Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
...~Happy Reading~...
“Sayang, kamu lihat apa?” tanya Nyai Nilla mengerutkan dahi nya.
“Itu ... “ Aca menunjuk ke arah balkon dimana ternyata Khalifa yang sedang berdiri dan seperti sedang berdebat dengan seseorang, “Kok ante lifa pakai baju sepelti itu,”
“Baju?” Aca menganggukkan kepala nya, “Ayo Eyang, Aca mau lihat ante Lifa, Aca mau ketemu. Aca mau lihat!”
“Sayang sebentar lagi acara di mulai. Ayah sudah siap, dan nanti tante Lifa juga akan turun, kita sabar dulu ya?”
“Gak mau!Aca mau sama ante Lifa, Aca mau baju kaya ante Lifa! Aca gak mau pakai baju ini, Eyang ayo Eyang!” Dan akhirnya drama pun di mulai, Aca yang terus meronta menangis di gendongan eyang nya membuat Nyai Nila yang sejak tadi sudah merasa sedikit kewalahan jadi semakin kewalahan.
“Astagfirullah, Aca jangan seperti ini Nak.” Tangisan Aca semakin tak terkendali, hingga tiba tiba sapaan seorang laki laki membuat tangisan nya terhenti.
“Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu?”
“Maaf, saya ingin bertemu dengan gus Hilal, apakah masih bisa?” tanya nya dengan raut wajah serius.
“Hilal—“ Baru saja Nyai Nilla hendak menjawab, tiba tiba sosok yang di cari sudah muncul dari balik pintu rumah dan hendak menuju tempat akad, yang di adakan tepat di depan rumah Khalifa, “Nah itu dia. Langsung ke sana saja Nak.”
“Baik, terimakasih,”
“Mau ikutttt!” seru Aca tiba tiba membuat langkah laki laki itu terhenti dan kembali menoleh.
“Aca gak boleh gitu.”
“Aca mau ikut ante Lifa gak buleh, mau ikut om itu juga gak buleh. Telus Aca ikut siapa Eyang! Kunapa Aca gak buleh sama siapa siapa, Eyang nakal huaaaa!” Dan akhirnya tangis nya kembali terdengar hingga membuat beberapa tamu yang sudah mulai berdatangan menoleh.
“Tidak apa Bu, biar saya gendong.” Ujar laki laki itu tersenyum membuat senyuman Aca kembali mengembang walau wajah nya masih berlelehan air mata.
Bingung, tentu saja hal itu di rasakan oleh nyai Nila. Pasal nya, Aca sangat sulit dekat dengan orang asing. Jika dengan santri atau pengawas di Pondok, itu sudah hal biasa karena memang mereka sering bertemu. Akan tetapi, jika dengan tamu Hilal hari ini, jangankan Aca, bahkan nyai Nila saja baru kali ini bertemu dan melihat wajah nya.
“Halo cantik, siapa nama kamu hem?”
“Aca! Cantik kan? Yang kasih nama ante Lifa loh! Om na nama nya siapa?” tanya Aca sambil mengalungkan kedua tangan n ya di leher laki laki itu.
Belum sempat pertanyaan nya di jawab, kini keduanya sudah tiba di depan rumah Hilal, tepat nya di teras. Laki laki itu langsung mengucapkan slam yang langsung di sambut oleh Hilal.
“Aca, sama Eyang dulu ya. Biar Ayah bicara sama om nya dulu! Sebentar saja,” ujar Hilal menyuruh putri nya agar turun.
“Aca di usil telus. Aca sebel ih,” gadis itu memanyunkan bibir dengan begitu gemas hingga membuat laki laki yang menggendong nya terkekeh gemas.
“Cantik, nanti ketemu Om lagi. Nanti om akan gendong lagi, tapi sekarang cantik sama Eyang ya? Om mau bicara penting sama Ayah.” Ujar laki laki itu ikut membujuk.
“Bicala apa?” tanya Aca memiringkan kepala nya sambil menatap lekat laki laki asing yang kini menggendong nya.
“Pekerjaan, tentang pekerjaan.” Jawab nya terpaksa berbohong.
“Ah kulja kulja telus. Kemalin kulja, sekalang kulja juga, besok kulja lagi, ahhh capek!” keluh Aca langsung menghela napas nya kasar.
“Hanya sebentar sayang, ayo turun!” ajak Hilal mengulurkan kedua tangan nya untuk menggendong Aca lalu ia turunkan agar kembali bersama dengan sang nenek. Tidka menolak, dengan terpaksa Aca berjalan kembali menuju tenda dimana kini eyang nya tengah bicara dan mengobrol bersama oma Chila.
Sepanjang jalan, gadis kecil itu terus menggerutu seolah tidak terima karena ayah nya lebih mementingkan pekerjaan di banding dirinya. Ia ingin menemui tante kesayangan nya, tapi di larang. Ingin bersama sang ayah juga di larang.
‘Olang gede sebelin, kelja kelja kelja telus. Kasihan anak kecil na di tinggal telus!’ gerutu nya di sepanjang jalan menuju sang eyang.
...~To be continue ... ...