NovelToon NovelToon
Sang Raja Asura

Sang Raja Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Penyelamat
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Anonim

Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 6: Kemunculan Iblis

“Kita benar-benar menarik perhatian, tapi aneh bagaimana mungkin makhluk-makhluk ini bisa melewati batas suci,” ucap Feng Nan dengan nada datar. Sebagai mantan Dewa di daratan Surgawi, dia mengetahui hampir semua hal, namun kehadiran makhluk-makhluk iblis ini membuatnya heran. Kebanyakan dari mereka berada di ranah Inti Perak awal, jauh di bawah kekuatannya. Namun, dia tidak bisa meremehkan mereka, karena makhluk ini berasal dari Ras Iblis, salah satu ras penguasa Alam Surgawi.

Dia meraih cincin ruangnya, bersiap mengeluarkan pedangnya, tetapi Hia Bei, harimau emasnya yang setia, maju lebih dahulu. Dengan cakarnya yang besar, dia berdiri di antara Feng Nan dan makhluk-makhluk itu.

Roar...

“Hia Bei, apakah kau ingin melawan mereka?” tanya Feng Nan, tatapannya tajam namun tenang.

Raur...

“Kau belum sepenuhnya stabil. Mundur dan biarkan aku yang menangani mereka,” perintah Feng Nan dengan otoritas. Namun, Hia Bei hanya menoleh sedikit, tatapannya penuh tekad, seolah berkata bahwa ia akan melindungi Feng Nan seperti Feng Nan selalu melindunginya.

Makhluk-makhluk iblis itu mulai bergerak, suara mereka seperti perpaduan raungan binatang buas dan bisikan maut. Jumlah mereka semakin banyak, melingkari Feng Nan dan Hia Bei. Dengan satu tarikan napas panjang, Feng Nan akhirnya berkata, “Kalau begitu, mari kita hadapi mereka bersama.”

Hia Bei menerjang lebih dulu. Cakar emasnya berkilauan dengan energi murni saat ia mencabik makhluk pertama, yang langsung lenyap menjadi bayangan hitam. Energi purifikasi yang terpancar dari tubuh Hia Bei membuat setiap makhluk iblis yang terkena serangannya terhapus dari keberadaan.

Feng Nan tidak kalah mematikan. Pedangnya berkilau merah darah, menari di udara, memotong setiap makhluk yang mendekat. Gerakannya seperti bayangan, cepat dan presisi, seolah ia menari di medan perang. Lima makhluk tumbang hanya dalam beberapa detik di bawah tebasannya.

Namun, jumlah mereka tampak tak berujung. Setiap kali satu makhluk tumbang, dua lainnya muncul dari portal gelap yang memancarkan energi jahat. Feng Nan segera menyadari bahwa portal itu tidak biasa.

“Hia Bei, kita harus menutup portal itu,” teriak Feng Nan sambil menghindari serangan makhluk iblis yang melompat ke arahnya. “Jika tidak, mereka akan terus berdatangan.”

Hia Bei menggeram setuju, melompat kembali ke sisi Feng Nan. Bersama-sama, mereka mulai bergerak menuju retakan ruang yang menjadi sumber portal gelap itu. Tapi perjalanan mereka tidak mudah. Makhluk-makhluk iblis semakin agresif, seolah menyadari niat Feng Nan dan Hia Bei.

Setelah pertarungan sengit, Feng Nan akhirnya mengeluarkan sebuah jimat kuno dari cincin ruangnya. Jimat itu dipenuhi simbol-simbol yang bersinar lembut – sebuah artefak yang dia pelajari selama menjadi Dewa.

“Hia Bei, lindungi aku selama beberapa saat,” perintah Feng Nan sambil mulai merapalkan mantra untuk mengaktifkan jimat itu.

Hia Bei berdiri kokoh di depan Feng Nan, tubuhnya bersinar dengan energi emas yang semakin kuat. Dengan kecepatan luar biasa, ia melawan setiap makhluk iblis yang mendekat, menjadi benteng pelindung yang tak tergoyahkan.

