Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 3_Kehangatan yang Tak Terduga
Arjuna membawa Kirana keluar dari bar yang bising. Ia memapah tubuh Kirana yang ringan, yang kini sepenuhnya bersandar padanya, menuju mobilnya yang diparkir di seberang jalan. Pengawal pribadinya, yang biasanya selalu siaga, telah ia minta untuk menunggu di markas, karena ia ingin malam ini benar-benar terasa bebas, bahkan hanya untuk sesaat. Keputusan yang kini ia sesali.
Di dalam mobil mewah yang sunyi, Arjuna menatap wanita yang tertidur lelap di kursi penumpang. Wajahnya yang polos tampak jauh lebih muda tanpa ketegangan yang ia lihat di bar tadi. Ia tidak tahu mengapa ia melakukan ini. Biasanya, ia akan memanggil sopir taksi untuk mengantar siapapun yang merepotkan. Namun, ada dorongan aneh yang melarangnya meninggalkan wanita ini sendirian.
"Siapa kamu, dan masalah apa yang membuatmu begitu tertekan?" gumam Arjuna pada dirinya sendiri, menyalakan mesin.
Ia tidak mungkin membawa Kirana ke rumahnya rumah megah yang selalu siap diawasi oleh keluarganya terlebih dengan kondisinya yang mabuk. Tanpa berpikir panjang, ia mengarahkan mobil ke salah satu properti apartemen pribadinya yang jarang ia gunakan, sebuah tempat persembunyian di pusat kota yang menjanjikan privasi total.
Setibanya di sana, proses memindahkan Kirana dari mobil ke unit apartemen yang mewah terasa canggung. Arjuna, yang tangannya terbiasa membalik-balik laporan keuangan dan menandatangani cek miliaran, kini harus berhati-hati agar tidak membangunkan atau menyakiti wanita di pelukannya.
Ia membaringkan Kirana di tempat tidur besar yang diselimuti seprai sutra. Kirana langsung meringkuk, memejamkan mata lebih erat. Arjuna berdiri di samping tempat tidur selama beberapa saat, mendengarkan napas teratur Kirana. Ia seharusnya pergi. Ada laporan yang menunggu. Ada keputusan besar yang harus dibuat esok pagi.
Namun, ia merasa seperti berada di sebuah jeda. Jeda dari tuntutan, dari tekanan, dari tahta dingin yang baru ia duduki. Kehadiran wanita asing ini, yang tidak menuntut apa-apa darinya dan tidak tahu siapa dirinya, terasa sangat melegakan.
Ia memutuskan untuk menunggu sebentar, hanya sampai Kirana benar-benar stabil. Ia menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, dan kembali.
Saat Arjuna duduk di sofa, membuka laptop untuk mencoba bekerja, sebuah suara samar memanggil.
"Ayah..."
Arjuna menoleh. Kirana bergumam dalam tidurnya, air mata mengalir perlahan di pelipisnya.
"Aku kuat, Ayah... Aku janji... Tapi kenapa mereka jahat sekali?"
Gumam lirih itu menusuk keheningan ruangan. Arjuna menutup laptopnya. Ia bukan orang yang lembut. Empati adalah konsep asing baginya, namun ia merasa tergerak oleh penderitaan nyata yang terdengar dari bisikan tidur itu.
Ia mendekati tempat tidur, duduk di tepi kasur. Ia meraih segelas air di nakas dan mencoba membangunkan Kirana dengan lembut.
"Hei. Minum sedikit air," katanya, suaranya lebih lembut dari yang pernah ia gunakan saat berbicara dengan karyawan mana pun.
Kirana membuka mata, pandangannya masih kabur dan bingung. Ia melihat siluet pria tampan di depannya, wajahnya samar namun terasa hangat. Bagi Kirana yang setengah sadar, pria ini mungkin adalah malaikat penolong yang dikirim ayahnya.
"Aku gagal, Ayah..." bisik Kirana, meraih tangan Arjuna yang memegang gelas. "Aku tidak bisa lagi menahan mereka. Aku lelah..."
"Kamu tidak gagal," jawab Arjuna, tanpa sadar mengikuti alur bicara Kirana. Ia membiarkan Kirana memegang tangannya. "Semua orang punya batas. Kamu sudah berjuang keras."
Sentuhan itu, kata-kata penenang itu, dan kehangatan yang dipancarkan oleh Arjuna, menyentuh titik rapuh dalam diri Kirana yang selama ini ia sembunyikan. Dalam kegelapan dan kelemahan emosional, Kirana menarik tangan Arjuna dan membawanya ke pipinya.
"Terima kasih," katanya, suaranya penuh rasa syukur yang mendalam.
Saat itu, kontrol diri Arjuna yang selalu ia junjung tinggi seolah runtuh. Kelelahan mental setelah penobatan yang menegangkan, tekanan untuk selalu sempurna, dan kesendirian di puncak kekuasaan, semuanya menemukan celah untuk melepaskan diri. Ia membalas tatapan tulus Kirana, yang kini tidak lagi terlihat seperti wanita yang mabuk, melainkan wanita yang sedang mencari pelabuhan.
