Arum Mustika Ratu menikah bukan karena cinta, melainkan demi melunasi hutang budi.
Reghan Argantara, pewaris kaya yang dulu sempurna, kini duduk di kursi roda dan dicap impoten setelah kecelakaan. Baginya, Arum hanyalah wanita yang menjual diri demi uang. Bagi Arum, pernikahan ini adalah jalan untuk menebus masa lalu.
Reghan punya masa lalu yang buruk tentang cinta, akankah, dia bisa bertahan bersama Arum untuk menemukan cinta yang baru? Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Aroma terapi
Beberapa jam telah berlalu, Arum melangkah pelan melewati koridor menuju kamar Reghan seperti kebiasaannya setiap malam. Dia selalu memastikan pria itu sudah tertidur, memastikan tidak ada serangan nyeri atau mimpi buruk yang sering membuat Reghan terjaga di tengah malam. Namun langkahnya terhenti di depan pintu ketika suara berat dan marah itu terdengar dari dalam kamar.
“Keluar dari sini, Alena!” suara Reghan menggelegar, keras dan penuh kemarahan yang ditahan. “Aku tidak butuh kau di sini!”
Suara itu diikuti dengan bunyi benturan sesuatu jatuh ke lantai. Arum terpaku, dadanya berdebar. Tak lama kemudian pintu terbuka dengan kasar. Alena keluar tergesa, matanya sembab, baju tidurnya berantakan seolah baru saja diseret badai. Dia menunduk, tak berani menatap siapa pun, hanya berlari menjauh di sepanjang koridor dengan wajah ketakutan.
Arum menatap ke arah Alena menghilang di ujung lorong, lalu menoleh ke pintu kamar Reghan yang setengah terbuka. Dari dalam terdengar suara napas berat serak dan tertahan, seperti seseorang yang sedang menahan sakit dan amarah sekaligus.
Tanpa pikir panjang, Arum masuk. Pemandangan yang ia lihat membuat jantungnya mencelos. Reghan terjatuh di lantai, tubuhnya gemetar, tangan kirinya menopang pada kursi roda yang terguling, sementara tangan kanannya berusaha menggapai meja kecil. Otot kakinya bergetar lemah, namun jelas Reghan sedang berusaha berdiri.
“Tuan Reghan! Astaga, jangan dipaksa...”
“Jangan dekati aku!” bentaknya keras, namun suaranya serak, bukan karena marah melainkan karena putus asa. “Aku bilang jangan!”
Arum mengabaikannya. Dia berlari dan menangkap tubuh Reghan tepat saat pria itu hampir kehilangan keseimbangan. Tubuh mereka bertumbukan ringan, napas Reghan terasa panas di bahunya. Dia bergetar, keringat dingin membasahi pelipisnya.
“Lepas, Arum!” geram Reghan, menahan napas berat. “Aku tidak butuh dikasihani...”
“Siapa yang mengasihani Anda, Tuan?” Arum menatapnya, suaranya bergetar tapi tegas. “Aku cuma tidak mau Anda jatuh!”
Reghan terdiam sesaat, pandangannya kabur antara amarah dan kebingungan. Tubuhnya masih bergetar, dan di saat itulah Arum baru menyadari sesuatu yang aneh. Udara kamar itu terasa lebih berat dari biasanya. Ada aroma menyengat, bukan wangi biasa. Seperti parfum tajam bercampur zat kimia.
“Tuan Reghan…” bisik Arum perlahan. “Aroma di kamar ini … Kenapa berbeda? Siapa yang terakhir kali ke sini?”
Reghan tidak menjawab, wajahnya memerah, napasnya cepat, matanya sedikit mengabur seolah menahan sesuatu yang jauh lebih dalam daripada rasa malu. Arum menatapnya penuh tanya, lalu tangannya bergerak refleks menyentuh dahi Reghan, yang terasa begitu panas.
“Berapa lama Anda begini?” suaranya nyaris berbisik, tapi tajam. “Tuan Reghan, Anda demam atau…?”
Reghan memejamkan mata, rahangnya mengeras. “Pergi, Arum. Sekarang juga!”
“Tidak sebelum Anda menjawab,” ucap Arum tegas, meski dadanya berdebar.
Reghan membuka matanya perlahan, tatapannya liar dan penuh tekanan. “Aroma itu … dia sengaja menyemprotkannya.” Suaranya parau, tertahan antara rasa malu dan marah. “Begitu aku selesai dari kamar mandi, Alena duduk di ranjang dan menungguku,"
Arum terdiam, dia menatap pria itu dengan ngeri dan iba sekaligus. Segalanya kini masuk akal tatapan aneh Alena, wajahnya yang ketakutan, pengharum yang menyengat. Itu bukan pengharum biasa.
“Tuan Reghan,” bisik Arum, “apa yang dia lakukan padamu?”
Pria itu menggertakkan giginya, matanya berkilat di bawah cahaya lampu. “Sesuatu yang membuatku ingin menghancurkan semuanya."