Sementara itu, Feng Nan fokus pada mantranya. Energi dari jimat kuno itu mulai memancar kuat, membentuk sinar emas yang menembus portal gelap. Retakan ruang perlahan menyusut, tetapi kekuatan gelap dari portal melawan dengan hebat.

“Sedikit lagi…” gumam Feng Nan, keringat mengalir di dahinya.

Akhirnya, dengan satu mantra terakhir, cahaya dari jimat itu meledak, menutupi seluruh lembah. Portal gelap itu menghilang, meninggalkan hanya keheningan yang mendalam.

Feng Nan terjatuh ke lututnya, napasnya terengah-engah. Dia memeriksa sekeliling, memastikan tidak ada lagi makhluk iblis yang tersisa. Di sisinya, Hia Bei berdiri dengan tubuh yang penuh luka, tetapi tetap gagah.

“Kau telah melakukan pekerjaan yang baik, Hia Bei,” ujar Feng Nan, menepuk kepala harimau itu dengan lembut. Hia Bei menggeram pelan, menunjukkan rasa puas atas kemenangan mereka.

Namun, Feng Nan tahu bahwa kejadian ini bukanlah hal biasa. Portal gelap itu menunjukkan ada kekuatan besar yang sedang bermain. Dia memandang jauh ke arah cakrawala, matanya penuh dengan tekad.

“Sepertinya perjalanan kita baru saja dimulai, Bei,” katanya pelan.

Kediaman Feng Nan.....

Fajar menyingsing, menunjukkan pagi yang tenang di hutan. Sudah tujuh tahun Feng Nan tinggal di tempat ini, dan selama itu pula ia membangun kekuatannya hingga mencapai ranah Inti Perak Menengah. Hari ini, dia memutuskan untuk meninggalkan tempat ini dan memulai petualangan baru.

Feng Nan menatap rumah kecilnya untuk terakhir kali. Meskipun sederhana, rumah itu penuh dengan kenangan kasih sayang keluarganya. Dengan hati-hati, dia meletakkan sebuah surat di atas meja kayu, di tempat yang sama di mana dulu orang tuanya meninggalkan pesan sebelum kepergian mereka.

“Aku harap saat ayah dan ibu kembali, mereka tidak mencariku,” gumamnya pelan.

Dia melangkah keluar dengan mantap, diikuti Hia Bei. “Hia Bei, cepat berubah menjadi kecil,” perintahnya.

Raur...

Tubuh Hia Bei perlahan mengecil, berubah menjadi harimau kecil yang lucu. Dengan cekatan, ia melompat ke kepala Feng Nan, bersiap untuk perjalanan mereka. Feng Nan menghela napas panjang, menatap ke arah hutan yang selama ini menjadi rumahnya.

“Dunia luar, aku akan datang.”

"Siapa yang mengirim kalian?"ucap seorang wanita muda kepada seorang pria kekar dengan pedang penuh darah di gengamanya.

"Hahahaha, Putri kau sunguh bodoh, apa kau tidak tahu siapa yang mengirim kami?"ucap pria itu dengan senyumnya.

"Tidak..,tidak mungkin jangan-jangan..,"ucap wanita muda itu tertunduk lemas.

"Hahaha, tenang saja putri sebelum aku membawamu aku akan mencicip tubuh indahmu itu,"ucap pria itu mencoba meraih tangan wanita itu, namun belum sempat pria itu menyentuk wanita itu.

Boom!

"Hu..., Bei kecil lihatkan orang itu lemah,"ucap seorang pemuda yang tiba-tiba sudah muncul di depan wanita itu.

Perlahan wanita itu mendongak melihat Feng Nan, dia tiba-tiba membeku saat melihat wajah pemuda di depanya masih ingat dengan jelas wajah pemuda itu, tepat waktu itu dimana dirinya dalam bahaya seorang pemuda tiba-tiba muncul seperti angin dan menolongnya.

"Tuan...."ucap wanita itu pelan.

