Terpaksa.. demi memenuhi keinginan kakek nya, Devan Kanigara Elajar, menikahi seorang model yang penuh dengan skandal dan kontroversial. Pernikahan itu berlangsung di atas kesepakatan dan azas saling menguntungkan saja, tanpa melibatkan perasaan ataupun keinginan lebih.
Dalam perjalanan nya, kehidupan pernikahan mereka di warnai berbagai permasalahan hidup yang tidak mudah, sehingga membawa keduanya pada kedekatan serta rasa yang saling bergantung satu sama lain.. Mereka berdua ternyata memiliki
banyak kecocokan. Baik dalam segi sifat maupun karakter yang sama-sama keras di luar namun embut di dalam.
Bagaimanakah Devan dan Sherin melalui setiap masalah dengan kebersamaan dan kekompakan, Yuuk kita simak saja kisah selengkapnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan Syeera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Interview
***
Setengah jam kemudian mereka berdua sudah
turun ke lantai bawah. Para pelayan yang sedang
melakukan kegiatannya langsung membungkuk
hormat begitu melihat kemunculan Devan.
"Selamat pagi Tuan Muda, Nyonya Muda."
Sambut Tami, sang kepala pelayan sambil
menggeser kursi untuk kedua majikannya itu.
"Pagi mbak Tami.. tolong bawakan salad sayur
yang sudah saya siapkan tadi."
"Baik Nyonya."
"Kau.. yang menyiapkan semua ini ?"
Devan bertanya sambil menatap hidangan yang
ada di atas meja makan sambil mengernyitkan
alisnya. Jadi wanita ini tidak main-main dengan perkataannya tadi, dia bisa memasak juga.?
"Iya..aku belum tahu makanan apa yang kau
suka ataupun tidak di sukai oleh mu. Jadi kalau
kurang berkenan, Mbak Tami akan menyiapkan
hidangan yang lain."
"Aku bukan tipe orang kaya yang ribet.!"
Sahut Devan sambil kemudian duduk di kursi
yang sudah di siapkan oleh pelayan. Sherin
melirik gerah ke arah Devan, dasar Tuan Narsis.
Dia segera menuangkan makanan yang cukup menggugah selera itu. Dan sebelumnya Devan
meminum air putih terlebih dahulu. Kemudian
dia merapihkan duduknya dengan gaya yang
sangat elegan dan berkelas.
"Jam berapa kita pergi menemui kakek mu.?"
Sherin bertanya setelah selesai menuangkan
makanan untuk Devan yang mulai menikmati
hidangan pertama buatan Sherin tersebut.
"Setelah jam makan siang. Simon akan datang
menjemput mu. Kita bertemu di jalan sebelum
tiba di rumah besar. Aku ada urusan di luar.!"
Devan terdiam, dia mencoba meresapi makanan
yang sedang di nikmatinya. Kemudian melirik ke
arah Sherin yang terlihat menatapnya bingung.
"A-apa kau kesulitan menelan nya.? Kalau begitu
biar Tami menyiapkan makanan yang lain."
"Tidak, ini lumayan enak. Untuk wanita sekelas
model seperti mu..kau cukup cekatan."
Wajah Sherin langsung saja bersemu merah.
Syukurlah.. ternyata masakannya cocok di lidah
pria super tajir itu. Dan..tidak di sangka, pria ini
memang tidak ribet untuk urusan makanan. Dia
juga penganut sistem hidup liberal. Santai dan
tidak kaku seperti dugaannya selama ini.
"Aku akan pergi untuk interview khusus di hotel
Matrix.. Setelah itu baru pergi ke rumah besar."
Devan menghentikan suapannya. Dia menatap
wajah Sherin dengan sorot mata tidak terbaca.
"Kau yakin ingin mencobanya sendiri.? Kalau
tidak, aku akan memerintahkan Steve untuk meloloskan dirimu tanpa interview.!"
