Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 16
Tak terasa, sudah satu minggu Al mengurung Alin di rumahnya. Pagi ini, Alin sudah selesai menyiapkan sarapan untuk Al.
"Pak," panggil Alin pada Al yang sedang menikmati sarapannya.
"Apa ini?" tanya Al datar saat Alin menyodorkan beberapa lembar uang di hadapannya.
"Saya tau Pak Al yang udah membayar biaya kuliah saya selama setahun. Jadi, saya mau mengganti uang Bapak sedikit demi sedikit dari hasil gaji saya jadi karyawan kafe," ungkap Alin sambil tertunduk.
"Bagus, kalau kamu udah tau." Al melanjutkan sarapannya tanpa niat mengambil uang yang ada di depannya. Merasa sudah tak dibutuhkan, Alin pun pamit dari hadapannya.
"Tunggu!" cegah Al saat Alin akan kembali ke dapur.
"Iya. Pak?" tanya Alin yang menoleh sejenak sambil mengkerutkan dahinya.
"Hari ini kamu udah boleh keluar rumah. Tapi ingat, jangan coba-coba kabur dari saya."
"Iya, Pak, saya nggak akan kabur," ucap Alin antusias. Setelah seminggu akhirnya dia bisa menghirup udara luar dan juga kembali berkuliah dan bekerja. Dia sudah sangat merindukan teman-temannya yang pasti sudah khawatir karena ia menghilang tanpa kabar.
"HP kamu ambil di atas meja di ruang kerja saya," ucap Al lagi kemudian berdiri dari duduknya.
"Pak Al mau kemana?"
"Bukan urusan kamu." Al langsung keluar rumah kemudian melajukan mobilnya.
Pandang mata Alin lalu tertuju pada uang yang ia letakkan tadi di atas meja, Al tak mengambilnya. "Tapi, kok, uang aku nggak di ambil, ya?" gumam Alin heran.
Ia pun mengambil uang tersebut. Namun, Alin langsung dibuat kaget dengan jumlah uang yang malah bertambah. "Loh, ini, kok, uangnya jadi 500 ribu, ya? Bukannya aku naruhnya 200 ribu? Apa mungkin Pak Al yang nambahin uang ini? Tapi, kan, dia benci banget sama aku?"
Tak mau lama berpikir, Alin memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya supaya dia bisa cepat pergi ke kafe.
Setelah selesai bersiap-siap, Alin pergi ke ruang kerja Al untuk mengambil ponselnya.
"Nah, ini dia ketemu, akhirnya, setelah seminggu aku bisa pegang HP lagi. Pasti Putri sama Kak Lia khawatir karena aku nggak ada kabar seminggu ini," ujarnya lalu menyalakan ponselnya dan melihat puluhan pesan dan panggilan tak terjawab dari aulia, Putri, dan Raja.
Saat Alin akan keluar dari ruangan itu, tak sengaja matanya melihat sebuah foto besar yang terpajang di sudut ruangan. Di foto itu terlihat Al yang sedang tersenyum sambil merangkul dua wanita dengan penuh kasih sayang.
Alin pun mendekati foto itu untuk melihatnya lebih dekat.
"Pak Al kalau senyum kelihatan ganteng, ya. Tapi, kok, sama aku dia kayak beda banget, cuma sama Mbak Bella doang dia senyum kayak gini," lirih Alin sedih sambil mengusap bagian foto Al.
"Andai Pak Al bisa baik sama aku dan melupakan dendamnya, pasti aku bakal bahagia banget." Alin tersenyum , membayangkan bagaimana Al memperlakukannya dengan penuh kasih. Namun, itu hanya keinginan yang tak akan pernah terjadi, karena untuk Alin hanya ada kebencian saja.
"Apaan, sih, Lin? Kamu nggak boleh berharap sesuatu yang nggak akan pernah terjadi, karena sampai kapanpun Pak Al akan selalu benci sama kamu," ujar Alin pada dirinya sendiri.