"Oh...,aku tak menyangka akan bertemu denganmu lagi nona,"ucap Feng Nan yang mengingat wanita yang dia tolong dua tahun lalu saat mereka di serang oleh Ular Mata Elang.

"Uhuk-uhuk, bajingan siapa kau?"ucap teriak pria kekar itu bangun.

"Aku hanya pengembara yang tersesat,"ucap Feng Nan dengan senyum.

"Bajingan!"ucap orang itu tiba-tiba menyerang Feng Nan dengan pedangnya.

Clang!

"Hmm, seranganmu begitu lemah,"ucap santai Feng Nan menahan bilah pedang itu dengan kedua jarinya.

"Apa tidak mungkin,"ucap heran pria kekar itu.

Boom!

Dengan cepat Feng Nan melancarkan tinjuan ke perut pria itu dan membuat pria itu terbang menghantam pohon dan berakhir pingsan.

Feng Nan menatap tubuh pria kekar yang kini tergeletak tak berdaya di antara serpihan kayu. Hia Bei, yang masih dalam wujud kecil, menguap malas di atas kepala Feng Nan seolah pertarungan tadi hanyalah angin lalu.

"Nona, apakah kau baik-baik saja?" tanya Feng Nan dengan nada datar, menatap wanita itu yang masih memegangi lengan kirinya. Luka kecil di sana tampak memerah, tapi bukan sesuatu yang serius.

Wanita itu mengangguk pelan, meski matanya masih terpaku pada Feng Nan. "Tuan... mengapa Anda ada di sini?" tanyanya dengan suara gemetar, tetapi jelas terdengar rasa kagum dan terima kasih dalam nada bicaranya.

Feng Nan tersenyum tipis. "Aku hanya kebetulan lewat. Tapi sepertinya takdir kita sering bersilangan," jawabnya, melirik tubuh pria kekar yang mulai bergerak lemah.

Tanpa menunggu jawaban wanita itu, Feng Nan melangkah mendekati pria yang kini sedang berusaha merangkak menjauh. "Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Feng Nan sambil menginjak punggung pria itu dengan ringan, namun cukup kuat untuk membuatnya tak bisa bergerak. "Siapa yang memerintahkanmu menyerang?"

Pria itu menggertakkan giginya, mencoba melawan, tetapi tidak mampu. "Aku tak akan memberitahumu apa pun!" bentaknya, meskipun suaranya mulai goyah.

Feng Nan menghela napas pelan. Dia menoleh pada Hia Bei. "Kau mau mencobanya?"

Hia Bei, yang masih dalam wujud kecil, melompat turun dari kepala Feng Nan dan berjalan perlahan mendekati pria itu. Dengan sorot mata yang tajam, ia menggeram rendah. Aura emas samar menyelimuti tubuh kecilnya, memberikan tekanan yang membuat pria itu gemetar.

"Baik! Aku akan bicara!" pria itu akhirnya menyerah, keringat dingin mengalir di wajahnya. "Kami... kami diperintahkan oleh... oleh keluarga Zhao!" suaranya hampir berbisik, takut jika ada pihak lain yang mendengar.

Mata Feng Nan menyipit. Keluarga Zhao?  "Apa alasan mereka menyerang?" tanyanya lagi.

Pria itu menelan ludah, matanya berputar mencari jalan keluar. "Aku... aku hanya menjalankan perintah. Mereka bilang kami harus membawa gadis ini hidup-hidup. Itu saja yang aku tahu!" teriaknya, napasnya terengah-engah.

Feng Nan memandang pria itu untuk beberapa saat sebelum akhirnya menarik kakinya. "Hia Bei," panggilnya lembut.

Harimau kecil itu mengangguk dan melompat kembali ke kepala Feng Nan, menguap seolah pertunjukan sudah selesai. Pria kekar itu terjatuh ke tanah, tubuhnya lemas. Dia tidak berani bergerak, meskipun tahu nyawanya mungkin masih terancam.

Feng Nan menoleh ke wanita itu, yang kini sudah berdiri dengan tatapan tegang. "Nona, keluargamu pasti berada dalam bahaya. Kau harus segera kembali dan memperingatkan mereka," katanya.

