Mengandung konflik 21+ harap bijaklah dalam memilih bacaan!
Ketika kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan, saat itu pula wanita akan berubah menjadi mengerikan. Karena sejatinya perempuan bukanlah makhluk lemah.
Begitu pula dengan Jesslyn Light, kehilangan janin dalam kandungan akibat orang ketiga membangunkan sisi lain dalam dirinya. Hingga dia memilih untuk membalas perbuatan suaminya dan meninggalkannya, tanpa menoleh sedikit pun.
Dia lantas pindah ke negara lain, hingga bertemu dengan Nicholas Bannerick dan menemukan fakta pembantaian keluarganya demi kepentingan seseorang.
Bagaimanakah Jesslyn menjalani hidupnya yang penuh dengan misteri?
Mampukah dia membalaskan dendam?
WARNING!!! 21+++
INI BUKAN CERITA ROMANSA WANITA
TAPI KEHIDUPAN SEORANG WANITA YANG MENGUASAI DUNIA MAFIA.
MENGANDUNG BANYAK PSYCOPATH YANG MEMERLUKAN KESEHATAN MENTAL KUAT SEBELUM MEMBACANYA.
JADI JANGAN CARI BAWANG DI SINI!!!
KARENA BANYAK MENGANDUNG ADEGAN ACTION.
Bab awal akan Author revisi secara bertahap agar penulisannya lebih rapi. Namun, tidak mengubah makna dan alur di cerita.
Karya ini hanya fiktif belaka yang dibuat atas imajinasi Author, segala kesamaan latar, tempat, dan tokoh murni karena ketidaksengajaan. Harap dimaklumi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rissa audy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemburu Liar
Setelah membersihkan diri Jessi pun duduk di sebuah bangku bersama Jane. Mereka makan siang bersama layaknya kakak beradik pada umumnya.
"Jane, Apa kau tahu Nicholas?" Jessi bertanya sambil menyuap makanan ke dalam mulut tanpa melihat ke arah sang kakak.
"Aku hanya pernah dengar satu nama Nicholas di negara ini, Nicholas Bannerick," jawab Jane santai sambil menyeruput minuman.
"Siapa dia?" Jessi mengernyitkan dahi karena nama itu memanglah sangat asing baginya, tetapi kenapa pria tadi bersikap sok kenal. Meskipun dia tanpan, tetapi sikapnya cukup mencuri perhatian kaum wanita.
"Kau tidak tahu dia siapa?" Jane mendekatkan wajahnya ke wajah Jessi. Apa adiknya selama ini tinggal di gua sehingga tidak mengetahui seluk beluk dunia bisnis. Apalagi pria tersebut menduduki jajaran tertinggi lelaki impian wanita elit.
"Aku mana pernah mengurusi urusan orang lain?" Jessi menyeruput minuman di gelasnya dengan wajah acuh tak acuh. Dia memang tidak pernah mengurus tentang perkembangan bisnis, wanita tersebut hanya tahu uang mengalir ke rekeningnya setiap hari tanpa kurang sedikit saja.
"Dia adalah pewaris tunggal Bannerick Group keluarga konglomerat paling berpengaruh di negara ini. Apa kau membuat masalah dengannya? Aku tidak ingin ikut campur kalau sampai kau melakukan itu!" Jane memperingatkan Jessi dengan tegas. Keluarga Bannerick dikenal sebagai pihak yang enggan untuk disentuh pendatang seperti mereka. Apalagi bisnis Jessi sedang berkembang saat ini, bisa-bisa dalam semalam mereka gulung tikar jika berurusan dengan keluarga tersebut.
Jessi lantas memperlihatkan ponselnya pada kakaknya. Jane yang membaca apa yang diperlihatkan padanya langsung melebarkan matanya dan berdiri menggebrak meja dengan keras. Suara gebrakannya berhasil membuat semua pengunjung terkejut dan melihat ke arah mereka, termasuk Nyonya Laura yang sedari tadi senyum-senyum sendiri mendengar pembicaraan kakak beradik tersebut.
"Apa kau baru saja merampoknya?" Jane berkata dengan lirih, tetapi masih dapat di dengar oleh Nyonya Laura. Obrolan kakak beradik itu benar-benar sangat menggelitik baginya. Tidak ada antusias keduanya yang memerlihatkan jika mereka adalah wanita matrealistis yang bangga mengenal keluarga Bannerick.
