Kejadian tidak di inginkan terjadi, membuat Gus Ikram terpaksa harus menikahi seorang gadis yang sama sekali tidak di kenal olehnya. "Kita menikah, jadi istri rahasia saya " Deg ... Ramiah sungguh terkejut mendengar perkataan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
"Jangan berbicara omong kosong Ramiah, karena sampai kapanpun, saya tidak akan pernah mungkin menceraikan kamu. Kamu milik saya. Selamanya akan menjadi milik saya. Kita akan membesarkan anak kita sama-sama berdua."
Raniah menutup telinganya saat lagi dan lagi perkataan Gus Ikram terngiang-ngiang di dalam kepalanya itu. Perkataan itu terus berdengung di telinganya, membuat Ramiah sungguh sangat ketakutan. Apa maksud pria itu? Kenapa pria itu berbicara seperti itu?
Sungguh tidak pernah menyangka jika Gus Ikram akan mengatakan hal tersebut padanya.
Mau sampai kapan hubungan mereka seperti ini? Dan sampai kapan pernikahannya ini di rahasiakan? Tidak mungkin kan selamanya ia terjebak dengan pria itu.
Ceklek
Pintu kamar itu terbuka, Gus Ikram langsung menghampiri sang istri yang sedang meringkuk di atas tempat tidur sana. Ini sudah sore hari, namun Ramiah belum makan sama sekali sedari tadi siang.
Gus Ikram berjalan menghampiri sang istri, lalu mengelus kepalanya dengan lembut. Entahlah tapi ada rasa sayang yang hadir di dalam dirinya untuk istri rahasianya ini. Ia bahkan sangat takut kehilangan sosok wanita ini.
"Mia, makan dulu yuk, saya sudah buatkan rendang daging untuk kamu." Kata Gus Ikram. Tadi Gus Ikram memang pergi berbelanja untuk mengisi kulkas di apartemen itu. Ia juga sedang ingin makan rendang daging, karena Gus Ikram juga pandai masak, jadi ia langsung memasaknya. Bibir pria itu tidak berhenti mengulas senyumnya, karena rasa euforia memenuhi hatinya. Bagaimana pun, ia bahagia sekali mengingat sang istri saat ini tengah mengandung, dan semua hal-hal yang di alaminya beberapa hari ini adalah salah satu gejala kehamilan. Itu yang di baca di internet olehnya tadi. Tak sempat bertanya kepada dokter, karena dokter tadi kadung mengusirnya pergi dari rumah sakit karena telah melakukan keributan dengan pria tadi.
Ramiah berpura-pura memejamkan matanya, sambil terus mengeratkan selimut yang membalut tubuhnya, demi apapun ia takut dengan pria itu.
Kata-katanya yang mengatakan bahwa ia miliknya selamanya, bagaikan momok paling menakutkan di dalam hidup Ramiah. Bagaimana pun, Ramiah hanya lah manusia biasa, ia juga ingin hidup bebas, tanpa ada rahasia-rahasia seperti ini.
Bukannya setiap rahasia yang kita simpan rapat pasti akan di ketahui juga? Terlebih rahasia itu menciptakan suatu kebohongan-kebohongan berikutnya. Sepandai-pandainya seseorang menyimpan bangkai, maka pada akhirnya pasti orang lain akan menciumnya.
Dan Ramiah sudah bertekad jauh-jauh sebelumnya hamil, ia ingin meminta pisah dari suaminya itu.
Bagaimana pun, mereka di satukan karena sebuah kesalahan yang tidak di sengaja, dan Ramiah mencoba untuk ikhlas, menerimanya, mungkin ini takdir yang sudah di jalaninya. Dan ia akan hidup bebas tanpa ada rasa bersalah.
Dan saat tau jika ia hamil, Ramiah tidak masalah, karena ia bisa membesarkan anaknya seorang diri. Tidak ada sosok ayah, Ramiah tak peduli. Yang penting ia dan anaknya nanti terhindar dari masalah apa pun yang akan datang.
"Mia, bangun sayang.. bayi kita juga butuh nutrisi. Kamu juga sayang."
Deg
Jantung Ramiah semakin berdebar tidak karuan mendengar seruan sayang yang di sematkan di setiap kata yang terucap di bibir suaminya itu. Rasa mual langsung terus menggelitiki perutnya.
Biasanya seseorang jika di panggil dengan kata-kata romantis akan bahagia, tapi tidak dengan Ramiah.
"Mia, bangun." Gus Ikram menyentuh lengan sang istri membuat Ramiah langsung terkesiap, buru-buru Ramiah bangun dan mengeratkan selimut tebal itu. Matanya menatap awas pada Gus Ikram.
