"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maafnya, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Ridho Ahmad Wibowo dari awal sekolah sangat tidak suka dengan gadis bernama Rahma. Bahkan tak segan-segan membully walaupun gadis itu tidak salah apa-apa.
Namun, takdir berkata lain dimasa depan ia malah menikahi gadis itu dengan perjuangan yang tak mudah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WidiaWati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa lalu
Flashback on
Seorang gadis berjalan hendak keluar dari kelas, tapi seorang pemuda tampan, sombong dan angkuh menghalangi jalan gadis itu dengan kakinya. Sehingga membuat gadis itu terjatuh ke lantai.
"Aduh.." Gadis itu mengaduh kesakitan dan sontak membuat pemuda itu ketawa bersama teman-temannya.
"Hahaha, rasain lo makan tuh lantai, emang enak. Siapa suruh lo sekolah di sini, sekolah ini nggak cocok buat lo," ucap pemuda itu yang mengundang gelak tawa teman-temannya.
Pemuda itu tak lain adalah Ridho Ahmad Wibowo anak pengusaha sukses di kotanya, anak dari Hermana Wibowo.
"Aduh...Kasian amat nasib lo. Makanya tau diri dong orang miskin kok sekolah di sini. Mendingan lo pindah aja deh dari sini, dari pada nasib lo lebih buruk lagi dari ini," ujar pacar Ridho yang bernama Sinta, ikut-ikutan menghina gadis yang tak lain bernama Rahma.
Rahma hanya diam saja, dia mencoba untuk berdiri dan saat dia melangkah keluar, lagi-lagi teman Ridho bernama Indra juga menghalangi kakinya, hal sama ia lakukan seperti Ridho. Gadis itu terjatuh kedua kalinya dengan posisi mencium kaki Ridho.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak dan tiga teman Ridho lagi di kelas yang berbeda menyaksikan itu agak heran. Tiga temannya itu, baru saja ke depan kelas Ridho untuk mengajaknya ke kantin bersama. Mereka adalah Fiko, Dino, dan Tito. Salah satu dari mereka ada yang tidak tega melihat Rahma, tapi dia tidak bisa menolong karena takut dengan Ridho ketua geng motornya.
"Cium tuh kaki gue," ucap Ridho sambil ketawa.
Gadis itu tetap saja diam, tidak mengeluarkan kata-kata apa pun. Ia mencoba menahan tangisnya. Dino yang tidak tega melihat gadis itu di bulli oleh Ridho, Sinta dan juga Indra mencari cara agar mereka menghentikannya.
"Bro kantin yuk, gue laper nih. Nanti jam istirahat habis bisa-bisa kita nggak bisa makan," ajak Dino dengan wajah memelas sambil memegangi perutnya kayak orang udah lama nggak makan.
"Iya Bro gue juga laper, cacing gue pada demo minta makan nih dalam perut," ucap Fiko yang ikut-ikutan Dino memegangi perutnya.
Sedangkan Tito hanya diam, tidak berkata apa-apa. Ia juga heran, sejak kapan mereka berdua jadi kompak begini, pikirnya.
Ridho melihat dua temannya itu seperti orang kelaparan jadi ingat kalo sebenarnya ia juga lapar. Tapi gara-gara seru membulli Rahma dia jadi lupa.
"Yaudah kita ke kantin, sebenarnya gue juga laper sih, ayo Sin kita ke kantin," ujarnya dan pergi ke kantin saat itu juga.
"Bro, kok gue tinggal sih. Ah nggak asik lo Bro, teman sendiri masa ditinggal." Indra berlari mengejar Ridho dan teman-temannya.
Rahma masih menahan tangisnya, ia berlari ke belakang sekolah yang ada taman di sana. Ia mendudukan diri di bangku taman itu di bawah pohon nan rindang. Di sana ia mencurahkan kesedihannya, menangis hingga semua beban yang ia hadapi saat ini hilang.
"Mungkin memang begini nasib orang miskin sepertiku, dan aku nggak boleh menyerah. Aku harus bisa lulus di sekolah ini. Ya allah kuatkan hamba menghadapi orang-orang di sini. Mundah-mudahan hamba bisa lulus di sekolah ini dan masuk ke universitas yang terbaik, amiin."
Beberapa saat kemudian, jam istirahat selesai. Rahma menghapus air matanya dan berdiri, berjalan perlahan meninggalkan taman itu.
