NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16: Kabar Baru yang Membawa Kejutan

Sepulang dari rumah Alfariel, Aletta cepat-cepat mengambil paper bag yang berhias pita merah di atas meja belajarnya. Hari ini Aletta ada jadwal untuk pergi menemui Agisha di kafenya. Dengan mengenakan baju favoritnya, Aletta sudah siap untuk berangkat. Tidak lupa dibawanya paper bag yang berisi bingkisan untuk Agisha.

"Mau kemana lagi sih, Kak? Rapi banget," komentar Enno yang menghadang Aletta di depan pintu.

"Mau keluar," jawab Aletta malas. "Sudah, sana minggir, Kakak mau lewat!" Tangan Aletta menyingkirkan tangan Enno yang dibentangkan menghalangi jalan, sehingga Aletta kesulitan untuk keluar melewati pintu yang ada di depannya.

"Keluar kemana?" tanya Enno kembali, kali ini nada suaranya lebih tegas.

"Pokoknya mau keluar." Aletta tetap tidak mau memberikan alasan yang berbeda.

"Iya, Kak Aletta keluar mau kemana?"

"Keluar rumah pastinya."

"Aku juga tahu kali, Kak. Nggak mungkin kalau mau berenang di empang."

"Nah, itu tahu. Ya sudah, biarkan Kakak pergi."

"Tapi perginya ditemani cogan mau nggak?" Enno menaikkan sebelah alisnya.

"Cogan? Mana?" Kepala Aletta menoleh ke kanan kemudian ke kiri, melihat keadaan sekitarnya.

"Kenapa tengak-tengok? Cogannya ada di depan, Kak." Enno menunjuk dirinya sendiri.

Dahi Aletta mengerut. "Orang kayak kamu dikata cogan? Mana ada yang bilang kamu itu cogan?" Aletta menaruh kedua tangannya di depan dada.

"Ada, kok. Misalnya Bunda, Ayah, dan Kakak," jawab Enno sambil menghitung dengan jari. "Hmm ... siapa lagi, ya?" Dia menggaruk kepalanya tampak berpikir keras.

"Halah, cuma itu doang, kan? Lagipula memang aku pernah bilang kamu cogan?"

"Pernah, waktu dulu, dulu, dulu ... sekali"

"Kamu ini buang-buang waktu Kakak saja. Sana sudah ditungguin sama temenmu di taman belakang!" Tangan Aletta menunjuk ke arah yang dimaksud.

"Loh, temenku ada di taman belakang? Kenapa Kakak nggak bilang?" tanya Enno kebingungan.

"Barusan Kakak bilang," ucap Aletta.

Enno manggut-manggut. "Oh ...."

"Kenapa Kakak masih ada di sini, katanya mau pergi? Sana pergi-pergi!" Enno mendorong tubuh Aletta keluar dari rumah.

Aletta membenarkan bajunya yang terlihat berantakan akibat Enno mendorongnnya dengan tidak sabaran. Mata coklanya menatap kesal pada Enno yang sedang berlari menjauhi Aletta, Enno berhenti di depan kaca, tangannya merogoh kantung lalu mengeluarkan sisir kecil yang ada di sana, Enno menyisir rambutnya perlahan-lahan, kemudian rambutnya diberantakan lagi dengan jari-jari tangannya. Aletta menggelengkan kepala melihat tingkah dari adiknya itu, buat apa disisir kalau akhirnya diberantakan lagi?

"Dasar bocah!" ucap Aletta sambil tertawa cekikikan.

***

Aletta melangkahkan kakinya menuju ke tempat tujuan. Udara hari ini mulai berubah menjadi dingin. Aletta merapatkan jaketnya dan menaruh tangan kirinya ke dalam kantung jaket, sedangkan tangan kanan Aletta membawa paper bag. Kaki Aletta terus melangkah, tidak terasa Aletta sudah tiba di depan Kafe Jingga. Aletta mendorong pintu masuk kafe. Mata Aletta menelusuri setiap bagian yang ada di Kafe Jingga sambil berjalan dengan langkah yang pelan.