Gus Ikram mengernyitkan sebelah alisnya bingung saat melihat Ramiah seperti itu. Bahkan tangannya terulur untuk menarik selimut itu terhenti saat Ramiah menepisnya.
"Jangan sentuh saya!"
Deg
Gus Ikram terlonjak terkejut mendengar seruan berupa peringatan itu. Apa lagi melihat keadaan sang istri yang bisa di bilang tidak lah baik-baik saja. Perempuan itu seperti memendam kegelisahan yang teramat mendalam, bola mata masih menatap awas padanya, bahkan keringat sudah merembes membasahi wajah cantiknya.
"Kamu kenapa Mia? Kamu sakit?" Perasaan khawatir itu langsung menyeruak di dalam diri Gus Ikram, apa lagi istrinya saat ini sedang mengandung anaknya.
Sedikit banyaknya, Gus Ikram sudah mencari tau di internet tentang orang hamil. Gus Ikram berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk Ramiah.
"Pergi!! Aku mau sendiri" racau Ramiah.
Semakin kalut Gus Ikram atas penolakan Ramiah, ia langsung beringsut dan menarik tubuh mungil itu lalu memeluknya dengan sangat erat.
Ramiah meronta, jantungnya berderu keras, tangannya mencoba mendorong sekuat mungkin Gus Ikram, namun ia kalah, tenaganya tidak sebanding dengan tubuh pria itu.
Gus Ikram memeluknya sambil mengelus lembut punggung Ramiah, memberikan rasa ketenangan di sana, dan hingga beberapa saat kemudian, di rasa Ramiah sudah sedikit tenang, Gus Ikram menarik diri, tangannya menangkup wajah cantik itu.
Ramiah tersentak, namun tidak bisa melakukan apa-apa, karena entah kenapa sesuatu di dalam dirinya sana sangat menyukai dengan apa yang di lakukan oleh suaminya itu.
Rasa takut yang bersemayam di dalam dirinya tadi seolah hilang entah kemana, kini tergantikan dengan rasa nyaman.
Gus Ikram tersenyum, mencuri satu kecupan di pipi chubby milik Ramiah. Dan Gus Ikram sangat senang saat melihat Ramiah sama sekali tidak melarang atau marah dengannya lagi.
"Ayo makan, kasihan kamu belum makan sedari tadi, kamu juga butuh nutrisi." Ucap Gus Ikram dengan lembut.
Perlakuan serta ucapan Gus Ikram yang lembut seperti itu seolah menghipnotis Ramiah, hingga membuat Ramiah menurut dan mengikuti semua apa yang di katakan oleh Gus Ikram.
*
Hari berlalu, tidak terasa sudah lima hari. Kini Gus Ikram sudah bersiap untuk kembali ke pondok pesantren. Merasa bersalah juga karena sudah membohongi sang ummi, serta mengabaikan Via yang berulangkali menghubunginya. Waktu lima hari ini di gunakan oleh Gus Ikram hanya untuk Ramiah saja. Bahkan ke kantor saja tidak, Gus Ikram menyerahkan semua tumpukkan pekerjaannya pada Verdi-- asistennya.
Dan mengenai Saizar, beberapa hari yang lalu, pria itu pamit karena harus pergi ke London, Saizar juga menyesal karena tidak jadi mengajak Ramiah ke rumah neneknya. Tapi apa boleh buat, perusahaannya yang di London sana sangat membutuhkannya. Ada ribuan karyawan yang membutuhkannya, tidak mungkin Saizar mengabaikan mereka.
Dan selama lima hari ini, Gus Ikram terus memberikan semua perhatiannya dan cintanya untuk Ramiah, dan hal itu membuat Ramiah terbuai dengan perilaku sang suami. Membuat Ramiah terasa nyaman, dan tidak ingin jauh-jauh dari Gus Ikram. Mungkin efek hamil juga. Tapi perilaku Ramiah ke Gus Ikram sudah berubah. Ramiah bahkan tak malu bersikap manja dengan suaminya itu.
"Mas pergi dulu ya, mas janji besok pasti kemari lagi" pamit Gus Ikram pada Ramiah.
Ramiah mengangguk, walaupun agak tak rela, tapi apa boleh buat ia tak ada hak untuk melarang suaminya.
Cup
Gus Ikram mengecup kening sang istri dengan sayang.
"Jangan lupa makan, ingat mas selalu kirim kamu pesan, dan jangan lupa kamu balas."
Ramiah mengangguk, setelahnya Gus Ikram pergi, membuat Ramiah menghela nafasnya kasar.
Lagi dan lagi ia harus sendirian...
bagus karya mu...
mulutnya benar²,
tidak malu dengan gelar ning nya