"Dev..kumohon jangan.! Biarkan aku mencoba."
Tanpa sadar Sherin memegang tangan Devan .
Keduanya kini saling pandang lekat. Devan balik
memegang tangan Sherin saat dia menariknya, kemudian mengecupnya lembut. Sontak saja,
seluruh tubuh Sherin langsung panas dingin..
pria ini..selalu saja membuatnya salah tingkah
dan tidak karu-karuan.
"Baiklah, cobalah untuk berdiri di atas kakimu
sendiri. Tapi, kalau kau merasa tidak yakin, aku
akan berada di belakang mu, menyokong mu."
Sherin mengangguk sambil tersenyum lembut.
Sungguh, ini seperti mimpi yang sangat manis
dan panjang. Mereka berdua kembali lagi pada
kegiatan sarapan paginya.
Setelah beberapa saat...
"Pakai ini untuk semua keperluan mu. Di bawah
ada banyak kendaraan yang bisa kamu pilih dan
kamu pakai untuk kegiatan sehari-hari mu."
Devan mengulurkan satu kartu hitam di atas
meja sesaat setelah sarapan mereka selesai.
Sherin menatap kartu itu tanpa ekspresi.
"Jangan membantah, mau kau pakai atau tidak
itu adalah urusan mu. Yang jelas, itu merupakan
fasilitas yang kau dapatkan sebagai istriku.!"
Devan seolah tahu isi hati Sherin yang mau tidak
mau harus menerimanya. Sherin menghela nafas berat sambil merapihkan tampilan jas Devan.
"Baiklah suami ku, terimakasih.."
Cup !
Sherin memejamkan mata saat satu kecupan
manis dan lembut mendarat mulus di keningnya.
Semburat merah seketika terpendar dari wajah
cantik nya yang tersipu malu. Devaan..ihhh..!
"Itu terdengar sangat manis.."
Bisik Devan di telinga Sherin sambil kemudian menggandeng tangan gadis itu, melangkah
tenang menuju ruang depan. Sebelum keluar,
Sherin mencium punggung tangan Devan. Ada
kehangatan dan ketenangan yang kini di rasakan
keduanya. Sherin menatap kepergian Devan
sampai pria itu menghilang ke dalam lift.
***
Ruangan khusus interview Matrix Hotel..
Ada banyak mata yang kini menatap aneh dan
sinis ke arah Sherin. Mungkin.. mereka merasa
tidak habis pikir, model yang sedang meroket
namanya dengan image buruk itu masih berani
ikut interview di Universal Models. Agensi ini
bukanlah agensi biasa, tempat ini merupakan
sarana yang paling ideal untuk go internasional.
Sang Direktur utama Universal Models, Steve
Hudson tampak menatap tenang wajah Sherin.
Ada sorot berbeda yang terlihat dari tatapan
pria tampan blasteran Indo-USA itu.
"Miss Sherin..kami akan memberikan satu kali
kesempatan pada anda untuk ikut dalam ajang
kompetisi ini. Tapi seperti yang anda tahu, ini
tidak akan mudah. Kami butuh model yang siap
dalam situasi dan kondisi medan serta cuaca
seperti apapun."
Steve berbicara setelah melihat CV milik Sherin
dan melakukan wawancara singkat. Matanya
tidak pernah lepas menatap seksama wajah
Sherin yang tidak pernah membosankan untuk
di pandang dan di nikmati keindahannya itu.
"Terimakasih atas kesempatan yang telah di
berikan Mr Steve. Dan, saya mengerti tentang
semua proses kompetisi ini. Seperti yang lain,
saya akan berusaha sebaik mungkin."
Sahut Sherin sambil menundukkan kepalanya.
Steve kembali menatap lekat wajah Sherin. Dia
tersenyum tipis kemudian merebahkan tubuh
ke sandaran kursi tempat duduknya sambil
menautkan kedua jemari tangannya.