"Aletta," panggil Agisha begitu melihat Aletta memasuki Kafe Jingga.

Aletta menoleh ke arah datangnya suara itu, merentangkan tangannya, dan Agisha langsung menubruknya untuk memeluk. Mereka terlihat seperti sahabat yang sudah lama tidak bertemu.

"Al, kok nggak kasih tau gue kalau mau kesini?" Agisha memanyunkan bibirnya dengan lucu.

Aletta yang gemas, langsung mencubit kedua pipi Agisha. "Itu bukan kejutan namanya," ucap Aletta sambil menggoda.

"Mulai lagi nih?" ucap Agisha dengan kesal.

Aletta terkikik geli.

"Gish, nih buat lo!" Aletta memberikan paper bag yang ada di tangannya kepada Agisha. “Selamat ya atas kejuaraan balet lo.”

Agisha tersenyum senang. "Makasih, Al. Ini isinya apa?" tanyanya penuh rasa penasaran.

"Buka aja, tapi nanti sesudah gue pulang. Oke?" Aletta memberi syarat dengan santai.

"Makin penasaran deh," ujar Agisha sambil mencoba mengintip isi dalam balutan kertas bercorak itu.

"Eits, kesepakatan.” Aletta mengingatkan Agisha dengan tegas.

Agisha memutar bola matanya dengan malas. Akhirnya, mereka berdua duduk berhadapan di meja paling belakang. Tepat di sebelah tubuh mereka terdapat kaca yang menampilkan pemandangan di luar kafe, dimana jalanan macet dengan suara klakson dari kendaraan-kendaraan yang tidak sabaran. Kondisi jalan ini membuat para penggunanya menggelengkan kepala dengan lelah.

Aletta melamun, melihat deretan mobil-mobil yang terparkir rapi di luar. Ada juga pengemudi sepeda motor yang menambah ramai situasi di jalanan. Tidak hanya di jalan, Kafe Jingga juga dipenuhi pengunjung. Kebanyakan dari mereka adalah anak muda yang sekadar nongkrong.

"Al, Kak Ren kemarin aneh." Agisha mengaduk-aduk minumannya malas, matanya tampak sedikit redup.

"Aneh gimana?" Aletta menompang dagunya dengan penuh perhatian.

"Ya aneh aja. Masak aku dibilang adik yang nggak berguna?" ucap Agisha dengan suara lembut, tetapi penuh kesedihan.

Seketika, Aletta menjadi serius. Tubuhnya tegak dan pandangannya menajam ke depan penuh fokus.

"Salah dengar kali, Gish?" Aletta mencoba membenarkan ucapan Agisha.

"Nggak, Al. Gue dengar sendiri." Agisha tetap tegas pada pendiriannya.

Aletta terdiam sejenak, terlihat berpikir keras. Tidak mungkin Alfariel berkata demikian pada Agisha, apalagi Agisha adalah adik kandung Alfariel. Menurut Aletta, itu sangat tidak mungkin. Dirinya saja tidak pernah melontarkan kata-kata sesakit itu kepada Enno. Biasanya, hal seperti itu terjadi saat seseorang sedang tersulut emosi. Jadi, mungkin saat itu Alfariel hanya berkata tanpa benar-benar berpikir terlebih dahulu.

Agisha yang memiliki perasaan sensitif, salah memahami maksud dari ucapan Alfariel. Dia menangkap kata-kata itu secara negatif, seolah-olah Alfariel sengaja menyakitinya.

"Kakakmu nggak sengaja, Gish. Coba ingat, kapan Alfariel mengucapkannya?" tanya Aletta lembut.

Agisha menatap langit-langit kafe yang dihiasi nuansa putih. Ingatannya mulai kembali ke momen itu. Hanya karena hal kecil, Alfariel sampai menyangkutpautkan masalah tersebut dengan dirinya yang tak tahu apa-apa. Kata-kata yang diucapkan Alfariel sulit diterima oleh logika. Tanpa ada angin atau hujan, tiba-tiba saja kata-kata itu terucap seperti kilatan petir. Agisha merasa sedih. Kakak yang selama ini dia sayangi malah menyakiti dengan kata-katanya.

