Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Taman tengah rumah sakit.
Dimas dan Stella duduk bersisian, keduanya sama sama canggung setelah bertahun tahun tidak bertatap muka.
"Apa kabar nyonya?"
"Apa kabar Dimas?"
Mereka mengeluarkan pertanyaan yang sama, kemudian saling tersenyum canggung.
Stella merangkul tubuhnya sendiri, jas dokter yang ia kenakan, hanya mampu mengurangi sedikit rasa dingin yang mendera tubuhnya, ini pasti karena dia belum menyentuh makan malamnya, melihat hal itu dimas buru buru mengulurkan tablet di tangannya, entah sengaja atau tidak, sudah dalam kondisi terbuka.
"Tolong jaga barang saya nyonya, saya akan belikan makanan dan minuman hangat untuk anda."
Dimas segera berlari, sebelum Stella sempat menolak, atau bahkan kabur ketika ia pergi membeli makanan.
Stella tertegun menatap layar tablet di tangannya, seorang anak lelaki tengah bermain bersama anjing kecilnya, tentu dia tak asing dengan wajah itu, karena Andre pun memiliki wajah yang sembilan puluh sembilan persen mirip dengannya, yah dia lah Kevin.
Tanpa sadar jemarinya terulur mengusap wajah bocah kecil tersebut, hingga membuat layar tablet bergeser ke halaman berikutnya, di sana terlihat bocah itu tengah tertawa lebar di gendongan papi nya, 'seperti nya ini foto sewaktu mereka pergi berlibur ke taman hiburan', gumam Stella, karena di sana terlihat ada banyak orang dan beberapa wahana permainan.
Karena sudah kepalang basah stella pun mencari cari foto yang lainnya di dalam galeri, berbagai macam pose dan gaya bocah itu, sungguh membuat siapa saja yang melihatnya jadi tertawa gemas, bahkan ketika dia menangis terlihat sangat lucu dan semakin tampan, semakin banyak gambar yang ia lihat, semakin membuat hati Stella dihantui perasaan rindu yang kian membuncah.
Diawal awal perpisahan dan masa masa sulitnya dahulu, Stella Kerap kali bermimpi mendengar suara tangis histeris Kevin tujuh tahun yang lalu, kemudian ia terbangun dengan tubuh bersimbah keringat dan air mata, betapa menyesalnya ia karena tak bisa memeluk dan menenangkan Kevin kala itu.
Sesudahnya, lagi lagi Stella hanya bisa berharap, semoga Kelak Kevin tak membenci dirinya, jika tuhan masih berkehendak mempertemukan Stella dengan Kevin.
Stella seolah semakin terhanyut dalam pesona putranya sendiri, semakin dilihat, semakin membuatnya terlena, Dimas hanya menyimpan foto foto Kevin di sana, padahal itu pasti tablet yang ia gunakan untuk melaporkan urusan pekerjaan, dan Stella sungguh bersyukur karenanya, ia jadi bisa menikmati banyak gambar kevin, dan dengan rakus pula ia menyimpan setiap gambar tersebut, dalam memori ingatannya, seolah olah itu adalah pasokan cadangan makanan untuk beberapa tahun ke depan.
Tatapan Stella berhenti pada gambar terakhir yang ada di dalam galeri tersebut, kevin kecil, pucat, wajahnya terlihat sembab dan tak bersemangat, terlihat diam pasrah dalam gendongan Alex.
Stella sendiri tak bisa mengartikan perasaannya, gambar terakhir itu membuat hatinya makin tercabik, dipeluknya tablet itu erat erat, seolah olah benda itu adalah kevin kecilnya, "Maafkan mommy ... maafkan mommy ...." hanya itu yang bisa Stella ucapkan di sela sela tangisnya.
Dimas yang tiba beberapa saat lalu hanya bisa diam mematung menatap mantan istri bos nya, pikirannya berkecamuk, ingin rasanya ia membangunkan Alex sekarang juga, dan berteriak, "bos, mantan istri anda ada disini, kenapa anda belum juga bangun," namun tentu saja ia tidak bisa, karena Alex masih di bawah pengaruh anastesi, akhirnya Dimas hanya diam menunduk di sisi Stella.
Hingga beberapa beberapa menit berlalu, Stella masih terus menangisi Kevin. Setelah puas menumpahkan tangisnya, barulah Stella menyadari jika Dimas sudah kembali.
Dimas mengulurkan tissue yang ia bawa sepulang dari membeli makanan.
