Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 16
Hujan turun begitu derasnya. Sinta bolak balik membuka tirai jendela dari lantai dua kamar sang anak, guna mengecek apakah sang suami sudah tiba atau belum. Namun penampakan mobilnya pun belum terlihat sama sekali.
“Bukankah tadi mas Bagas bilang sudah di jalan arah pulang, kenapa belum sampai juga. Padahal kantor menuju rumah hanya memakan waktu 30menitan. Ini sudah hampir satu jam sejak terakhir telephone tadi. Sebenarnya mas Bagas kemana?”
Perasaan ragu mulai menyelimuti hati Sinta. Mungkinkah sang suami mulai tidak jujur padanya? Entah mengapa ia kembali teringat akan postingan salah satu karyawan kantor sang suami yang sempat ia koment siang tadi namun telah di hapus.
“Apa yang di maksud postingan tadi siang itu mas Bagas? Lalu siapa wanita itu, satu kantor?”
Deg!
Seketika nama seorang wanita yang merupakan mantan pacar sang suami tiba-tiba muncul di pikiran nya.
“Sofi? Mungkinkah mas bagas pergi bersama sofi? Lalu maksud postingan itu, seolah mereka sangat dekat. Benarkah mas Bagas dan Sofi kembali dekat tanpa sepengetahuanku? Tidak! Tidak mungkin. Mas Bagas tidak mungkin membohongiku, tidak mungkin!”
Dengan tangan yang bergetar ia meraih handphone nya mencoba mencari akun instagram milik sofi dan benar saja. Postingan terbaru sekitar empat jam yang lalu atau sekitar pukul 16.30 memperlihatkan Sofi tengah selfie di dalam sebuah mobil yang sangat familiar serta potongan tangan yang memperlihatkan kemeja berwarna biru muda, sama dengan kemeja yang suaminya pakai hari ini. Lebih mengejutkan lagi ternyata suami dan mantan pacarnya ini sudah saling memfollow di akun media sosial masing-masing.
“Jadi, mas Bagas berbohong padaku? Bahkan sejak kapan mereka saling follow, aku pun tidak tahu. Sebodoh itukah aku hingga tak menyadarinya?”
“Tin! Tin!”
Suara klakson mobil sang suami terdengar hingga ke lantai atas kamar sang anak. Sinta memutuskan untuk turun dan menyambutnya. Namun tidak seperti biasanya yang selalu menyambut sang suami dengan senyum kebahagiaan, kali ini terlihat sangat berbeda. Amarah kian memuncak di hati Sinta. Disaat sang suami bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa dan masih mencoba menutup-nutupi kebohongan nya dengan kebohongan lain.
“Sayang, maaf ya. Mas sedikit terlambat,” ucap Bagas sembari mencium kening sang istri.
“Apakah jagoanku sudah tidur? Sayang sekali mas terjebak macet hingga sampai rumah agak larut,” ucapnya kembali namun sang istri terlihat diam tanpa kata.
“Sayang, hei! ada apa? Mas tahu kamu pasti marah karena khawatir kan. Maaf, mas tidak sengaja membuat handphone mas ke mode silent. Tapi bukankah mas sudah sampai rumah dengan aman. Oh ya, kamu gimana? Sudah enakan badan nya? Atau masih sakit. Hmm?”
“Sakit mas, tapi kali ini hatiku yang sakit,” ucap Sinta datar.”
“Sayang.. apa yang terjadi?”
“Mas darimana?”
“Mas, ya dari kantor kan. Tadi siang mas bilang ada beberapa pekerjaan yang harus mas kerjakan. Itu sebabnya mas ijin pulang terlambat.”
“Yakin dari kantor? Mas tahu tidak, aku menghubungi satpam di kantor untuk bertanya tentangmu tapi mereka bilang kantor sudah kosong dan tidak ada orang.”
“I- itu karena mungkin mas sudah pulang dan dalam perjalanan pulang,” jawab Bagas namun sedikit terbata karena mulai gugup takut Sinta tahu yang sebenarnya.
“Pulang dari jam berapa sih mas? Kok sampai memakan waktu berjam-jam untuk sampai kerumah?”
“Sayang please.. mas capek mau istirahat. Dan kamu, sebaiknya hilangkan perasaan ngak percaya pada mas. Karena mas ngak mungkin macem-macem di belakang kamu. Mas tu cinta sama kamu paham!”