"Waktu itu Kak Ren marah-marah, dia bilang gue adik yang terlalu manja, cengeng, dan tidak bisa diandalkan. Gue memang suka bermanja dengan Kak Ren, tetapi dulu Kak Ren nggak pernah masalah dengan sikap gue. Begitu besar perubahannya, ya, Al?" keluh Agisha dengan wajah yang muram.

"Umm ... " Aletta merenung sejenak. "Kayaknya nggak, deh, Gish."

Agisha mendelik kaget, merasa tak ada yang membelanya kali ini. Semua orang seolah sudah mengabaikannya. Agisha menjadi kecewa. "Lo nggak bela gue, Al? Gue sahabat lo," ucap Agisha dengan nada sedih.

Aletta mencoba memahami perasaan Agisha. Dia bukan tidak membela, tetapi menurutnya Alfariel tidak berkata serius. Mungkin saat itu Alfariel sedang terbawa amarah saat mengatakannya.

"Gish," panggil Aletta lembut. "Besok gue pindah sekolah," ucap Aletta tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.

Agisha memandang Aletta dengan bingung.

"Loh, kok bisa, Al? Bukannya lo masih sekolah di SMA Mentari?" tanya Agisha dengan rasa penasaran.

Aletta tersenyum singkat.

"Mau pindah ke mana? Jangan bilang mau keluar kota. Al, kalau lo pindah, gue sama siapa dong? Jangan ya, Al. Please!" ucap Agisha memohon.

"Alay," balas Aletta sambil menghembuskan napasnya.

"Gue kawatir, malah dibilang alay. Gimana sih, Al?" sungut Agisha kesal.

"Gimana nggak alay coba? Gue cuma pindah ke SMA Global tau." Aletta menampilkan wajah malasnya menghadapi Agisha yang alaynya sudah dipastikan tingkat akut dan tidak bisa disembuhkan.

"Oh ... " jawab Agisha seolah mengerti.

"APA?!" teriak Agisha mengagetkan.

Aletta yang sedang meminum cokelat hangat menelannya dengan susah payah. Tenggorokan Aletta terasa ada sesuatu yang mengganjal sakit. Ini semua akibat ulah Agisha seorang alayers stadium parah.

Pengunjung kafe pun ikut melihat kedua perempuan itu dengan tatapan bermacam-macam. Ada yang bingung, kesal, penasaran, dan masih banyak lagi. Aletta membalas tatapan mereka dengan tersenyum yang mengartikan dia dan Agisha baik-baik saja. Sangat malu, itulah yang dirasakan Aletta saat ini.

"Santai, Gish. Negara api nggak nyerang, negara angin migrasi ke pulau sebelah, negara air membeku, jadi lo nggak perlu teriak-teriak." Aletta memegang pundak Agisha, sesekali Aletta menepuk-nepuknya.

"Itu sekolah gue, Al," ujar Agisha.

"Lalu?" tanya Aletta enteng.

"Kita satu sekolah. Yeay ... akhirnya kita satu sekolah juga." Agisha melompat-lompat girang lalu memeluk Aletta dengan erat.

"Aduh, Gish, gue nggak bisa napas," ucap Aletta risih. "Please deh, beneran ini gue sesak napas."

Agisha melepas pelukannya. Aletta mengatur napasnya yang terengah-engah sambil memegangi dadanya. Dia membenarkan letak kacamatanya yang hampir merosot jatuh.

"Lo mau bunuh gue, Gish?" Aletta menatap sinis pada Agisha.

Agisha tertawa tanpa dosa.

"Sorry, Al. Mana yang sakit? Yang mana? Sini gue obatin," tanya Agisha bercanda.

"Nggak perlu. Udah, gue mau pulang." Aletta berkata dengan wajah yang kusut.

"Hati-hati, Al." Agisha berseru pada Aletta yang sudah melangkah menjauh.

Agisha melambaikan tangan dengan senyum lebar. Sementara itu, Aletta yang sudah lelah menghadapi tingkah Agisha hanya bisa membalas dengan senyum tipis.

***

Bersambung …..

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!