"Semoga kamu tenang, ya, di alam sana." Alin mengusap foto gadis yang tak lain adalah adik Al, Salsha, yang ada di samping kiri Al.
Lalu matanya beralih pada wanita paruh baya yang berdiri di samping kanan Al.
"Apa ini ibunya Pak Al? Tapi, kok aku kayak ngerasa pernah ketemu, ya, sama dia, tapi di mana? Dan kapan? Mungkin itu cuma perasaan aku aja."
Tak ingin banyak berpikir, Alin lalu keluar dari ruang kerja Al dan menguncinya kembali.
***
Sementara di tempat lain, terlihat Aulia dan Putri yang terlihat khawatir, karena Alin yang tak ada kabar seminggu ini.
"Kak Lia, gimana ini? Udah seminggu ini Alin nggak ada kabar sama sekali, aku khawatir sama dia, Kak, aku takut dia kenapa-napa," ucap Putri gelisah.
"Kamu nggak boleh ngomong gitu, Put, kita berdoa aja, semoga Alin baik-baik aja," ucap Aulia menenangkan Putri.
"Sebenarnya aku juga khawatir sama Alin, aku takut, dia di sakitin sama laki-laki itu," batin Aulia.
"Putri!" Putri langsung menoleh ke arah seorang pria yang berlari menghampirinya dan Aulia.
"Bang Raja ngapain ke sini?" Putri bertanya setelah Raja sampai pada mereka.
"Maaf, Put, kalau Abang ganggu kamu kerja. Abang ke sini mau nanya soal Alin. Sudah seminggu ini Abang hubungin nomor Alin nggak pernah bisa. Kamu tau, nggak, Alin pulang kampungnya kemana?" tanya Raja.
"Aku nggak tau, Bang, kata Alin, dia nggak punya siap-siapa lagi setelah ayahnya meninggal. Jadi, nggak mungkin dia pulang kampung," tutur Putri.
"Tapi, Bang Raja tau dari mana, kalau Alin pulang kampung?" tanya balik Putri dengan menatap Raja heran.
"Dari A ... Argh!" Raja langsung memeluk kesakitan saat Aulia dengan sengaja menginjak kakinya cukup kuat. Tatapan sengit dilayangkan Raja pada wanita itu.
"Lo gila, ya? Sakit nih," amuk Raja marah
"Ups! Maaf." Aulia tersenyum miring sambil tangannya menutup mulut dan menatap Raja tanpa dosa setelah membuat kaki pria itu kesakitan.
Aulia memang sengaja melakukan itu karena Raja hampir saja membuka rahasia Alin. Jika Putri tau bahwa Alin bekerja di rumah Al, pasti Alin akan mendapatkan masalah besar apalagi ketika Putri tau jika dia bukan bekerja, tetapi Al menjadikannya pelayan tanpa digaji.
"Kalian berdua kenapa, sih, setiap ketemu pasti ribut mulu. Hati-hati loh. Kata orang, kalau cewek sama cowok ribut mulu kalau ketemu, berarti mereka bakalan jodoh," ucap Putri dengan nada kesal tetapi juga tengah menggoda dua orang yang sudah seperti kucing dan tikus jika mereka bertemu.
"Amit-amit!" Raja dan Aulia saling menatap tajam ketika mereka tak sengaja menyahut ucapan Putri secara bersamaan.
"Tuh, kan, apa aku bilang. kalian itu berjodoh, buktinya, ngomongnya barengan kayak gitu," goda Putri lagi.
'Siapa juga yang mau jodoh ama cowok gila kayak dia."
"Halo, gue juga nggak mau kali, jodoh ama cewek stres kayak lo, bikin hidup gue menderita tau nggak!"
Melihat dua orang itu kembali berada mulut membuat Putri menatap jengah."Udah, stop! Kalau kalian mau ribut, silahkan. Aku mau lanjut kerja lagi." Putri pun meninggalkan Raja dan Aulia yang sibuk bertengkar.