"Cih, kalau aku merampok sudah aku ambil semuanya, itu hanya kompensasi atas apa yang aku terima tadi." Jessi berdecih sambil mendengus kesal hingga bibirnya berkembang dan bisa langsung diikat dengan karet gelang.
"Apa yang dia lakukan padamu? Biar aku menghajar orang yang berani mengusik adikku!" Dalam sekejap Jane berubah ekspresi menjadi membelanya membuat sang adik langsung memutar bola mata karena jengah melihat tingkah kakaknya.
"Tadi kau berkata tidak akan mengurusiku! Sekarang kau bilang akan menghajarnya dasar plin-plan!" Jessi kembali menyendok makanan ke dalam mulutnya terlebih dahulu baru kembali berbicara. "Dua ekor tiku tadi menyiram kopi padaku!" ucapnya dengan mulut penuh makanan.
"Ooo jadi karena itu, tadi kau kembali sudah seperti itik masuk parit?" Jessi hanya menganggukkan kepalanya sambil menikmati makanan di mulut. "Kalau hanya di siram kopi saja kau bisa mendapatkan 25% sahamnya, aku juga mau. Kalau begitu aku tak perlu lah membelikanmu pulau lagi!" Jane kembali duduk dengan mata menggoda ke arah Jessi. Siapa yang tahu jika adiknya bisa terbujuk karena itu.
Namun, sayangnya Jessi tetaplah Jessi. Wanita yang sangat pandai memanfaatkan dituasi dan menolak negosiasi. "No no no, itu sudah lain lagi urusannya!" Wanita tersebut menggerakkan telunjuknya sebagai tanda penolakan di depan wajah Jane.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan saham ini?" Jane mendengus kesal, hingga melemparkan ponsel Jessi ke atas meja.
"Entahlah, akan aku simpan dulu. Mungkin kelak akan aku tukar dengan jet tempur pribadi." Jessi berbicara dengan santai, seakan itu adalah hal mudah baginya. Sementara, Jane hanya bisa mencebik mendengar rencana adiknya yang selalu membuatnya pusing.
"Kau sungguh perampok licik!" Jane menggelengkan kepalanya dengan adiknya itu. Lebih mengerikan daripada deb.colletor.
"Sudahlah, aku sudah kenyang. Aku akan pulang dulu melanjutkan tidur cantikku."Jessi meminum airnya lantas pergi keluar dari restoran itu tanpa menunggu jawaban Jane.
"Hati-hati!"
Nyonya Laura lekas mendekati Jane setelah keduanya berpisah. "Nona, apa perempuan tadi adalah adikmu?"
"Iya, kenapa, Nyonya? Jangan bilang kau ingin menjadikannya menantu!" Jane bercanda dengan kata-kata yang biasa dia terima. Mustahil wanita paruh baya bertanya apa skincare Jessi, pastilah menanyakan hal absurd tanpa berpikir panjang.
"Iya aku ingin menjadikannya menantuku." Senyum Laura mengembang menatap ke arah perginya Jessi tanpa mengeluarkan keraguan sedikit pun.
Jane seketika menyemburkan minumannya mendengar penuturan ibu ini. Ekspresi wanita tersebut berubah tajam dan tegas menatap ke arah Laura. "Sebaiknya kau mundur sekarang dan jauhkan keluargamu sejauh mungkin, Nyonya! Kalau kau tidak ingin seluruh hartamu dikeruk habis olehnya, dia benar-benar rubah licik!" Jane memperingatkannya dengan tegas, lalu berdiri pergi meninggalkan wanita paruh baya yang masih membayangkan Jessi menjadi menantunya.
Di sisi lain Jessi memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke mansionnya. Dia sungguh butuh pelampiasan kemarahan kali ini.
Tak perlu waktu lama mobil tersebut pun mulai memasuki kawasan kediaman Light. Setibanya di mansion, Jessi langsung menuju ke ruang bawah tanah dan Jackson langsung mengikuti di belakangnya.
"Ada berapa pemburu di sana?" Jessi bertanya sambil memasang sarung tangan. Dia tidak ingin darah merusak kuku-kuku cantiknya yang baru saja dirawat.
"Lima orang, Nona."
Jackson membuka pintu. Aroma khas ruang bawah tanah sudah tercium di sana. Jessi pun duduk di sebuah kursi khusus untuknya. "Buka penutup kepala mereka!"
Anak buah Jackson membuka penutup kepala para pemburu memerlihatkan wajah-wajah pria dengan kulit hitam dan berewok panjang di dagu yang menambah kesan mengerikan.