Reghan berusaha berdiri, dan kali ini tubuhnya benar-benar mampu. Arum terperangah, matanya membulat ketika pria itu, yang beberapa hari terakhir hanya bisa duduk di kursi roda, kini berdiri tegak di hadapannya. Napas Reghan terengah, namun matanya menyala, campuran antara emosi, keterkejutan, dan sesuatu yang menakutkan.
“Tuan Reghan … Anda … Anda berdiri?” suara Arum gemetar, antara kagum dan takut. Tanpa sadar, Reghan menggenggam bahu Arum dengan kuat. Dorongan kecil saja membuat Arum kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke kasur di belakangnya. Bukan karena kekerasan, tapi karena refleks panik dari Reghan yang tak mengerti bagaimana menahan tenaganya sendiri.
“Aku bisa berdiri, Arum…” bisiknya rendah, nyaris tak terdengar. “Aku bahkan bisa merasakan lagi ... seperti dulu.” Pandangan mata Reghan ke arah bawah. Tepat di bawah sana Reghan merasakan sesuatu yang berdiri. Arum menatapnya tak percaya. “Selama ini … Anda berpura-pura lumpuh?”
Reghan menggeleng pelan, wajahnya menegang menahan emosi. “Tidak, Aku sungguh lumpuh. Tapi malam ini … entah bagaimana … tubuhku bereaksi.” Dia menatap tangannya, lalu menunduk dengan napas berat. “Mungkin Tuhan sedang mengujiku.”
Arum menarik napas panjang, menatapnya dengan campuran iba dan bingung. “Atau mungkin Tuhan menunjukkan kau masih bisa sembuh … dengan cara yang tak kau duga.”
Beberapa saat kemudian aroma terapi di kamar itu makin pekat wangi kayu manis dan cendana memenuhi udara, seolah menyelimuti keduanya dalam ruang yang terpisah dari dunia luar. Arum menatap Reghan yang masih berusaha menstabilkan napasnya. Wajah pria itu memerah, matanya mulai kehilangan fokus antara sadar dan tidak.
“Tuan Reghan, Anda harus duduk dulu,” bisik Arum, berusaha menenangkannya. Dia berusaha bangun namun, kedua tangan Reghan menahan bahu Arum yang membuatnya terkejut. Sentuhan itu panas dan bahkan terlalu panas. Arum membeku, menatap mata pria itu yang kini menatapnya tajam.
“Aroma ini … membuatku sulit bernapas, Arum.” gumam Reghan pelan. “Tapi saat kau mendekat … rasanya lebih parah.”
Arum tak mengerti. “Apa maksudmu?”
Reghan menggeleng, suaranya parau. “Aku tidak tahu. Tapi sejak kau datang, semuanya berubah. Tubuhku … pikiranku…” Ia berhenti, menunduk dalam kebingungan dan rasa frustrasi yang tak tertahankan. “Aku tidak bisa mengendalikannya.”
Saat Arum hendak menjauh, Reghan malah menariknya lebih dekat, dan itu terlalu dekat hingga Arum bisa merasakan hembusan napasnya di wajahnya sendiri.
"Tuan Reghan...”
Namun kalimat itu terputus ketika Reghan, tanpa sadar dan tanpa rencana, mencondongkan diri. Jarak di antara mereka menghilang dalam satu gerakan yang terlalu cepat, terlalu bingung untuk disebut berani. Bibirnya menyentuh bibir Arum dengan lembut, seperti sebuah kesalahan yang terjadi karena keputusasaan.
Arum membeku, waktu seakan berhenti. Hanya detak jantung mereka yang terdengar berlomba dalam keheningan.
"Tuan Reghan..." Arum memberontak ingin melepaskan diri. Namun, Reghan tak membiarkannya pergi, rasa panas itu seakan membunuhnya malam itu.
'Jika ini bisa membayar semua harga yang kamu berikan aku rela, Tuan Reghan. Ku relakan semua itu hancur malam ini,' bisik Arum dalam hatinya, air matanya mengalir saat Reghan dengan sekuat tenaga tak melepaskan genggaman kedua tangan Arum.
'Arum, aku tahu aku salah! Tapi aku tak bisa menahannya. Tubuh ini bereaksi saat kamu dekat,' ciuman itu yang semula kasar kini melembut, kedua mata Reghan terpejam sejenak saat merasakan tak ada lagi penolakan dari Arum.
gas laaah
ga jelas banget dah itu orang
dulu aja menghakimi tanpa belas kasih
sekarang aja sok berhak atas cucunya
g usah dipaksa klo emng membhyakan re,, gampang ja nebus keslhan yg telah mnghncurkn arum , pnjrakan atau siksa aja itu orang yg sdh fitnah arum han, greget bngt sm mereka yg jhat tp aman" aja hidupnya 😢😢
gara gara part ini aku sampai nangis bombai.......,😭😭😭 nyesek banget rasanya nya.....
udah jangan bersinggungan lagi dengan reghan,
walaupun Revan anak reghan kayanya terlalu sakit kalo Arum dan reghan harus bertemu lagi,,takut banget nanti keluarga reghan mengusik Arum lagi,,