NovelToon NovelToon
New Mama Untuk Alesha

New Mama Untuk Alesha

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Kumi Kimut

Olivia Caroline adalah seorang wanita matang dengan latar belakang kedua orang tua broken home. Meski memiliki segalanya, hatinya sangat kosong. Pertemuan dengan seorang gadis kecil di halte bis, membuatnya mengerti arti kejujuran dan kasih sayang.

"Bibi, mau kah kamu jadi Mamaku?"

"Ha? Tidak mungkin, sayang. Bibi akan menikah dengan pacar Bibi. Dimana rumahmu? Bibi akan bantu antarkan."

"Aku tidak mau pulang sebelum Bibi mau menikah dengan Papaku!"

Bagaimana kisah ini berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

Sementara itu, tanpa Olive sadari, Aarav sedang memandang ke arah ruang istirahat dari lantai atas melalui dinding kaca kantornya. Melihat Olive menjaga Alesia dengan penuh perhatian membuat hatinya terasa hangat.

"Dia memang berbeda," pikir Aarav. "Mungkin... aku harus mencoba mengenalnya lebih baik," lanjutnya merasa kalau sosok Olive begitu penuh kasih sayang.

Di saat yang sama, tatapan mata Aarav yang tak bisa lepas dari Olive, membuat asisten pribadinya bingung karena bibir Aarav yang biasanya mengatup dengan sorot mata tajam, justru tiba-tiba menyungging senyum.

"Pak ... pak, pak Aarav? Gimana? Apa bapak setuju dengan konsep kolega kita?" tanya asisten pribadi Aarav, Aron Billton.

Aarav tidak mendengar apapun, para peserta rapat yang kebingungan lantas meminta Aron untuk menegur Aarav. Soalnya kalau tidak segera mendapatkan keputusan dari Aarav, akan menimbulkan banyak perdebatan.

Aron dengan berhati-hati, menepuk pundak Aarav.

"Pak Aarav, maaf, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Aron dengan suara pelan namun cukup tegas untuk menarik perhatian.

Aarav tersentak dan segera mengalihkan pandangannya dari kaca ke arah meja rapat. Semua mata tertuju padanya, menunggu jawaban atas pertanyaan yang sepertinya baru saja dia lewatkan.

"Oh, maaf, apa tadi?" tanya Aarav dengan nada sedikit canggung.

Ia mengusap dagunya, mencoba terlihat tetap profesional meskipun jelas-jelas pikirannya sedang melayang.

Aron menahan tawa kecil.

"Tadi saya menanyakan apakah Anda setuju dengan konsep desain baru dari kolega kita? Mereka menunggu persetujuan Anda untuk melanjutkan tahap berikutnya."

Aarav mengangguk cepat, meski sebenarnya ia tidak sepenuhnya mendengar apa yang baru saja dibahas. "Ya, konsep itu bagus. Lanjutkan saja," jawabnya sembari melirik dokumen di meja sebagai upaya untuk terlihat sedang memeriksa ulang.

Aron meliriknya dengan ragu, tetapi memilih tidak mengomentari. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran bosnya, dan itu jelas bukan tentang pekerjaan.

"Baik, Pak Aarav. Akan saya teruskan kepada tim," ujar Aron dengan profesionalitas yang terjaga.

Rapat yang sempat terhenti, kembali berlangsung dengan percakapan singkat namun memberikan keputusan yang maksimal antara dua belah pihak.

Setelah rapat selesai, semua anggota rapat keluar dari tempat itu, begitu juga Aarav yang kembali ke ruangannya.

Aron yang membawa berkas penting, mengekor langkah Aarav yang berjalan menuju di ruang kerjanya.

Ruang kerja Aarav hanya berada lima langkah dari ruang rapat, jadi mudah bagi Aron untuk ikut masuk ke dalam tempat itu bersama bosnya.

Aron meletakkan sebuah dokumen di meja dan menatap Aarav dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.

"Pak Aarav," Aron memulai dengan hati-hati, "Apakah aku boleh tahu, kenapa bapak tampak begitu tidak fokus hari ini? Apa ada sesuatu yang mengganggu?"

Aarav menghela napas panjang, menyesap kopinya, lalu menatap Aron dengan mata yang sedikit lelah.

"Aron, kamu tahu bagaimana rasanya mencoba menyeimbangkan pekerjaan dan menjadi orang tua tunggal?"

Aron mengangguk pelan. "Aku bisa membayangkan, Pak. Itu tidak mudah. Apalagi bapak adalah seorang pria dengan seribu kesibukan. Hanya saja, aku merasa kalau bapak sedang memikirkan sesuatu."

Aarav bersandar di kursinya, melipat tangannya di dada. "Aku hanya cemas pada anakku. Alesia adalah segalanya bagiku, tapi aku merasa dia semakin membutuhkan sosok ibu. Dan... Olive, entah kenapa, dia bisa membuat Alesia merasa nyaman dalam waktu singkat. Aku tidak tahu apakah ini hanya kebetulan atau sesuatu yang lebih dari itu."

Aron mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata bosnya.

"Jadi, bapak mulai mempertimbangkan Olive sebagai seseorang yang lebih dari sekadar karyawan, Pak?"

Aarav menatap Aron dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Matamu jeli sekali, tahu aja kalau aku lihat Olive. Btw ... aku belum tahu, Aron. Tapi satu hal yang jelas, dia membuat hidupku sedikit lebih mudah hari ini. Dan itu... sudah cukup berarti."