Stella mengeringkan air matanya dengan tissue, "Itu foto tuan muda sepulang dari rumah sakit kala itu," Dimas menjelaskan. "Tuan muda dirawat tiga hari, dan tetap tidak bisa tidur sebelum dokter memberinya obat tidur, karena itulah, bos membawa tuan muda pulang paksa karena tidak tega melihat tuan muda yang terus menerus di beri obat tidur."
Dimas mengulurkan sup daging yang sudah ia buka pembungkusnya. Ia ingat betul Stella sangat menyukai sup daging, karena dulu sepulang kerja, Alex sering membelikan Stella sup daging, ketika ia hamil si kembar.
Stella menerima sup yang Dimas belikan untuknya, dan sangat kelaparan dengan cepat Stella menghabiskan sup nya.
"Terimakasih Dimas," ucap Stella ketika sup nya habis tak bersisa.
"Sama sama nyonya," balas Dimas.
"Jangan memanggilku Nyonya, aku bukan istri bosmu lagi,"
"Tapi anda ibu dari tuan muda, jadi bagi saya, anda tetap lah nyonya muda."
Stella tersenyum sesaat mendengar ucapan Dimas. "Ceritakan padaku, seperti apa Kevin?" Stella mulai penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang Kevin.
"Tuan muda, anak yang baik hati, cakap dan ceria, sifatnya membuat semua orang nyaman berada di dekatnya, karena itulah dia memiliki banyak teman disekolah, ketika di rumah pun dia tidak suka merepotkan Ima, walaupun kadang tuan Alex tidak pulang ke rumah, karena urusan pekerjaan."
Tanpa disadari Stella tersenyum sendiri, 'ternyata dia sepertiku' gumam nya dalam hati. "Apa Kevin pernah menanyakan ku?"
Dimas mengangguk, "Pernah, dan Tuan hanya menjawab bahwa suatu saat anda pasti kembali."
"Bagaimana dia bisa begitu yakin?" Stella tersenyum gamang, bagaimana mungkin Alex berbicara seyakin itu, sementara pasti akan ada wanita lain yang berdiri di sampingnya.
"Bertahun tahun, Tuan Alex mencari keberadaan anda, namun anda seperti hilang begitu saja," aku Dimas.
'Rupanya kakakku menyembunyikan ku dengan baik, bahkan menghilangkan identitas asliku,' Stella membatin.
"Setiap saat, tuan muda selalu berharap anda pulang kembali nyonya, saya tahu itu, karena tuan muda yang selalu terlihat ceria, dan bahagia, namun sedang sendiri, dia terlihat melamun sedih karena merindukan kehadiran anda."
Cairan bening itu kembali meluncur tanpa permisi, bagaimana pun Stella tetaplah seorang ibu, mendengar kabar kesedihan putranya, hatinya seakan ikut teriris pedih. "Entahlah ... aku masih berpikir, apa aku bisa kembali lagi?"
Dimas menghela nafas berat, sekuat apapun dia berusaha meyakinkan mantan istri bosnya itu, dia tetap tak boleh berlebihan hingga mencampuri urusan pribadi mereka. Namun melihat Kevin kecil yang merindukan ibu nya membuat Dimas juga tidak tega.
"Besok pagi, hari pertama tuan muda menginjakkan kaki di kelas barunya, dan tadi bos sengaja menyelesaikan urusannya lebih awal agar bisa segera pulang, karena besok pagi harus mengantar tuan muda di hari pertamanya ke sekolah," Dimas kembali bercerita tanpa di tanya, "Namun sepertinya bos tidak bisa menepati janjinya."
Dan Dimas terus berkisah panjang lebar tentang tuan muda nya, Stella begitu terhanyut menikmati alunan kisah tentang Kevin kecilnya, seolah itu sebuah dongeng yang indah.
"Nyonya, boleh kah saya meminta foto tuan muda Andre, pasti akan bagus jika mereka terlihat di satu frame, permintaan Dimas cukup mengejutkan Stella.
"Apa kamu sudah gila? bagaimana jika Alex tahu," biar bagaimanapun Stella belum ingin bahkan mungkin belum siap bertemu kembali dengan Alex, Stella takut hatinya akan kembali menginginkan pria itu.
"Memang nya kenapa jika bos tahu?" tanya Dimas curiga, jangan jangan Stella memang sungguh sungguh ingin menghilang dari kehidupan bosnya itu.
"Dimas ... anggap saja kita tak pernah bertemu malam ini,"
Desiran angin meniup dedaunan, namun tak membuat Dimas bergeser dari tempatnya, dia bingung harus seperti apa menyaksikan peliknya kisah percintaan bos dan mantan istrinya.
'Seandainya itu aku, aku pasti dengan senang hati berlari dan mendekati nya kembali'.