"Kita akan melakukan kompetisi di alam terbuka.
Dan ini mungkin sedikit menyulitkan. Ada banyak
tantangan yang akan di hadapi oleh setiap model
di tempat itu. Kami memutuskan mengambil
tempat di sekitaran gunung di daerah Bogor."
Sherin mengangkat wajahnya sedikit terkejut.
Gunung, alam terbuka.? kini matanya bertemu
dengan mata Steve yang memiliki manik abu itu.
Untuk sesaat keduanya tampak saling menatap.
"Baik, itu tidak masalah bagi saya Mr Steve.."
"Bagus, kalau begitu anda boleh keluar. Sampai
jumpa besok lusa di tempat pemberangkatan."
Sherin berdiri, keduanya saling berjabat tangan.
Steve seolah sulit untuk melepaskan tangan
Sherin dari genggaman nya. Namun akhirnya
dia menghela nafas panjang saat Sherin pergi
meninggalkan ruangan itu.
"Sherinda Maheswari.. Kau sangat cantik dan
mempesona.. You are a**mazing woman.."
Gumam pria itu sambil tersenyum tipis. Dia
kembali memerintahkan asistennya untuk
memanggil peserta audisi berikutnya.
Sementara itu, para model lain yang saat ini
masih menunggu giliran tampak menatap gerah
ke arah Sherin yang baru keluar dari ruangan.
Gadis itu memilih bersikap acuh dan tak peduli.
Dia kini berjalan tenang menyusuri koridor hotel bersama dengan Vincent menuju lobby utama.
Tidak di sangka, dia berpapasan dengan Pamela
yang datang untuk memastikan keikutsertaan
dirinya dalam kompetisi ini tepat di depan lift.
"Woww.. Miss Sherin.. tidak di sangka, ternyata
anda masih memiliki nyali ya untuk ikut kompetisi
ini. Benar-benar salut, apa kau yakin bisa lolos.?
Bagaimana orang-orang akan mendukung mu
kalau nama baik mu saja sudah hancur.!"
Cecar Pamela sambil berdiri angkuh seraya
bersidekap di depan Sherin yang terlihat
tenang dan santai, bahkan tanpa ekspresi.
"Aku rasa siapapun bebas mengikuti kompetisi
ini Miss Pamela. Dan ya.. mengenai hasilnya
nanti, kita akan lihat setelah semuanya selesai."
"Okay.. kalau begitu kita lihat saja nanti. Apa
kau yakin akan kuat menjalani proses karantina
ala-ala universal yang sangat ekstrim itu.? Yang
aku tahu, kalian kan model kacangan yang tidak
punya nyali untuk menantang alam liar..!"
"Baiklah.. kita akan buktikan sendiri nanti. Aku
rasa kau sendiri yang akan menyerah duluan
Miss Pamela. Mari..saya permisi duluan ya."
Ucap Sherin sambil kemudian menundukkan
kepala sedikit setelah itu dia berlalu pergi di
ikuti oleh Vincent yang tersenyum puas.
Lagi dan lagi.. ketika sampai di lobby utama,
ternyata di sana sudah ada para wartawan yang menunggunya. Kali ini, Sherin sudah siap, dia
tidak akan lari lagi. Dia melambaikan tangan
memberi isyarat pada para wartawan agar lebih
tertib dan menghormati pihak hotel.
"Okay teman-teman..saya minta kerjasamanya
dari kalian semua. Jangan membuat kegaduhan.
Kita hormati orang lain yang ada di tempat ini."
Sherin memberi pengarahan membuat semua
pencari berita itu langsung mengerti dan kini
lebih tertib. Maka di mulailah wawancara itu
dengan berbagai pertanyaan yang di jawab
lugas dan tegas oleh Sherin tanpa keraguan.
"Mbak Sherin.. kami dengar anda akan ikut
kompetisi Universal Models high Competition..