Baru saja Bagas selesai memberi pembelaan, handponenya yang sempat ia taruh di meja ruang tamu kembali berdering. Menandakan adanya pesan yang masuk. Dan sialnya dapat terlihat dengan jelas siapa pengirim pesan tersebut membuat dirinya semakin salah tingkah. Bagas ingin mengambil handphonenya namun kalah cepat dengan sang istri. Dan langsung membacakan isi pesan tersebut yang dapat ia lihat melalui layar tanpa harus membuka pesan nya terlebih dahulu.
“Mas, apakah sudah sampai dengan selamat?makasih banyak ya untuk hari ini. Akhirnya aku bisa mengunjungi makam ibu bersama dengan mas. Dan terimakasih juga sudah sangat perhatian kepadaku saat penyakit maag ku kambuh. Aku tidak akan melupakan hari ini, apalagi moment saat kita makan malam bersama. Semoga kita bisa menghabiskan waktu lebih banyak lagi di masa depan.”
Tak berkutik. Diam seribu bahasa itu yang di lakukan Bagas di depan sang istri. Ia tidak menyangka sofi akan mengiriminya pesan dan membuatnya semakin sulit. Dengan tenang sang istri Sinta mendekatinya dan bertanya padanya secara baik-baik namun meski begitu Bagas tahu bahwa saat ini sang istri sedang sangat marah kepadanya.
“Mas, tolong jelaskan yang sejujurnya karena aku tidak suka di bohongi!” Ucap Sinta tegas sembari mengeratkan gigi-gigi nya pertanda ia sedang mencoba menahan emosinya.
“Ya! Mas pergi ke makam ibunya Sofi. Kami pergi dari jam 2 siang. Sebenarnya mas selesai dan bisa pulang kembali kerumah sebelum jam 7, tapi di tengah jalan saat kami pulang Sofi kesakitan. Maagnya kambuh jadi mas mampir ke apotik untuk mencari obat dan juga ke restoran terdekat untuk makan. Mas pikir setelah makan sakitnya bisa berkurang.”
“Terus kenapa mas harus bohong mas?!”
“Mas takut kamu akan berfikir yang tidak-tidak,!apalagi ini tentang sofi. Kamu sedang sakit dan mas tidak ingin memperparahnya dengan hal-hal yang ngak penting seperti ini.”
“Oh. Jadi ini nggak penting mas? Bohong sama istri sendiri dan pergi sama mantan pacar itu ga penting dan biasa aja gitu mas?!“
“bukan begitu sayang!”
“Terus mas juga sengaja, atur handphone ke mode silent agar tidak ada yang ganggu kalian berdua gitu!”
“Sungguh sayang, mas tidak bohong. Untuk handphone mas sama sekali tidak bohong. Mas ngak tahu kenapa bisa jadi silent.”
“Udah follow-followan juga ya instagramnya mas?”
“Ya Tuhan sayang.. itu hanya media sosial. Kamu ngak suka? Oke mas unfollow sekarang juga.”
“Harusnya bukan masalah aku suka atau tidak suka mas. Tapi etika! Yang seharusnya di lakukan seorang suami itu gimana? Pantas ngak follow mantan pacar tanpa sepengetahuan istri?”
“Sofi itu karyawanku Sinta. Berhenti mengungkit-ungkit mantan pacar! Niat mas hanya untuk mengunjungi makam ibunya. Karena dahulu mas berhubungan baik dengannya sebelum meninggal! Dan mas terpaksa bohong karena mas hanya ingin menjaga hati kamu agar tidak terluka, itu saja! Kalau kamu masih tidak percaya, silahkan tanya langsung sama Sofi! Atau orang-orang di kantor mas. Ini handphone mas silahkah kamu bisa cek sendiri. Mas capek mau istirahat!”
Bagas meninggalkan handphonenya di meja begitu saja dan langsung menuju kamar tamu untuk mandi. Sementara Sinta hanya bisa menangis tanpa suara. Ia bingung, apakah salah jika ia curiga? Atau memang sebaiknya ia percaya sepenuhnya kepada sang suami? Tapi sungguh, semenjak kehadiran Sofi di antara keluarganya, hatinya selalu di penuhi kekhawatiran. Khawatir jika suaminya akan berpaling darinya dan kembali pada sang mantan. Meskipun ia selalu mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri dan percaya bahwa suaminya tidak akan pernah menghianatinya. Tapi keraguan itu masih ada.
—————
Hai para pembaca, terimakasih sebelumnya sudah mampir di karya perdanaku. Mohon dukungan nya untuk LIKE tiap episode. Like anda sangat berarti bagi saya.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih