Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalah Lagi
Sepuluh menit kemudian Nina sampai di kantor Abi. Dia berjalan cepat ke arah lift dan hanya menganggukkan kepalanya pada resepsionis. Nina masuk ke lift khusus petinggi kemudian memencet tombol 19.
Abi masih berkutat dengan laptopnya ketika Nina masuk ke ruangannya. Di meja sofa, dia melihat kotak makanan dari restoran ternama. Kening Nina berkerut melihatnya.
“Mas, ini udah ada makanan. Kenapa masih minta aku ke sini?”
“Itu makanan buatmu? Mana bekal yang kamu buat?”
Nina mengeluarkan kotak bekal dari dalam tote bag. Kemudian berjalan mendekat ke arah Abi. Disodorkannya kotak bekal itu pada lelaki tersebut.
“Suapin!”
Nina melongo mendengarnya. Untuk sesaat dia terdiam, Abi menjetikkan jarinya membuat Nina tersadar. Nina menarik kursi lalu duduk di samping Abi.
“Mas kan bisa makan sendiri, kenapa minta disuapin sih,” kelutus Nina.
“Tanganku cuma dua dan sedang kupakai untuk mengetik.”
Nina hanya mengatupkan mulutnya. Percuma saja berdebat dengan Abi, karena lelaki itu tidak akan mau kalah. Nina mulai menyuapi Abi. Mata Abi terus saja melihat ke arah laptop, hanya mulutnya yang terbuka ketika makanan sudah ditelannya. Akhirnya makanan yang dibawa Nina tandas juga. Nina memberikan minum pada Abi.
“Sekarang kamu makan dulu. Terus tunggu di sini sampai aku selesai kerja.”
Tanpa menjawab, Nina menuju sofa. Dia mulai memakan makanannya. Abi melirik ke arah gadis itu. senyum tipis tersungging di bibirnya. Kemudian dia kembali melanjutkan pekerjaannya.
☘️☘️☘️
Jarum jam menunjukkan pukul lima sore. Abi membereskan berkas-berkas yang ada di mejanya. Kemudian dia menghubungi Kamal untuk membawakan kursi rodanya dari bagasi mobil.
“Mas.. kenapa kursi rodanya ditaruh di bagasi mobil? Kalau mas mau ke ruang meeting gimana?”
“Mereka aku suruh meeting di sini. Kalau cuma buat ke kamar mandi atau shalat, aku jalan pelan-pelan aja.”
Nina hanya manggut-manggut saja. Abi cukup lega karena Nina tidak mencurigainya. Tak lama Kamal datang. Nina mengambil kursi roda dari Kamal kemudian membantu Abi pindah ke kursi roda.
Nina dan Abi masih menunggu lift ketika Cakra keluar dari ruangannya. Pria itu segera menghampiri Abi. Dia berdecak sebal karena lagi-lagi temannya itu bermain drama di depan Nina. Ingin rasanya dia menjungkalkan kursi roda Abi.
Ketiganya masuk ke dalam lift ketika kotak besi itu terbuka. Sesekali Cakra melirik ke arah Nina. Abi menatap geram pada sahabatnya ini. Melihat Abi geram, Cakra malah bertambah senang menggoda.
“Nin, katanya kamu udah putus sama tunangan kamu?”
“Iya mas.”
“Eh kamu ngapain manggil dia mas? Cuma aku yang boleh kamu panggil mas. Kalau dia panggil aja abang, uda, om, atau opa,” sewot Abi. Cakra mendengus sebal ke arah Abi. Nina memutar bola matanya, Abi mulai otoriter.
“Berarti kamu available sekarang ya. Boleh dong daftar,” Cakra mengedipkan matanya pada Nina. Abi melotot ke arah Cakra.
“Duh bukannya nolak bang. Kalau aku sama bang Cakra, judulnya keluar dari mulut buaya masuk mulut singa.”
“Hahahaha..”
