Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Melepas Baju
"Apa hebatnya Vale dibanding Angela? Meski dia punya gelar master, tapi orang tuanya hanya pebisnis kecil. Tidak bisa dibandingkan dengan Angela, yang terlahir di tengah keluarga konglomerat. Lagi pula, dia juga cantik dan pandai menyenangkan kamu. Jadi, apa yang membuatmu berpikir dua kali, Kelvin?" Annisa kembali bicara dengan intonasi tinggi, merasa jengkel karena putra tunggalnya seperti menyesal setelah putus dengan Vale.
"Ma, tidak bosan ya membahas ini setiap hari?" Kelvin beranjak dari duduknya. "Aset yang diberikan oleh Kakek Jason itu sudah banyak, Ma. Kalaupun aku menikahi gelandangan, tidak akan membuat kita kelaparan. Tapi, Mama selalu saja menuntutku menikahi wanita yang jauh lebih kaya. Sebenarnya aku ini Mama anggap anak atau sekedar umpan untuk mencari keuntungan?" sambungnya dengan suara yang lebih keras.
"Kelvin!"
"Aku sudah putus dengan Vale, sesuai keinginan Mama. Jadi, tidak perlu membahas ini lagi. Terlebih soal Angela. Aku yang lebih tahu dia pantas atau tidak menjadi istriku," bantah Kelvin. Tak gentar sedikit pun meski Annisa membentaknya. Malah dengan berani Kelvin mendengus kasar dan meninggalkan ibunya sendirian.
Tak sampai di situ saja, setibanya di kamar Kelvin menutup pintu dengan keras, lantas menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas ranjang. Kesal, marah, benci, itulah yang ia rasakan saat ini.
Kesal karena Vale punya prinsip kolot, marah karena ibunya terlalu mendewakan uang, benci karena sekarang Vale sudah menikah. Dia bukan lagi pacar orang, melainkan istri. Sebuah hubungan yang disaksikan agama dan negara. Sial!
"Hanya beberapa hari kami putus, tiba-tiba saja dia sudah menikah. Siapa sebenarnya lelaki itu, benar orang yang menginginkan Vale atau hanya lelaki yang sengaja disewa untuk membalas perbuatanku? Ahh, siapapun dia, pastilah sudah meniduri Vale. Aku yang memacarinya selama empat tahun, malah kalah sama laki-laki yang entah dikenal lama atau tidak. Benar-benar brengsek!" umpat Kelvin sambil melempar asal ponselnya. Membiarkan tergeletak di atas bantal agar unggahan Vale tidak terjangkau lagi oleh matanya.
Suasana hati Kelvin langsung buruk kala itu. Dia pulang lebih awal untuk menenangkan diri dari pekerjaan yang padat, nyatanya malah disuguhi kenyataan yang membuatnya makin penat.
Setelah cukup lama marah-marah tak jelas, Kelvin mengambil kembali ponselnya. Lalu mengetik sebuah pesan untuk Vale. Singkat saja, hanya menanyakan siapa gerangan suami Vale.
'Yang jelas dia laki-laki yang lebih baik dari kamu, yang bisa mencintaiku tanpa pikiran kotor.'
Sebuah pesan balasan yang membuat Kelvin naik pitam. Rasa cemburunya makin menggila karena kalimat itu. Tidak sepenuhnya salah, karena waktu itu memang dirinya yang menjadi penyebab hancurnya hubungan meraka. Namun, Kelvin masih merasa benar, karena dia seperti itu juga karena Vale, yang menurutnya begitu kuno.
'Kamu sudah ditiduri olehnya?'
Dengan bodohnya, Kelvin malah membalas demikian.
'Menurutmu?'
Satu jawaban yang berhasil membuat hati Kelvin tak karuan.
'Kamu menolak melakukan itu denganku, tapi dengan mudahnya melakukan dengan orang lain. Wanita macam apa kamu?'
'Kita hanya pacaran, sedangkan aku dengan dia sudah menikah. Tolong pahami itu, Vin.'
Jawaban Vale terkesan santai, seolah sengaja merendahkan keberadaan Kelvin selama ini.
'Tapi, kita sudah pacaran selama empat tahun. Itu tidak sebentar. Harusnya soal itu kamu tidak perhitungan lagi.'
Untuk kesekian kalinya Kelvin mengirim pesan yang menyiratkan ketidaksukaan. Tak sadar jika di kejauhan sana Vale menertawakan sikapnya itu.
'Kamu tahu empat tahun itu tidak sebentar, tapi pernahkah kamu merencanakan hubungan kita ke depannya? Menikah atau sekedar melamar misalnya. Tidak ada, kan? Dan kamu memintaku untuk tidak perhitungan soal itu. Sorry, Vin, aku wanita yang punya harga diri. Jangan samakan dengan wanita-wanitamu yang sudah dibutakan oleh selang-kangan.'
