Seorang penulis pemula yang terjebak di dalam cerita buatannya sendiri. Dia terseret oleh alur cerita yang dibuatnya, bahkan plot twist yang sama sekali tak terpikirkan sebelumnya. Penasaran kelanjutan cerita ini? Ikuti lah kisah selengkapnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan_Neen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sekitar hampir satu jam, Marlin masih diam di balik meja dan komputernya. Tak terasa waktu makan siang sudah tiba.
Semua orang mulai bergantian keluar ruangan untuk istirahat.
“Hah... rasanya sesak sekali di sini,” gumam Marlin, ketika sudah tak ada lagi orang di sana.
Dia merasa perlakuan mereka padanya benar-benar jahat. Bukan dia yang memulai, tapi seolah dia penyebabnya. Dia membela diri tapi dianggap mengkhianati.
Saat dirinya bangkit, semua menganggap dia tak tau diri. Marlin semakin merasa tak nyaman di perusahaan itu.
Meskipun tim 4 sudah mendapatkan proyek baru, namun mereka seolah tak mau melepaskan Marlin begitu saja, dan terus menyudutkannya.
“Sepertinya aku butuh udara segar,” gumamnya lagi.
Dia lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang bisa dibilang cukup kotor.
Namun saat di sana, lagi-lagi Marlin harus mendengar obrolan tak sedap tentangnya, ketika dirinya berada di dalam salah satu bilik.
“Anak baru di divisi desain itu benar-benar luar biasa. Ku dengar dia itu murahan. Ada yang melihatnya selalu pulang dengan laki-laki kaya,” ucap salah satunya.
“Kau benar. Aku juga mendengar kalau dia itu sering pulang mabuk. Luar biasa sekali dia. Benar-benar tak tau malu,” timpal yang lain.
“Benar. Orang tak tau malu seperti itu bukan di sini tempatnya. Kasihan tim 4, mereka mendapatkan kesi*lan yang besar,” sahut yang lain.
Keduanya bahkan terbahak diakhir percakapan yang semakin membuat Marlin sedih.
Entah sudah sejauh mana gosip itu berkembang, dan sudah sebanyak apa cerita ditambahkan.
Marlin berusaha tak peduli meski hatinya sakit.
Dia segera menyelesaikan urusannya, dan keluar dari sana.
Dia tak peduli kedua orang yang membicarakan begitu terkejut melihat dia keluar dari kamar mandi, yang sudah pasti mendengar semua omongan mereka.
“Ka... kau...,” ucap salah satunya terbata.
Marlin hanya berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangan dengah wajah datarnya. Sementara kedua orang tadi seolah melihat hantu di siang bolong.
“Terserah kalian saja. Aku tak peduli,” ucap Marlin kemudian.
Dia pergi dari sana menuju ke sebuah tempat. Tempat yang sering didatangi akhir-akhir ini. Taman rooftop.
Sesampainya di sana, Marlin berjalan ke arah sebuah bangku kecil yang ada di salah satu sisinya.
“Hah...,” tarikan nafas dalam yang dihembuskan sekaligus, membuatnya terdengar begitu keras dan terada berat.
“Berat sekali ya?” tanya sebuah suara tiba-tiba, yang sontak membuat Marlin menoleh kesana kemari mencari sumbernya.
Kedua matanya membola, tatkala melihat siapa yang sudah ada di sana selain dirinya.
“Kau...,” ucap Marlin tercekat.
Dia segera berdiri dan membungkuk ke arah orang tersebut.
“Selamat siang, Tuan Lau,” sapa Marlin pada orang tersebut yang tak lain adalah Daanish.
Pria itu menepuk-nepuk angin seolah mempersilakan Marlin bersikap biasa saja.
Namun Marlin yang merasa sedang bicara dengan atasan pun tak bisa melakukan hal itu. Dia masih berdiri ditempatnya, sampai membuat Daanish menghela nafas.
Dia kembali berbalik menatap pemandangan kota, dan menyesap lintingan tembakau yang sejak tadi tersemat diantara kedua harinya, dan menghembuskan asap pekatnya di udara.
“Aku paham perasaanmu. Tapi asal kau tau, jika bukan karena bakatmu, kami pun tak akan merekrut mu. Kau sadar betul bukan pendidikanmu sebatas apa?” ungkap Daanish.
Pria itu lalu berbalik menatap Marlin yang masih tertunduk ditempatnya.
“Tunjukan pada mereka kemampuanmu. Lama kelamaan semuanya juga akan berlalu,” lanjut Daanish.
“Terimakasih Anda sudah mengatakan hal-hal semacam itu. Saya hanya manusia biasa. Hanya seorang remaja akhir yang masih butuh banyak bimbingan, namun justru mendapatkan cacian,” ujar Marlin.