Abi tertawa puas mendengar jawaban Nina. Cakra sampai keki mendengar tawa Abi yang terkesan mengejek. Pintu lift terbuka, Nina mendorong kursi roda Abi. Karyawan yang sedang berada di lobi sontak melihat ke arah bosnya. Tadi pagi bosnya itu sudah bisa berjalan masuk ke kantor, kenapa sekarang menggunakan kursi roda lagi.
“Mas.. itu karyawannya kenapa ngeliatin gitu?”
“Wajar aja sih lihat bos ganteng,” jawab Abi enteng.
Nina meledek Abi dengan mimik wajahnya membuat Cakra tergelak.
“Terus aja ngeledek Nin. Sampe rumah aku bakal kasih hukuman sama kamu.”
Nina menyebikkan bibirnya ke arah Abi. Dia terus mendorong kursi roda sampai ke depan mobil yang sudah terparkir di depan pintu masuk gedung. Kamal membukakan pintu untuk Abi kemudian segera duduk di belakang kemudi.
“Bang, tolong bantuin pindahin mas Abi ke mobil.”
Abi langsung melihat ke arah Cakra. Lewat tatapan matanya dia meminta Cakra untuk pergi.
Heleh dasar kampret, modus aja lo Bi.
“Ogah.. suruh dia masuk sendiri. Aku pergi dulu, bye..”
Cakra segera berlalu, Nina melongo dibuatnya. Akhirnya Nina segera memapah Abi. Pria itu merengkuh bahu Nina dengan erat hingga tubuh mereka tak berjarak. Sedikit demi sedikit Abi menggerakkan kakinya masuk ke dalam mobil. Saat sudah duduk dengan sengaja Abi menarik Nina hingga terjerembab di atasnya.
“Kamu kayanya seneng banget ya jatuh di badanku. Ngga nyadar apa kalau kamu itu berat.”
Nina bersusah payah bangun. Saat bangun kepala terantuk pinggiran pintu, Nina meringis kesakitan. Abi juga terkejut melihatnya. Dia segera menggeser tubuhnya, lalu menarik Nina duduk di sampingnya. Abi menarik pintu mobil hingga tertutup lalu memeriksa kepala Nina.
“Aduh sakit mas hiks.. hiks..”
Kepala Nina berdenyut, benturan tadi cukup keras dan membuat kepalanya sakit. Dia sampai mengeluarkan airmata. Abi segera memeriksa kepala Nina yang terkena benturan. Ada sedikit guratan di kulit kepala gadis itu. Abi mengusap-ngusap bagian yang terantuk dengan tangannya lalu meniupnya pelan. Dada Nina berdesir ketika merasakan tiupan di kepalanya.
“Masih sakit?”
“Iya.”
“Makanya hati-hati.”
“Mas Abi nyalahin aku mulu. Aku kejedot kan gara-gara mas Abi juga hiks..”
“Iya... iya aku minta maaf. Udah jangan nangis lagi.”
Abi kembali mengusap puncak kepala Nina. Lalu membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Tanpa sadar Abi mencium puncak kepala Nina, membuat tubuh gadis itu menegang. Dadanya berdebar kencang, dirematnya ujung jas Abi. Tak dipungkiri Nina juga menikmati momen ini.
☘️☘️☘️
Sesampainya di rumah, Nina dikejutkan dengan keberadaan Danial. Pria itu sedang berbincang santai dengan kedua orang tua Abi. Rahma yang melihat Nina segera memanggilnya, lalu mengajaknya duduk di sampingnya. Abi yang tak suka dengan kehadiran Danial, ikut nimbrung. Rahma melihat kesal pada anakknya yang masih saja menggunakan kursi roda.
“Nin.. kata Danial, kalian dulu satu sekolah dan pernah dekat ya.”
“Iya tante, kak Nial kakak kelasku.”
“Danial itu calon mantu gagal,” seru Teddy sambil terkekeh. Nina melirik pada Danial yang terlihat salah tingkah.
“Sama Sekar maksudnya om?”
“Ya iyalah Sekar masa sama aku,” celetuk Abi.
“Ish.. nyamber aja kaya bensin,” gumam Nina pelan namun masih terdengar oleh Rahma dan Teddy, membuat keduanya terkekeh.