Aron tersenyum tipis. "Hehehe syukurlah kalau bapak bisa berpaling ke wanita lain. Setidaknya mendiang Nyonya Rachel bahagia kalau bapak juga bahagia. Tidak ada salahnya mengenal Olive lebih dekat, Pak."

Aarav terdiam, memikirkan ucapan Aron. Dia merasa apa yang Aron katakan benar adanya.

"Huft! Tak tahu lah, Ron. Aku masih bingung dengan perasaanku sendiri. Yang pasti, aku ikut Alesia saja. Kalau dia ingin aku menikah lagi, oke oke saja. Tapi keinginan itu harus lahir dari lubuk hatinya, bukan karena omongan orang," ucap Aarav memberikan keterangan soal dirinya perlahan ikhlas menerima kepergian Rachel.

"Hehe, jangan bingung Pak. Orang ceweknya udah jelas di depan mata. Jangan ditolak."

"Bukan itu sih, cuma ... aku ... belum sepenuhnya melupakan Rachel. Dia terbaik pokoknya."

"Maaf Pak, bukan aku mengingatkan bapak soal Nyonya Muda. Tapi ...." Sang asisten jadi tidak enak hati. Pengennya menghibur bosnya eh malah mengingatkan kepada masa lalu yang cukup menyesakkan dada.

"Hehe ... tenang aja sih. Aku gak masalah kalau soal itu. Aku berusaha untuk melupakannya, tapi gak ada yang bisa sebaik Rachel. Tapi bukan berarti aku mengabaikan keinginan Alesia."

"Iya, pak. Semoga bapak segera mendapatkan pengganti Nyonya Rachel," ucap Aron agak canggung.

"Iya, aamiin. Aku akan berusaha, terima kasih doanya. Sudahlah, tidak perlu diperpanjang aku mau pulang dulu antar Olive. Kasihan dia kelamaan di kantor.  Aku pergi dulu," jawab Aarav seraya beranjak dari tempat duduknya.

"Baik, pak."

Aarav keluar dari ruang kerjanya, disusul oleh sang asisten yang terus menatap punggung bosnya sambil bergumam." Bapak orang yang baik, pasti Tuhan bakalan kirim pengganti Nyonya Rachel."

•••

Aarav berjalan menuju tempat dimana Olive dan putri kecilnya beristirahat. Pengennya langsung masuk ke dalam ruangan itu eh kenapa rasanya malah gak enak hati.

Sang pria tampak mondar-mandir gak jelas di depan pintu karena saking bingungnya.

"Kalau aku langsung masuk, keknya gak etis banget. Tapi ini kantorku, mau ngapain aja terserah deh kayake. Hanya saja aku merasa ... astaga kenapa aku kek gini sih?" gumam Aarav seperti orang kikuk.

Disaat yang sama, tiba-tiba saja pintu terbuka. Di hadapannya tampak jelas sosok Olive. Aarav kaget bukan main.

"Astaga, kenapa bapak ada di sini?" tanya Olive yang kaget sebab melihat ada Aarav tepat dihadapannya.

Aarav mengatur nafasnya agar tidak terlalu kaget seperti Olive agar terlihat lebih cool." Hm, aku mau buka pintu, tapi kamu sudah duluan."

"Rapatnya sudah selesai kan pak?"

"Sudah, mari kita pulang."

"Maaf pak, aku gak bisa bareng bapak. Aku sudah dijemput, orangnya ada di depan kantor."

"Oh, dijemput siapa?"

"Adikku, Pak. Maaf ya, aku tinggal dulu. Alesia masih bobok kok, tenang aja." Olive berjalan melewati sang bos dengan perasaan canggung, ini kali pertama dirinya berkata dengan sopan. Biasanya sih teriak gak karuan. Bikin seisi kantor tahu kalau pria dan wanita ini gak bakalan bisa akur sampai kapanpun. Aarav dengan keras kepalanya, Olive dengan keteguhan hatinya. Benar-benar dua orang yang sulit untuk disatukan.

Tapi ...

Hari ini terlihat jelas kalau semua itu bisa dipatahkan dengan kehadiran putri kecil Aarav yang menengahi perbedaan sifat itu.

Saat Olive mulai berjalan menjauh, Aarav terdengar memanggil nama gadis itu, otomatis Olivia menoleh.

"Ada apa, Pak?"

"Terima kasih untuk hari ini, Olivia," ucap Aarav terdengar sangat tulus.

"Oh, gak masalah pak. Aku ikhlas melakukannya demi Alesia. Dia gadis yang manis dan baik," jawab Olivia sambil tersenyum.

"Ya, pulanglah. Hati-hati dijalan."

"Baik Pak," jawab Olive membalikkan badannya lagi, dia berjalan menuju ke arah halaman depan kantor itu.

Aarav tersenyum dan langsung masuk ke dalam ruang tunggu. Disana sang putri masih lelap. Aarav tak tega kalau harus memindahkan tubuh itu ke mobil.

Sang pria terlihat berjongkok disamping Alesia." Sayang, Papa pastikan kamu mendapatkan kasih sayang seorang Mama. Papa janji!"

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 🥰 salam kenal 🙏
kalea rizuky
berarti santi ma Arab bneran kah tidur bareng
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Eva Karmita
semangat Olive jangan menangisi mantan tapi tataplah masa depan 💪😍😍😍😍
Eva Karmita
peluk Olive sabar ya mungkin Mario bukan jodoh mu 🤗🤗🤗
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Eva Karmita
💓
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
KumiKimut: siap kak makasih ya, semoga suka/Kiss/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!