusuh yang memang sempat terbakar—yang telah lama menyimpan kisah-kisah yang tak lagi ingin ia kenang. Api itu dengan cepat melahap kertas, memutar dan menari di atas angin, mengubah setiap pixel kenangan menjadi abu. Cecilia menatap api yang berkobar, merasakan setiap detik masa lalu itu menguap bersama asap yang mengepul. Di sana, di hadapan api yang menyala, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi terbelenggu oleh bayang-bayang masa lalu, melainkan melangkah maju menuju cahaya masa depan bersama Thomas—suami yang berusaha dia cintai.

Dengan langkah yang tergesa-gesa, Cecilia meninggalkan kenangan masa lalunya yang baru saja ia lepaskan ke dalam pelukan api. Suara Margareta, ibunya, memecah kesunyian, mengingatkannya pada tugas-tugas sehari-hari yang tak bisa diabaikan. "Cecilia, kemarilah, kau belum menyiapkan makanan untuk suamimu," teriak Margareta dari ruang lain.

Cecilia menarik napas dalam, membiarkan aroma dapur yang sudah seperti rumah kedua baginya itu mengisi paru-parunya. Ia mengangguk, seakan memberi tahu dirinya sendiri bahwa ini adalah bagian dari kehidupan barunya, kehidupan di mana ia adalah pilar bagi keluarga yang ia bangun.

Dengan nada yang penuh harapan dan mata yang berbinar, Margareta menatap Cecilia Anastasia, putrinya yang kini telah menjadi istri. "Ibu sangat senang akhirnya kau punya suami. Cucu tak akan muncul sendiri," ucapnya dengan senyum yang merekah.

"Cucu?" gumam Cecilia dalam hati, sebuah kata yang bergema dengan berbagai emosi. Di balik senyum yang ia paksa muncul, tersembunyi keraguan dan pertanyaan yang tak terucap. Bagaimana mungkin, pikirnya, ia bisa memenuhi harapan itu, ketika pernikahannya dengan Thomas dibangun bukan atas dasar cinta yang mendalam, melainkan alasan-alasan yang lebih praktis? Dalam diam, ia merenung, mencari jawaban atas dilema yang kini menghantui pikirannya.

Hari pernikahan Cecilia tersimpan dalam ingatannya seperti pola renda halus di ujung gaunnya. Matahari, saksi emas, memandikan pantai tempat upacara berlangsung. Aroma melati tergantung di udara, bercampur dengan kegembiraan gugup yang bergetar di dadanya.

Saat ia berjalan menuju altar, matanya mencari Thomas yang berdiri tegak di altar. Pandangan mereka bertemu, dan pada saat itu, Cecilia melihat campuran keteguhan dan ketidakpastian. Pernikahan mereka tidak lahir dari cinta yang bergairah; itu adalah pengaturan praktis, penggabungan keluarga, janji untuk menjunjung tradisi.

Janji yang mereka tukarkan adalah khidmat, namun kata-katanya terasa jauh, seolah diucapkan oleh orang lain. Cecilia ingat beratnya cincin berlian meluncur ke jarinya—simbol kewajiban, bukan keinginan. Tamu-tamu bertepuk tangan, dan dia tersenyum, menyembunyikan rasa sakit yang bersembunyi di balik kerudung pengantinnya.

Resepsi berlangsung seperti tarian yang telah diskenariokan. Dentingan gelas, tawa, pelukan selamat—semua bagian dari pertunjukan. Namun ketika bulan terbit, menciptakan cahaya perak di taman, Cecilia mencuri momen sendirian. Dia berdiri di samping air mancur, jarinya mengikuti permukaan air, dan bertanya-tanya tentang jalan yang telah dia pilih.

Apakah sudah terlambat untuk bermimpi tentang cinta? Bisakah dia menemukan kehangatan dalam persahabatan yang stabil dari Thomas? Saat malam berbisik rahasia, Cecilia berjanji untuk...

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!