“Oke kalian teruskan saja bicaranya, mama sama papa mau ke kamar dulu.”
Teddy berdiri lalu merangkul istrinya masuk ke dalam kamar. Kini hanya tinggal mereka bertiga saja. Danial berpindah duduk di dekat Nina. Abi bersiaga di dekat Nina, tak ingin sampai Danial menyentuhnya apalagi membawanya pergi.
“Kabar kamu gimana Nin? Aku surprise loh ternyata kamu jadi perawatnya Abi.”
“Alhamdulillah baik. Semua orang di sini juga baik dan kasih dukungan yang baik buatku. Aku harap bisa secepatnya membantu mas Abi pulih.”
“Syukurlah, tapi aku harap kamu ngga sampai kena cilok ya.”
“Kenapa? Ngga suka? Aku sama Nina bakalan cilok atau ngga bukan urusanmu.”
“Kamu jangan kasih harapan ke Nina. Jangan sampai Nina sakit hati karena kedua orang tuamu tak menyetujui hubungan kalian.”
“Bukankah ucapan itu seharusnya kakak ucapkan pada diri sendiri. Aku pikir tuan dan nyonya Teddy berpikiran terbuka, tidak berpikiran kolot seperti seseorang,” sindir Nina.
“Nin..”
“Nina.. aku mau mandi. Ayo bantu aku dan siapin baju buatku.”
Abi langsung menyela perkataan Danial. Dia menggerakkan kursi rodanya, tak lama Nina menyusul di belakangnya. Danial menatap kesal ke arah Abi.
Kamu boleh menang sekarang Abi. Tapi aku pastikan akan merebut Nina lagi darimu. Hanya diriku yang dicintainya, kamu tak lebih selingan untuknya. Cinta Nina hanya untukku dari dulu hingga sekarang.
Danial segera pergi dari kediaman Hikmat tanpa berpamitan pada sang empu rumah. Bahkan ketika dirinya berpapasan dengan Juna, laki-laki itu tidak berkata apa-apa. Juna juga tak mempedulikannya. Sejak dulu dia memang tidak terlalu menyukai Danial.
Sementara itu di dalam kamar, Abi tak langsung mandi. dia mengambil lebih dulu kotak P3K lalu meminta Nina duduk di sisi ranjang. Dia mengeluarkan gel untuk meredakan bengkak atau nyeri akibat benturan.
“Coba aku lihat kepalamu.”
“Ngga usah mas. Udah ngga apa-apa.”
“Ngga usah ngeyel! Nunduk!”
Nina menuruti kemauan Abi. Dia menundukkan kepalanya. Abi meraba kepala Nina, mencari benjolan akibat benturan tadi. Terlihat kulit kepala Nina yang sedikit merah dan bengkak. Abi segera mengoleskan gel tersebut. Sensasi dingin langsung menyapa kulit kepala Nina.
Dada Nina berdentum tak karuan. Sentuhan tangan Abi di kepalanya memberikan efek yang luar biasa. Nina memegang kedua pipinya yang menghangat, bisa dipastikan warnanya sudah seperti tomat matang.
“Sudah.”
Abi telah selesai mengoleskan gel ke kepala Nina. Perlahan Nina mengangkat kepalanya. Dia tercenung sejenak menatap Abi. Laki-laki di depannya ini sungguh sulit ditebak apa maunya. Kadang dia bersikap manis dan hangat namun tak jarang bersikap dingin dan menyebalkan. Perasaan Nina dinaik turunkan seenak jidatnya saja.
“Kamu sama Danial dulu pacaran?” pertanyaan Abi membuyarkan lamunan Nina.
“Hmm.. aku sama dia kenal waktu sekolah. Kita pacaran selama tiga tahun tapi akhirnya putus karena keluarganya ngga nerima aku. Bahkan mamanya ngasih aku uang buat aku ngejauhin dia,” Nina tertawa miris mengingat peristiwa tersebut.
“Pasti kamu nolak uang itu.”