Wanita itu menggigit bibirnya, terlihat ragu. "Tapi... aku tak bisa melakukannya sendirian. Jika mereka tahu aku kembali, mereka pasti akan mencoba menangkapku lagi."

Feng Nan terdiam sejenak, memandang jauh ke arah cakrawala. Dia tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam konflik yang mungkin membahayakan perjalanannya. Namun, pandangan wanita itu mengingatkannya pada seseorang dari masa lalunya—seseorang yang pernah dia tinggalkan tanpa perlindungan.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Aku akan mengantarmu kembali ke keluargamu. Tapi setelah itu, aku tak ingin terlibat lebih jauh."

Wanita itu tampak lega. "Terima kasih, Tuan. Saya benar-benar berterima kasih," ucapnya dengan nada tulus.

Feng Nan mengangguk ringan, lalu melangkah ke arah pria yang masih tergeletak. "Kau beruntung aku tidak membunuhmu. Pergilah dan sampaikan kepada orang-orangmu bahwa aku akan datang jika mereka berani mencoba lagi," katanya dingin.

Pria itu mengangguk tergesa-gesa sebelum menyeret tubuhnya menjauh, menghilang di balik pepohonan.

Perjalanan kembali ke desa wanita itu berlangsung tanpa banyak hambatan. Feng Nan tetap waspada, tetapi tidak ada tanda-tanda serangan lanjutan. Sepanjang perjalanan, wanita itu bercerita tentang keluarganya dan konflik dengan keluarga Zhao yang mulai sejak beberapa tahun lalu.

"Dulu, keluarga kami adalah yang terkuat di wilayah ini," katanya dengan nada sedih. "Tapi setelah ayahku menghilang, kami kehilangan kekuatan untuk melawan mereka, dan berakhir keluarga kami yang bersembunyi di desa itu."

Feng Nan hanya mendengarkan tanpa banyak komentar. Dia tidak ingin terlibat lebih dalam, tetapi hatinya merasa tidak tenang mendengar cerita itu.

Ketika mereka tiba di gerbang desa, suasana tampak sunyi. Feng Nan segera menyadari ada yang tidak beres. Bau darah samar tercium di udara.

Wanita itu tampak panik. "Ini... ini tidak mungkin..." gumamnya sambil berlari menuju rumah keluarganya.

Feng Nan mengikutinya dengan langkah tenang, tetapi tatapannya tajam. Ketika mereka sampai di halaman rumah, pemandangan mengerikan menyambut mereka. Tubuh para pelayan tergeletak di mana-mana, dan api kecil menyala di beberapa sudut.

Wanita itu terjatuh ke lutut, menatap pemandangan itu dengan mata penuh air mata. "Tidak... tidak mungkin..."

Feng Nan menghela napas panjang. Dia tahu perjalanan ini akan menjadi lebih rumit dari yang dia bayangkan. Namun, melihat wanita itu dalam keadaan putus asa, dia tidak bisa hanya diam.

"Hia Bei," panggilnya.

Harimau kecil itu melompat turun, mengendus udara. Kemudian, ia menggeram pelan, menoleh ke arah bangunan utama.

"Sepertinya ada orang yang masih hidup," ucap Feng Nan. "Ayo kita periksa."

1
Saipul Bachri
lanjutkan terus Thor
Rinaldi Sigar
lanjut
Ibad Moulay
Lonceng Besar
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Rinaldi Sigar
lanjut
Ibad Moulay
Lelang
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Rinaldi Sigar
lanjut thor
Abi
up
Abi
Biasa
Abi
Kecewa
Ibad Moulay
Uraaa 🔥🔥🔥
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Ibad Moulay
Uraaa 🐎🐎🐎🐎
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Ibad Moulay
Uraaa 🐎🐎🐎🐎
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Ibad Moulay
Uraaa 🐎🐎🐎
Ibad Moulay
Lanjutkan 🔥🔥🔥🔥
Ibad Moulay
Uraa 🐎🐎🐎
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!