Apa itu benar Mbak ?"
"Iya benar..dan saya yakin untuk ikut kompetisi
ini. Semua orang punya peluang yang sama.!"
Jawab Sherin sambil berdiri tenang dan santai
serta mencoba mengatur jarak. Untungnya para
wartawan itu mengerti, mereka kini berbaris
rapi mengelilingi sosok Sherin.
"Bagaimana dengan kasus anda yang saat ini
sedang jadi sorotan mbak.? Apakah anda tidak
ingin memberikan klarifikasi.?"
Sherin tersenyum tenang, dia mengangkat tangan
memberi isyarat agar para wartawan mengerti
dan mendengarkan apa yang ingin di sampaikan
oleh nya.
"Saya hanya akan memberikan satu statement
saja. Kalau kalian ingin tahu kebenaran nya, coba
deh pertemukan saya dengan orang-orang yang
telah di katakan sebagai pembeli jasa saya itu.
Ayo..kita bertemu secara langsung.!"
Semua orang terperangah dalam keterkejutan.
Mereka saling pandang satu sama lain. Sherin
tersenyum tenang ke arah para wartawan.
"Saya tidak akan meladeni omongan orang yang
hanya berbicara tanpa fakta. Dan soal bukti-bukti kemarin, kalian bisa cek sendiri kebenarannya
pada para pakar yang ahli di bidangnya..Baiklah,
saya kira itu saja. Terimakasih teman-teman,
saya permisi.."
Tegas Sherin sambil kemudian menyambar
tangan Vincent dan berlalu pergi meninggalkan
para wartawan yang masih terdiam di tempat.
***
Siang harinya Sherin di jemput oleh Simon ke
restauran tempat dirinya berada saat ini untuk
menuju ke kediaman keluarga Kertaradjasa.
Tidak lama dia berpindah ke dalam mobil lain
yang membawa Devan di persimpangan jalan.
"Bagaimana interview nya, tidak ada kendala.?"
Devan bertanya masih dalam keadaan duduk
tumpang kaki sambil berkutat dengan laptop
di pangkuannya.
"Alhamdulillah.. semuanya berjalan lancar.!"
"Kau menemui wartawan-wartawan itu.?"
"Iya, aku tidak mungkin bungkam terus. Setelah
ini biar masyarakat yang menilai sendiri."
"Kau yakin siap bertemu dengan orang-orang
itu.? Apa yang akan kau lakukan seandainya
mereka semua datang !"
"Aku tidak pernah melakukan kontak fisik apapun
dengan mereka. Dan kalau mereka bersandiwara,
aku siap memberikan bukti-bukti yang ku punya."
Devan terhenyak dalam diam. Secara tidak
langsung, Sherin sudah menyatakan diri tidak
pernah terlibat dalam skandal ini. Tapi tetap saja, semuanya butuh bukti akurat. Kini, raut wajah
Devan terlihat datar dan dingin. Dia semakin
tertarik dengan situasi ini.
Roman baru saja berhasil menelusuri siapa saja
orang yang pernah membeli jasa istrinya itu.
Namun dia akan menunggu, apa yang akan di
lakukan oleh Sherin untuk mengatasi masalah
yang sedang membelitnya.
"Baiklah.. lakukan semua sesuai skenario mu."
Desis Devan sambil kembali fokus pada laptop
dan sisa pekerjaannya. Sherin melirik ke arah
Devan yang masih saja terlihat sibuk itu. Pria paripurna itu terlihat gagah dan menawan dalam posisinya sekarang. Kenapa juga dia harus selalu tampil mempesona seperti ini.? Bahkan dalam
kondisi apapun.
Astaghfirullah.. Sherin mengusap dadanya pelan.
Tanpa sadar dia baru saja mengagumi pria yang
kini berstatus sebagai suaminya itu.
"Aku memang sangat tampan dan menawan
Nona Sherin..Dan kau sangat beruntung bisa terhubung denganku.!"