Daanish menggosok ujung rokoknya ke tembok, untuk memadamkan benda beracun itu, dan membuangnya ke tempat sampah.
Dia kemudian berjalan ke arah pintu keluar. Saat melewati Marlin dia berhenti sejenak dan menoleh ke arah gadis itu.
“Di sini hanya untuk orang-orang yang kuat. Jika kau selemah ini, habislah,” pungkas Daanish.
Marlin yang sejak tadi menunduk, seketika mengangkat wajahnya mendengar perkataan terakhir daanish.
Meski terdengar kejam, namun memang begitu lah harusnya. Gadis itu terus menatap punggung Daanish yang lambat laun menghilang di balik pintu.
...🐟🐟🐟🐟🐟...
Hari pengerjaan tiba, dan Marlin sudah tiba dikantor pagi-pagi. Dia hanya mengisi presensi harian, dan langsung menuju ke tempat renovasi.
Di sana sudah ada beberapa pekerja yang dipilihnya untuk membantu mendekorasi interior dari toko roti tersebut.
Nampak semua kotak kotak berisi barang-barang dari gudang sudah tiba di sana, bahkan sehari sebelumnya.
Untung saja Lusy itu b*doh. Jika tidak, aku pasti akan gagal melakukannya, batin Marlin.
Kotak yang diambil Lusy bukanlah milik Marlin.
FLASH BACK
Saat hari pembongkaran kontainer, gadis itu melihat bahan-bahan yang baru datang. Banyak bahan yang bisa digunakan, dengan model dan juga warna yang lebih variatif dan sesuai dengan konsepnya.
Gadis itu pun memutuskan untuk mengganti bahan miliknya dan mengumpulkan dalam kotak terpisah, lalu menitipkan pada Howard.
“Maaf, Tuan Howard. Aku tak jadi memakai bahan-bahan ini,” ucap Marlin menunjukkan kotak-kotak penuh barang yang sebelumnya ia simpan.
“Tak masalah, Nona Yang. Akan saya urus nanti,” sahut Howard.
“Kalau begitu biar ku bantu Anda membereskannya lagi,” ucap Marlin.
“Tak perlu. Biar di sana dulu. Bisa beri saya daftar barang-barangnya saja? Akan saya tulis di buku gudang untuk laporan,” pinta Howard.
Marlin pun menyerahkan daftar itu pada Howard, lalu menitipkan semua kotak tadi pada pak tua tersebut.
Mereka meletakkan kotak-kota itu terpisah dengan yang sebelumnya, dan kali ini dia menitipkannya pada Howard, dan bukan penjaga yang lebih muda.
Hal itu lah yang membuat penjaga satunya tak tau dimana kotak Marlin sebenarnya, saat Lusy bertanya tentang hal itu.
Namun rupanya, Howard sudah memindahkan kotak-kotak itu ke suatu tempat, tanpa sepengetahuan orang lain.
Karena itulah Marlin kehilangan kotak-kotaknya dan sempat mengira Lusy berhasil mencurinya.
Namun dia sadar, Lusy salah mengambil kotak berkat informasi dari si penjaga.
“Apa aku bisa meminta nomor ponsel Howard?” tanya Marlin pada penjaga yang bertugas.
Penjaga itu pun lalu memberitahu gadis tersebut beberapa digit nomor ponsel.
Marlin segera menekan tombol-tombol di layar ponselnya dan menghubungi Howard.
Dari sana, dia tau bahwa barangnya berada di tempat yang aman.
“Maaf, Nona Yang. Saya lupa memberitahu Anda lebih cepat karena sakit ku.”
“Semua barangmu masih ada dan aman di ruang belakang gudang. Hari itu, stok yang masuk cukup banyak, sehingga ku bawa barang milikmu ke tempat lain agar tak tercampur,” ungkap Howard.
“Thaks God! Terimakasih banyak, Tuan Howard. Terimakasih. Baiklah, aku harus kembali bekerja. Semoga kau lekas membaik. Aku ikut prihatin mendengar kondisi Anda,” ucap Marlin.
“Terimakasih, Nona. Semoga Anda selalu diberkati,” sahut Howard.
Gadis itu pun segera menuju ke tempat yang dikatakan howard, dan betapa leganya dia saat melihat kotak-kotak miliknya.
Hari itu juga, dia meminta orang-orang untuk mengangkut semuanya ke tempat renovasi. Bahkan dia pun ikut membereskan semuanya, hingga membuat badannya kotor dan acak-acakan.
FLASH BACK END.
Bersambung▶️▶️▶️▶️▶️
Jangan lupa like, komen, rate dan dukungan ke cerita ini 😄🥰