Arjuna Mahesa, yang tidak pernah membiarkan emosi menguasai logikanya, mendekat. Keheningan malam itu, suasana apartemen yang intim, dan kerentanan Kirana, menciptakan badai yang tak terhindarkan.
Malam itu, di bawah keremangan lampu tidur, kehangatan yang tidak terduga terjadi. Sebuah kebersamaan yang dipicu oleh kelelahan, kerapuhan, dan hasrat yang tak terucapkan, melampaui batas profesionalisme dan kasta sosial yang memisahkan mereka di dunia nyata.
Itu adalah malam yang lembut, di mana identitas hilang ditelan gelap, hanya menyisakan dua jiwa yang, untuk sesaat, melarikan diri dari penderitaan dan tekanan hidup masing-masing.
Sinar matahari pagi yang malu-malu menyelinap masuk melalui celah gorden tebal, membangunkan Arjuna Mahesa dari tidurnya.
Hal pertama yang ia rasakan adalah berat di dadanya. Ia membuka mata dan menemukan rambut Kirana yang lembut menyentuh dagunya, Kirana tidur dalam pelukannya.
Dalam sekejap, kesadaran Arjuna kembali seratus persen. Ia adalah Arjuna Mahesa, CEO baru MJN. Dan wanita yang kini tidur di ranjangnya adalah wanita asing yang ia temui di bar. Rasa dingin profesionalisme dan penyesalan langsung menyerbu.
Ia dengan hati-hati melepaskan diri dari Kirana, duduk di tepi ranjang. Ia mengacak rambutnya frustrasi. Apa yang baru saja ia lakukan? Ia membenci ketidakpastian, dan malam tadi adalah definisi dari ketidakpastian yang tidak terkontrol.
Ia mengambil ponselnya yang ada di nakas. Pukul 06:15. Ia memiliki rapat penting di kantor pada pukul 08:00.
Arjuna segera bangkit dan mengenakan kembali pakaiannya yang terserak rapi. Ia berjalan menuju meja samping ranjang, mengeluarkan dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang tunai, menaruhnya di nakas.
Ia tahu, perbuatannya ini sangat tidak elegan, namun ini adalah cara paling cepat dan paling bersih untuk mengakhiri 'kesalahan' ini. Ia tidak ingin ada komplikasi. Ia harus melupakan malam ini dan kembali ke dunianya.
Sebelum pergi, ia melirik Kirana untuk yang terakhir kalinya. Ia melihat Kirana mulai bergerak sedikit, perlahan-lahan sadar. Arjuna tidak mau berhadapan dengan drama emosional atau interogasi pagi.
Ia mengambil keputusan. Ia akan pergi, sebelum wanita itu sepenuhnya bangun.
Arjuna Mahesa, Sang CEO, meninggalkan apartemen itu secepat ia bisa, meninggalkan uang tunai dan segunung pertanyaan. Ia berjalan keluar dengan perasaan hampa dan sedikit mual karena penyesalan, bertekad untuk menghapus malam itu dari ingatannya, seolah-olah itu hanyalah mimpi buruk yang disebabkan oleh kelelahan.
Namun, ia tidak tahu, di balik gorden yang masih tertutup, Kirana Aulia baru saja membuka matanya, merasakan sakit kepala yang menusuk dan kesadaran pahit yang perlahan menyeruak: Ia tidak sendirian.
Ia melihat dirinya sendiri dalam balutan selimut, lalu matanya terpaku pada setumpuk uang tunai yang diletakkan di samping jam weker.
Kirana tersentak kaget. Wajahnya langsung pucat pasi. Ia meraih uang itu dengan tangan gemetar.
"Apa yang terjadi... semalam?" bisiknya ngeri.
Ia segera bangkit, mencari sekeliling. Bau parfum mahal yang tertinggal di udara. Kamar mewah yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya. Dan yang paling menakutkan, ia ingat samar-samar wajah tampan dan dingin yang mendekatinya.
Kirana merasa dunianya runtuh. Ia tidak hanya minum terlalu banyak dan berbuat ceroboh, ia juga baru saja tidur dengan seorang pria asing yang meninggalkannya dengan uang di meja, seolah-olah ia adalah...
Air mata penyesalan dan amarah bercampur. Ia merasakan kekecewaan besar terhadap dirinya sendiri, karena setelah semua cobaan hidupnya, ia jatuh dalam kelemahan yang memalukan. Ia harus segera pergi dari tempat ini, sebelum pria itu siapa pun dia kembali.
Ia buru-buru memakai pakaiannya dan berlari ke luar, membawa serta trauma dan kegelisahan yang jauh lebih besar daripada sekadar rasa sakit karena mabuk. Ia tidak melihat ada kartu identitas atau petunjuk apa pun mengenai pria itu.
Kirana Aulia pergi, membawa rahasia besar malam itu. Ia tidak tahu, pria yang meninggalkannya dengan rasa malu adalah CEO baru perusahaan tempat ia bekerja.
Sebuah takdir yang kejam baru saja mengikat dua orang dari dunia yang sangat berbeda dalam satu benang kusut yang tak terhindarkan.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal
lope lope Rin hatimu lura biasa seperti itu terus biar ga tersakiti