Sherin mendelik gerah mendengar perkataan
Devan yang sangat percaya diri itu. Aneh, pria
ini selalu saja tahu apa yang ada dalam otaknya.
Apa dia seorang cenayang juga ? Haha lucu..!!
Beberapa saat kemudian mereka sudah masuk
ke dalam kawasan rumah besar Kertaradjasa.
"Ayo kita turun, berdoalah agar kita bisa keluar
dari rumah ini dalam keadaan selamat.!"
Wajah Sherin langsung saja pias, matanya
menatap lurus kearah depan. Di hadapan nya
kini berdiri megah sebuah rumah berukuran
kelewat besar dengan arsitektur khas Eropa.
Kemegahannya bahkan mampu mengimbangi
istana-istana terkenal di negara Eropa. Mansion mewah milik keluarga Kertaradjasa ini sangat
tertutup, tidak pernah di izinkan untuk di ekspos
oleh media massa. Tak di sangka, kemegahannya
bisa sampai seperti ini.
"Apa yang kau tunggu, ayo turun.!"
Devan menggenggam tangan Sherin yang kini
terasa sedingin salju. Dengan ragu, akhirnya
Sherin turun dari mobil. Dia merapihkan sedikit
pakaiannya. Saat ini dia mengenakkan setelah
cantik yang membalut manis tubuh indahnya.
Tidak lama Devan sudah berjalan tenang masuk
ke dalam bangunan rumah super megah itu
sambil menggandeng erat tangan Sherin. Aura
kehadiran mereka mampu menyilaukan mata
para pelayan yang datang menyapa dan hanya
bisa bengong di tempat melihat kemunculan
Sherin di rumah itu. Tuan Muda Dev membawa
seorang wanita ke rumah ini, apakah mereka
sedang bermimpi sekarang.?
"Ada dimana kakek sekarang ?"
Devan bertanya pada kepala pelayan yang baru
saja datang menyambutnya di dalam ruangan
tengah. Para pelayan yang bertebaran di setiap
sudut ruangan tampak terkesima melihat Devan
dan Sherin.. terutama saat melihat Sherin.
"Tuan Sepuh ada di ruang baca Tuan Muda.
Mari saya antar menemuinya."
Sahut kepala pelayan sambil kemudian berjalan
membimbing Devan menuju bangunan lain yang
ada di sayap kanan Mansion.
Tidak lama kemudian...
Devan dan Sherin berdiri tegak dengan kepala
tertunduk di hadapan Tuan Wiratama yang
terlihat sedang duduk santai di kursi khusus
yang ada di dekat jendela ruangan. Pria tua
yang masih sangat berkharisma itu tampak
acuh tak acuh, fokus pada sebuah kitab yang
sedang di tekurinya.
"Kakek, aku datang bersamanya. Aku sudah memenuhi semua keinginan kakek sekarang.
Menikahi seorang wanita lokal sesuai dengan
kriteria yang kakek tetapkan."
Devan berbicara dengan suara rendah. Sherin
kini maju sedikit ke hadapan Tuan Wiratama.
"Assalamualaikum..selamat siang Tuan Sepuh.
Perkenalkan.. saya..."
"Kau hanyalah wanita yang penuh dengan caci
maki dan hinaan dengan segala masalah dan
skandal serta kontroversi yang tiada henti.!!"
Deg !
Jantung Sherin serasa berhenti berdetak saat
ini. Perkataan Tuan Wiratama sangat menusuk
hingga dia langsung kehilangan tenaganya.
Tubuh Sherin mematung, dia memegang dada
sambil memejamkan mata menahan hantaman perasaan sakit yang kini seakan melahap habis seluruh jiwanya..
***
Bersambung...
d tunggu karya selanjutnya author kesayanganku😍😍😍
ceritamu luat biasa semuaaaaa 🥹🥹🥹👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