Di kelas
Buk Siska memasuki ruangan itu, semua mata tertuju padanya.
"Siang anak-anak," sapa buk Siska
"Siang Buk..." Semua murid menjawab sapaan itu.
"Hari ini ibu akan membagikan kertas hasil ulangan fisika kemaren, dan ibu harap bagi nilainya di bawah rata-rata, bisa memperbaiki nilainya kembali. Dan bagi nilainya di atas rata-rata pertahankanlah nilai tersebut, kalo bisa di tingkatkan lagi, kalian tingkatkanlah.
Baiklah ibu akan memanggil nama dari urutan nilai terendah, Ridho."
Ridho pun berdiri dan berjalan mendekati Buk Siska.
"Kenapa nilaimu bisa seperti ini? Apa yang kamu tulis ini. Nomor satu gue nggak tau, nomor dua gue nggak suka fisika, nomor tiga gue ngantuk, nomor empat makin ribet soalnya, nomor lima ah tidur aja lah. Nomor enam sampai sepuluh kosong. Kamu ini niat sekolah atau tidak. Kelakuan kamu makin hari makin bandel aja, kapan sih kamu ini berubah. Wajah aja yang ganteng tapi kelakuanmu jelek." Buk Siska tampak lelah menghadapi siswanya itu.
Semua mata tertuju pada Ridho, ia hendak tertawa tapi ia tahan karna takut pemuda itu akan marah.
"Selamat kamu mendapat nilai paling rendah, kamu mendapatkan nilai nol. Dan Ibuk harap kamu berubah, jangan kamu ulangi lagi hal ini," sambung Buk Siska.
"Terima kasih Buk," ucapnya enteng dan mengambil kertas ulangannya.
Sudah 5 nama murid yang terpanggil, sekarang Buk Siska memanggil Sinta. Sinta pun kedepan menghampiri gurunya itu.
"Kamu mendapatkan nilai enam puluh, ini masih di bawah rata-rata, perbaiki lagi nilai kamu," tegas Buk Siska.
"Baik Buk," jawab Sinta dan kembali duduk di bangkunya.
Setelah Sinta Buk Siska memanggil Rani yang mendapatkan nilai yang sama dengan Sinta.
Kemudian, Buk Siska kembali lagi memanggil nama yang akan maju ke depan untuk mengambil kertas ulangan. Beberapa saat kemudian, Buk Siska memanggil nama Indra, pemuda itu maju ke depan.
"Selamat nilai ulangan mu meningkat, kamu dapat nilai delapan puluh. Ibuk harap ulangan selanjutnya lebih baik, semangat Indra." Buk Siska tersenyum karna ada peningkatan dengan nilai Siswanya tersebut.
Indra mengambil kertas ulangan nya dan melihat nilai yang tertera di sana.
"Astaga, gue nggak nyangka bisa dapat nilai delapan puluh. Biasanya dapat nilai di bawah enam puluh. Nggak sia-sia emak gue marah-marahin gue buat belajar. Emak pasti seneng ini," ucap Indra dalam hati sambil tersenyum.
Indra adalah anak dari keluarga atas, tetapi walaupun termasuk kaya Ibunya Indra tidak suka dengan panggilan mama, mami, bunda, atau ibu. Dia lebih suka di panggil emak, maka dari itu Indra memanggilnya dengan sebutan emak.
Dan terakhir Buk Siska memanggil nama Rahma, gadis itu berjalan menghampiri guru fisika itu.
"Selamat Rahma, kamu membuat Ibuk bangga. Nggak sia-sia ibu mengajar selama ini. Kamu dapat nilai paling sempurna, nilaimu seratus. Pertahankan nilaimu itu," ujar Buk Siska sambil tersenyum dan memberikan kertas ulangan itu pada Rahma.
"Baik Buk, terima kasih," jawab Rahma dan kembali duduk.
"Baiklah nilainya sudah Ibuk bagikan semua, dan Ibuk berharap kalian bisa seperti Rahma. Contohlah dia, terutama kamu Ridho," sambung Buk Siska sambil menunjuk siswa paling bandelnya.
"Apa-apaan sih Buk Siska masa gue di suruh contoh cewek aneh itu. Di mana letak keistimewaannya coba, heran gue guru-guru selalu bandingin gue sama cewek itu," kata batin Ridho mengumpat kesal.
Terimakasih telah membaca😇