"Brengsek kamu, Vale!" teriak Kelvin sambil melempar ponselnya.
Kali ini bukan lagi ke bantal, melainkan ke lantai hingga letak parah. Kasihan sekali, benda bisu yang tidak tahu apa-apa itu harus berakhir tragis karena kebodohan tuannya.
"Boleh saja kamu merahasiakan ini, Vale. Tapi, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan mencari tahu sendiri siapa suamimu. Akan kubuktikan kalau dia tidak lebih dari aku," lanjut Kelvin masih dengan kemarahan yang memuncak.
Andai saja Vale tahu bagaimana ekspresi Kelvin kala itu, pasti ia bersorak girang. Karena membaca pesan yang menyiratkan ketidaksukaan saja, Vale tak henti-hentinya tersenyum senang.
__________
"Aku malah tidak tahu kalau dia sudah nikah."
Sebuah jawaban yang Kelvin dengar dari Virza—teman lama yang tinggal di Indonesia. Dia tahu siapa Vale dan apa hubungannya dengan Kelvin. Namun, ia justru terkejut ketika Kelvin mengatakan bahwa Vale sudah menikah.
"Memangnya kamu tidak pernah berinteraksi lagi dengan ayahnya? Katamu dulu pernah ada kerja sama dengan dia," ujar Kelvin, tak puas dengan informasi yang ia dapat.
"Masih sering. Tapi, tidak pernah membahas pernikahan Vale. Jika gadis itu benar-benar menikah, harusnya ada pesta besar, kan? Kalaupun tidak diundang, aku pasti mendengar kabarnya. Tapi, ini tidak."
Kelvin termenung sesaat. Di satu sisi ia yakin Virza berkata jujur, namun di sisi lain juga yakin bahwa yang diunggah Vale bukan kebohongan. Surat nikah itu tampak jelas keasliannya.
"Apa dia merahasiakan pernikahannya? Makanya waktu itu nama suaminya ditutup?" batin Kelvin.
"Vin, kamu masih di sana?"
Teguran Virza membuat Kelvin tersadar kembali.
"Iya, sorry sorry." Kelvin diam sebentar, kemudian kembali menyambung ucapannya, "Kalau begitu aku minta tolong saja sama kamu. Cari tahu tentang Vale. Benar menikah atau belum. Jika sudah, tolong cari tahu juga siapa lelakinya."
"Oke, nanti kukabari kalau sudah ada informasi."
Tak lama setelah itu, telepon berakhir. Kelvin kembali fokus dengan pekerjaannya yang sedikit menumpuk, walaupun sulit karena bayang-bayang Vale begitu mengganggu.
Sementara di tempat yang berbeda, Vale sedang berduaan dengan sang suami di dalam kamar. Selisih waktu enam jam lebih cepat, jadi saat ini di tempat Vale dan Riu sudah hampir senja.
"Aku nanti mau makan malam di rumah Papa. Tapi, ada banyak kolega yang hadir karena agendanya sambil membahas bisnis. Jadi tidak apa-apa, kan, kalau kamu kutinggal di rumah?" tanya Riu sembari melepas jas yang melekat di tubuhnya.
"Tidak apa-apa, aku bisa makan malam di rumah. Sekalian nanti sambil menyiapkan bahan untuk interview besok."
Riu mengangguk pelan. Lantas, meminta bantuan Vale untuk mendorong kursi rodanya ke kamar mandi, sekaligus menahan tubuhnya ketika pindah tempat duduk yang biasa digunakan untuk mandi.
"Kamu ... bisa lepas baju sendiri, kan?"
Vale agak ragu ketika melayangkan pertanyaan itu. Selama menjadi istrinya, ini adalah pertama kali membantu Riu . Biasanya, tangan kanan Riu yang melakukan itu, dan kebetulan sekarang sedang tidak ada di rumah.
"Kamu keberatan membantuku?"
Pipi Vale langsung bersemu merah. Membantu katanya? Melepas satu per satu hingga telan-jang bulat? Duh, horor, mengerikan. Vale tidak akan sanggup melakukan itu.
"Kalau kamu keberatan tidak apa-apa. Aku akan menunggu Baron saja."
Mendengar ucapan Riu, Vale jadi serba salah. Dia tak tahu apa yang dilakukan Baron di luar sana, sebentar atau lama. Sedangkan Riu harus bersiap untuk makan malam nanti. Namun, untuk melakukan sendiri, baru membayangkan saja sudah berdebar tak karuan.
Saking bingungnya, Vale sampai tidak tahu jika saat itu Riu menatapnya sambil tersenyum manis.
Bersambung...