“Iyalah. Aku bukan cewek matre, aku ngga suka dituduh pacaran sama anaknya karena uang.”
“Terus kalau kamu nolak, ibunya akan berubah pikiran tentangmu gitu? Mau kamu tolak atau terima, tetap saja di pikirannya kamu adalah perempuan yang mengejar anaknya karena harta,” Abi mengetuk keningnya dengan jari telunjuknya.
“Harusnya kamu terima uangnya, gunakan untuk hal yang bermanfaat lalu datangi dia lagi. Minta uang lagi padanya, supaya dia tahu kalau harga yang harus dia bayar untuk membuatmu menjauhi anaknya tidaklah sedikit.”
Nina terbengong mendengar ucapan Abi. Tapi benar juga apa yang dikatakan pria itu. Toh mama Danial akan tetap menganggapnya wanita yang hanya mengejar harta dan tak pantas bersanding dengan anaknya, harusnya dia menerima uang itu untuk mencari keberadaan Anfa.
“Aku mau mandi, tolong siapkan baju.”
Ucapkan Abi membuyarkan lamunan Nina. Gadis itu segera beranjak menuju walk in closet lalu mengambil pakaian untuk Abi. Seperti biasa, Nina akan membantu Abi masuk ke kamar mandi. Dia mendudukkan pria itu di kursi yang disediakan untuk mandi. Nina menaruh handuk dan peralatan mandi di dekat Abi agar lebih mudah menjangkaunya.
Tanpa disangka Abi membuka kemejanya lalu memasukkan ke keranjang pakaian kotor. Nina terkesiap melihat Abi yang bertelanjang dada. Untuk sesaat matanya tak berkedip melihat dada bidang dan perut kotak-kotak.
PLETAK
“Aduh,” Nina mengusap keningnya yang terkena sentilan Abi.
“Lihatin apa hmm.. kamu kagum sama badanku? Oh ya... kamu kalah lagi Nin. Belum tiga bulan, badanku sudah kembali terbentuk. Bagaimana menurutmu? Apa kamu siap mengabulkan keinginanku?”
Nina menelan ludahnya kelat. Dia teringat akan taruhan yang dibuatnya saat pertama bekerja di sini. Nina merutuki dirinya kenapa bisa kalah dua kali dari pria di depannya ini. Abi tersenyum tipis meihat wajah panik Nina.
“Tenang aja, aku ngga akan menagih hadiahku sekarang. Aku masih memikirkan apa yang ingin kuminta darimu. Tapi kamu harus siap ketika aku mengatakannya.”
“Jangan yang susah-susah ya mas. Jangan minta dibeliin rumah, jet pribadi atau kapal pesiar. Kalau traktir batagor, cireng, seblak, baso tahu atau es goyobod bolehlah.”
“Kalau aku minta dimandiin kamu gimana?”
“Apa???!!! Ngga mau!!!”
Nina menutup wajah dengan kedua tangannya seraya menggelengkan kepalanya. Abi semakin dibuat geli oleh gadis ini.
“Tenang aja, aku ngga akan minta itu. Tubuhku terlalu berharga buat diperlihatkan ke kamu. Sana keluar.”
Nina karuan keki mendengarnya, namun belum sempat protes, Abi sudah mendorong tubuhnya.
“Siapa juga yang mau lihat badan mas Abi!!!”
Teriak Nina begitu keluar dari kamar mandi. ditutupnya pintu dengan membantingnya kencang. Abi tergelak begitu Nina keluar. Dia berdiri lalu melucuti sisa pakaiannya dan berdiri di bawah shower.
Aku memang ngga akan memintamu memandikanku, ngga sekarang Nin. Akan ada waktunya kamu memiliki apa yang ada dalam diriku. Aku harap kamu merasakan hal sama ketika aku memintamu menjadi bagian hidupku.
☘️☘️☘️
**Ah elah Abi kaya lagi main layangan, tarik ulur terus😤
Udah lunas ya, hari ini up 3x kaya minum obat. Sekarang giliran kalian tinggalin jejak dan komen sebanyak²nya**.