Nadira Ghautiah hanyalah seorang gadis berhijab yang kesehariannya bekerja sebagai akuntan. Ia tak menyangka hidupnya akan berubah 180 derajat saat bertemu seorang pria yang dikejar-kejar pembunuh.
Situasi itu membawanya pada posisi rumit nan mencekam. Kejadian demi kejadian yang berbahaya terus mengikutinya. Demi keselamatan hidupnya, ia terjebak dalam pernikahan paksa dengan Arsenio Harrington, Sang Pewaris tunggal kerajaan bisnis Harrington.
Mampukah Nadira menerima kenyataan pernikahan yang jauh dari bayangannya dan menerima fakta bahwa suaminya adalah seorang pewaris yang dingin dengan masa lalu kelam.
Bagaimana kisah selanjutnya? Nantikan hanya di novel Cinta Sejati Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CSSP Ep. 17
Nadira terbangun di sebuah ruangan asing. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan pandangnya dengan langit-langit kamar yang serba putih. Di pojok, dekat jendela, dalam kegelapan, seorang pria duduk memangku cemas. Sudah 10 jam ia duduk seperti itu, menunggui sang gadis menjemput pagi.
Nadira berusaha bangun dari posisi berbaringnya namun kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit. "Ugh, di mana ini?" ujarnya seraya mengedarkan pandangannya.
"Jangan bangun, efek kloroformnya mungkin belum hilang," ucap Arsen sweats bangkit dari duduknya.
"Pak Arsen?"
"Istirahatkan dirimu, sarapan lalu temui saya di ruang baca pukul 12 siang, jangan terlambat."
Setelah mengatakan itu, Arsen pergi dari sana. Meninggalkan banyak tanya dalam kepala Nadira. Setelah kepergian Arsen, dua orang pelayan wanita masuk, membawa serta makanan dan pakaian.
"Selamat Pagi, Nona Nadira. Ini sarapan Anda dan beberapa pakaian yang sudah disiapkan Tuan Muda. Setelah sarapan dan menyiapkan diri, Tuan Muda akan menunggu Nona. Kami akan menunggu di luar," ucap salah seorang dari mereka, lalu setelah itu mereka pergi.
Nadira mulai memakan sarapannya meski ia tak tahu apa yang terjadi. Seingatnya, kemarin sore seseorang membawanya pergi, ia rasa ia diculik dan disekap di sebuah ruangan kumuh. Mungkinkah Pak Arsen menyelamatkannya?
***
Di ruang baca, Arsen tengah terduduk, membaca berkas-berkas. Pintu diketuk, ia mempersilahkan seseorang untuk masuk. Nadira muncul di daun pintu.
"Ada apa Pak Arsen mencari saya? Dan kenapa saya ada di rumah Pak Arsen?" tanya Nadira begitu tiba di hadapan Arsen.
Arsen menghentikan aktifitasnya seketika lalu beralih kepada gadis di hadapannya. "Duduk," pintanya. Nadira pun duduk.
Arsen tampak mengeluarkan sebuah dokumen dari laci meja kerjanya. Ia menyodorkan berkas itu ke hadapan Nadira, mempersilahkan gadis itu membacanya seksama.
"Apa ini, Pak? Perjanjian Pranikah?" mata Nadira membulat saat melihat namanya dan Arsen tercantum di sana.
"Kamu tahu itu dengan jelas, menikahlah dengan saya, dan saya akan menjamin semua kehidupanmu," ujar Arsen serius. Entah kapan pastinya ia membuat keputusan itu.
"Pak Arsen gila, ya?! Saya tidak mau! Saya tidak akan pernah mau. Pernikahan seharusnya didasari atas cinta dan persetujuan bersama bukan paksa seperti ini!" Nadira berontak. Bukankah Arsen sudah keterlaluan?
"Saya tidak peduli cinta atau suka. Setujui saja dan semuanya akan diatur," ujarnya lagi enteng. Bagi Arsen pernikahan hanyalah sebuah formalitas belaka. Jika bukan desakan Kakeknya, Arsen tak akan pernah menikah.
"Apakah kehidupan orang kaya seperti itu? Tentang mengatur, mengelola, untung dan rugi saja?" Nadira bersungut. Arsen masih berusaha bersabar akan itu, padahal hatinya kesal bukan main. Beraninya Nadira menentang dia?
"Terserah bagaimana caramu memandang saya. Dua hari, kamu punya waktu dua hari untuk memutuskannya. Sebelum dua hari itu, jangan harap kamu bisa pergi, Nadira."
Arsen beranjak dari duduknya, melewati Nadira yang penuh tanda tanya di kursi sana.
"Anda tak bisa melakukan ini pada saya, Pak Arsen!" teriak Nadira berbalik. Ia melempar dokumen itu tepat ke punggung Arsen, membuat pria itu kehabisan kesabarannya.
Arsen berbalik dan mencengkeram lengan Nadira dan merapatkan punggungnya ke dinding. "Beraninya kau, Nadira? Kau pikir kau siapa?" Arsen mendesis marah.
Nadira beringsut takut, Arsen yang marah seperti ini sangat menakutkan di matanya. Siapapun seolah bisa lenyap dengan pandangan mematikan itu. Tubuh Nadira bergetar hebat.
"Jika bukan karena saya yang menyelamatkan kamu dari berandalan itu, sekarang kamu hanyalah berupa mayat yang tak dikenali!" sentak Arsen lebih keras. Seolah kata-kata kasar itu dapat meluluhkan Nadira.
"Pikirkan baik-baik, saya tak segan-segan menyerahkanmu kembali kepada mereka. Menikah dengan saya atau terima ajalmu dengan mengenaskan."
Setelah mengungkap kata-kata kejam itu, Arsen pergi, meninggalkan debam pintu seiring dengan kepergiannya.
Nadira luruh ke lantai, tangisnya juga luruh ke pipi. Ia terisak kemudian tersedu sedan. Hanya menangis yang kini bisa dilakukannya. Perih mengiris jiwanya.
Lirih menghardik takdir. Beginikah jalan hidup dan takdirku, Tuhan? Tangisnya merembas hingga ke hijab berwarna kebiruan. Tangannya terkepal kuat, antara kesal dan tak berdaya.
"Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya pada dinding abu tua. Harap-harap ia lebih mengerti arti kedukaan dibanding si Tuan.
salam kenal untuk author nya