Namun, langkahnya terhenti saat ada yang memanggil namanya.
"Putri, Kak Lia!" Mereka bertiga menoleh ke arah pintu masuk kafe. Terlihat Alin yang sedang berlari ke arah mereka.
"Alin!" teriak Aulia dan Putri lalu memeluk Alin.
"Kamu dari mana aja, Lin? Kenapa nomor kamu nggak aktif sama sekali? Aku sama Kak Lia khawatir sama kamu," omel Putri.
"Maaf, ya, aku nggak bermaksud buat kalian khawatir kayak gini." Alin merasa bersalah kedua sahabatnya yang begitu mengkhawatirkan dirinya.
"Terus kamu dari mana? Kenapa kamu nggak ada kabar selama seminggu?" Putri kembali bertanya yang membuat Alin bingung harus menjawab apa.
'"A---aku dari...."
"Kamu habis pulang kampung kan, Lin?" Sebelum Alin memberikan jawaban, Aulia segera menyela sambil mengedipkan sebelah matanya pada Alin.
Alin yang mengerti dengan kode itu pun mengangguk pelan.
"Ah, iya, Put. Aku habis pulang kampung. Teman aku yang di kampung mau nikah dan dia ngundang aku buat datang dan nginap selama seminggu. Di sana juga nggak ada sinyal sama sekali, makanya aku nggak bisa kasih kabar sama kalian," jawab Alin beralasan juga sedikit gugup, takut Putri tak percaya dan curiga padanya.
"Oh gitu, aku pikir kamu pergi ke mana." Aulia dan Alin langsung bernapas lega karena Putri tak lagi banyak bertanya.
"Alin!" panggil Raja yang mendekati Alin lalu memeluknya.
"Syukurlah, kanu baik-baik aja, Lin, aku khawatir banget sama kamu,"ungkap Raja.
Semula Alin kaget ketika Raja memeluknya. Namun, ia pun membalas pelukan itu dengan lembut.
"Makasih, ya, Bang, karena udah khawatir sama aku."
Sementara Aulia yang melihat keduanya berpelukan pun merasa marah, tak rela Raja memeluk Alin.
"Heh! Lepasin nggak sahabat gue!" sentak Aulia yang menarik Alin dari pelukan Raja dengan kasar.
"Apaan, sih, lo? Gue cuma mau meluk doang. Emang cuma kalian yang kangen sama Alin, gue juga kangen tau," dengus Raja kesal.
"Kangen, sih, kangen, tapi jangan pakai acara meluk - meluk juga dong," sahut Aulia jutek.
"Suka-suka gue dong, Alin aja nggak marah kenapa lo yang sewot sendiri? Atau jangan-jangan...." Raja sengaja menggantung ucapannya dan menatap Aulia lekat.
"Jangan-jangan apa?" tanya Aulia dengan ketus dan merasa tak suka dengan tatapan Raja padanya.
"Jangan-jangan, lo cemburu, ya, gue meluk Alin?" goda Raja sambil menaik turunkan alisnya.
"Hah? Cemburu? Ngapain gue cemburu, nggak ada gunanya banget!" tukas Aulia lalu menarik tangan Alin untuk pergi dari sana.
"Lah, dia kabur, pasti cemburu tuh," teriak Raja dengan keras.
Aulia tak memperdulikannya dan terus menarik Alin pergi. Sementara Putri hanya geleng-geleng kepala melihat permusuhan Aulia dan Raja.
"Maafin Kak Lia, ya, Bang, dia emang gitu saat ada yang mau dekatin aku sama Alin. Tapi, aslinya dia baik kok," ucap Putri.
"Iya, Put, Abang ngerti kok." Setelah itu Raja pamit untuk meninggalkan kafe lalu Putri menyusul Aulia dan Alin yang sudah bersiap-siap untuk mulai bekerja.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