"Informasi menarik apa yang kalian punya untuk ditukar dengan nyawa kalian?" Wanita tersebut menatap tajam ke arah mereka. Bukan Jessi namanya jika takut hanya dengan melihat wajah-wajah pria di depannya.
"Kau hanyalah perempuan j*lang. Apa yang bisa kau lakukan pada kami, hah!" Seorang pemburu berteriak mengejek padanya. Dalam benak pria itu, semua wanita adalah sama, hanya bisa berbelanja dan merengek pada pria.
Jackson yang geram dengan ejekan pria tersebut pun sontak memukul wajah pria yang berbicara kasar pada nonanya kuat-kuat. Selama ini tidak ada satu pun orang berani berkata seperti itu pada Jessi, membuatnya langsung memberi mulut kotor itu pelajaran.
"Akan aku tunjukkan sej*lang apa diriku!" Jessi mendekat ke arah perburu dengan sebuah senyum seringak mengerikan. Dia membuka belati lipat yang dibawa dan mengarahkan ke wajah pria tersebut seakan membelainya.
Suara teriakan kesakitan pemburu menggema di seluruh ruangan. Darah segar seketika keluar di kala pisau itu mengoyak kulitnya dengan perlahan. Rasa sakit membuat tubuh pria tersebut bergetar karena tak mampu menahan penyiksaan.
Jessi langsung menguliti wajah pemburu itu dengan belati kecil di tangannya sendiri tanpa mengedipkan mata. Para pemburu lain bergidik ngeri menyaksikan dengan mata kepalanya sendirk, wajah mereka pucat pasi. Mereka menganggap wanita di depannya bukanlah manusia,
"Mulutmu itu sangat kotor, membuatku marah saja. Jack, siram dia dengan air cuka!"
Jack langsung menyiram orang itu dengan seember air cuka. Suara teriakan terdengar semakin keras memenuhi ruangan tersebut hanya dari seorang pria. Sementara itu, teman-teman yang melihatnya merasa ngeri mendengar kesakitan teman mereka.
"Jika kalian tidak punya informasi yang menarik, Jangan harap bisa keluar dari sini!" Jessi berbicara dengan santai sambil meminum air kelapa muda, seakan penyiksaan itu tidak menimbulkan kesan apa-apa bagi wanita tersebut dan hanya layaknya angin lalu.
"Nona, kami ini hanyalah pemburu biasa. Kami tidak tau informasi seperti apa yang Nona inginkan," ujar seorang pemburu yang lain.
"Jack, potong pusakanya! Aku tidak butuh omong kosong." Suara tegas Jessi membuat Jackson langsung merobek celana pemburu tersebut dan memotong pusakanya degan pisau tanpa berkedip.
Teriakan kesakitan terdengar jelas memenuhi ruangan. Darah mengucur deras di antara kedua kakinya, tubuh pria itu bergetar hebat dengan tangan yang mengepal kuat ketika merasakan sakit di inti kejantanannya.
Pekerjaan mengerikan seperti ini sudah biasa Jackson lakukan selama bekerja dengan Jessi. Jika ada orang yang berani mengusik ketenangan nonanya, maka pembalasannya akan lebih kejam. Itulah prinsip mereka.
"Panggil Mars dan Venus kemari!"
Bawahannya yang lain langsung keluar memangil kedua harimau itu sesuai dengan perintah Jessi. Hingga beberapa saat kemudian, kedua harimau itu lantas masuk ke ruang bawah tanah. Aroma anyir darah yang menyebar seketika membuat insting binatang buas itu liar. Suara auman mereka mulai terdengar menggantikan teriakan kesakitan kedua orang itu.
"Tenanglah! Mereka adalah milikmu. Dua orang pemburumu yang terluka adalah milik kalian sebagai hadiah dariku. Jika kalian memakan yang lain maka aku akan membunuhmu!" ancam Jessi pada kedua harimau, hingga membuat mereka mengaum seakan memahami maksud wanita tersebut.
Jessi ingin melihat apakah kedua harimau ini benar-benar patuh padanya. "Jack lepaskan kedua orang itu!"
Jackson melaksanakan apa yang diperintahkan Jessi. Wanita tersebut lantas berdiri dari posisinya dan melangkah pergi meninggalkan ruang bawah tanah. "Kalian! Silakan pikirkan apa yang akan kalian katakan nanti malam! Beruntunglah kalian aku sedang mengantuk saat ini."
Suara harimau menerkam orang yang terluka terdengar begitu keras hingga keluar ruangan meskipun pintunya di tutup. Pintu dijaga oleh beberapa orang, jika nanti sang harimau sudah selesai dengan urusannya maka tugas mereka adalah mengembalikan kedua harimau ke tempatnya.
Jessi merebahkan tubuhnya di ranjang, rasa kantuk yang melanda membuatnya malas melakukan apa pun. Hingga suara dering ponsel mengganggunya. Jessi mengangkat tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
"Akan kubunuh kau jika tidak penting!" Jessi berbicara dengan mata yang masih terpejam.
"Kenapa kau galak sekali, Sweety?" Suara bariton lelaki terdengar di ujung panggilan. Namun, tak membuat wanita tersebut bangun hanya untuk bersemangat menyapanya.
"Nicholas."
"Apa kau begitu merindukanku, Sweety? Sampai kau marah-marah sepertu ini, aku juga merindukanmu."
"Apa kau sudah gila, hah! Kau mengganggu tidurku hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting!" Jessi berteriak dengan kuat, rasa kantuk membuat emosinya membuncah dan meluapkan semuanya kepada Nicholas.
"Iya, aku memang sudah tergila-gila padamu. Di mana aku bisa menemuimu, Sweety?" Suaranya terdengar sangat antusias. Khas orang jatuh cinta.
"Datanglah ke Kasino Light nanti malam dan jangan mengganggu tidur siangku!" Jessi mematikan taliannya dan melempar ponselnya ke sembarang arah tanpa menunggu jawaban dari pria tersebut. Dia hanya ingin merajut mimpi saat ini karena kelopak matanya sudah sangat lekat dan enggan untuk terbuka.
Jessi lantas tidur dengan nyenyak karena dia memang suka tidur dan hari ini dia sudah terlalu banyak menggunakan tenaga untuk bermain-main.
Beberapa wakti berlalu hingga malam hari tiba, setelah makan malam bersama Jessi kembali ke ruang bawah tanah. Masih tersisa tiga orang pemburu liar yang siap menjadi tawanannya kali ini.
"Apakah sudah kalian pikirkan, apa yang akan kalian ucapkan menentukan hidup kalian?"
"Kami tidak akan memberitahumu apa pun!" teriak seorang pemburu yang enggan memberikan informasi.
"Jack!" Jesi memainkan kuku jarinya sambil memerintah Jackson.
Jack lantas mengambil besi cap panas yang sudah disiapkan di atas tungku bara api sejak tadi. Dia kemudian, meletakkan benda itu di dahi pemburu yang berbicara. Suara teriakan pemburu yang kesakitan itu menggema di seluruh ruangan tak membuat mereka gentar untuk menyiksa lawan. Dahi pria tersebut mengepulkan asap beraroma daging dan meninggalkan bekas berbentuk bunga teratai dari lepuhan kulitnya.
"Nona, aku akan bicara," ujar seorang pemburu yang ketakukan.
"Apa kau gila, hah?" Pemburu yang lain berteriak kepada temannya yang ingin membocorkan rahasia. Sia-sia saja teman-temannya dikorbankan jika akhirnya salah satu dari mereka berkhianat.
"Aku hanya ingin pulang, aku sudah berjanji pada anakku merayakan ulang tahunnya bersama!" Pria tersebut membela diri. Bayangan kematian kedua temannya membuat pria tersebut bergetar dan ingin segera kembali ke pulau.
"Jack!" Jackson lantas menutup mulut salah satu pemburu agar tak lagi berbicara dan terus memberontak.
"Siapa namamu?"
"Lucky, Nona." Jessi hanya mengangguk dan memberi kode agar pria tersebut melanjutkan ceritanya.
"Sebenarnya kami hanyalah pemburu biasa di Pulau Ceria. Awalnya, warga desa kami kebanyakan adalah pelayan dan pemburu hewan yang hanya berburu untuk mencari makan di sekitar pulau." Sejenak pria tersebut menghentikan kalimatnya, menoba melihat perubahan ekspresi wanita di depannya, tetapi sepertinya dia jujur dan mau melepaskannya nanti. "Namun, sekelompok mafia datang menjarah kami, mereka memaksa kami untuk memburu hewan liar yang akan mereka jual untuk mendanai keperluan mereka," ungkap pemburu itu.
To Be Continue