Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XV. Giok & Rindu, ku Persembahkan
Kael memiringkan kepalanya sedikit, senyuman santai tetap menghiasi wajah tampannya meski kerah bajunya masih digenggam oleh Alaric. Ia tampak menikmati setiap detik kemarahan teman dekatnya itu.
"Tenanglah, Alaric," katanya dengan nada bercanda, sambil mencoba melepaskan genggaman itu, "Aku hanya ingin memuji. Bukankah sudah jelas kalau dia cantik? Dan, oh, kupikir Lavie terdengar jauh lebih manis."
Mata Alaric semakin menyipit, emosinya semakin naik, "Aku bilang, jangan panggil dia seperti itu. Namanya Laviora, hanya aku yang boleh memanggilnya Lavie!"
Cassa yang berdiri di belakang mereka hanya memutar bola matanya. Kedua lelaki di depannya terlihat seperti anak-anak yang berebut mainan. Meski begitu, dadanya terasa berdebar melihat bagaimana mereka terlihat serius memperdebatkannya.
Kael akhirnya berhasil melepaskan dirinya dari genggaman Alaric, lalu merapikan kerah bajunya sambil terkekeh kecil, "Baiklah, baiklah. Laviora, ya? Tapi kau tahu, Alaric, aku benar-benar tertarik padanya. Dia berbeda. Aku suka yang galak-galak seperti dia."
Mendengar itu, Alaric hanya menggeram pelan, tapi Kael dengan cepat mengalihkan topik,."Sudah cukup bercanda. Sekarang, Lavie— ah maksudku, Laviora—persiapkan dirimu untuk besok. Setelah para bangsawan lainnya pergi, kita akan kembali ke istana utama. Kau akan menjadi pelayan pribadiku."
Cassa mengangguk singkat, tidak ingin menambah drama di antara kedua lelaki itu, "Baik, Yang Mulia. Saya akan bersiap-siap sebentar lagi."
Alaric terlihat tidak puas, tapi akhirnya ia mengalah. "Baiklah. Walau aku tidak suka, bagaimana lagi. Jangan coba macam-macam dengan, Lavie-ku!"
Kael tersenyum penuh arti, "Kita lihat saja nanti."
...****************...
Keesokan harinya, Istana sudah dipenuhi oleh para bangsawan yang bersiap meninggalkan pesta berburu. Di tengah kesibukan itu, Cassa mendekati Alaric untuk berpamitan.
"Duke, saya akan pergi sekarang. Terima kasih atas selama ini walau Anda sering menyebalkan!," katanya sambil sedikit membungkuk.
Alaric menatapnya lama, tidak rela melepaskannya. Dengan nada yang lembut namun terdengar penuh emosi, ia berkata, "Lavie, hati-hati di sana. Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, jangan ragu untuk kembali padaku. Ingat, aku selalu ada untukmu. Ingat ini bukan perpisahan, kita hanya terpisah satu minggu saja jadi pastikan kau merindukanku, "
Cassa merasa pipinya memanas mendengar ucapan itu. Tapi ia menutupi rasa malunya dengan nada sinis, "Tenang saja, Duke. Saya tidak akan merepotkan Anda. Saya bukan tipe orang yang suka mengadu hanya karena masalah kecil dan saya pasti tidak akan merindukan Anda!"
Namun, matanya menghindari tatapan Alaric, dan itu membuatnya terlihat sangat jelas sedang salah tingkah. Alaric hanya terkekeh, mengetahui bahwa kata-katanya berhasil mengganggu ketenangan pelayannya itu.
Alaric hendak berbalik, tapi dikejutkan oleh ucapan yang begitu membuat hatinya senang merekah.
" Hati-Hati di jalan, Duke.. " lanjut Cassa sedikit pelan, Alaric mendengarnya! Senyum melebar menghiasi wajahnya dengan segera dia melambaikan tangannya dan mengucapkan selamat tinggal sampai ada orang mengira bahwa gila.
Di sisi lain, Amara yang tengah mengamati dari kejauhan terkejut bukan main. Matanya melebar, penuh kemarahan dan kebingungan, "Bagaimana dia bisa masih hidup?!" gumamnya emosi.
Dengan langkah cepat, ia pergi ke tempat pengawalnya menunggu. Begitu melihat Amara datang, pengawalnya langsung menunduk.
"Maafkan saya, Nona. Saya baru mendapat kabar pagi ini. Ternyata, Duke Alaric dan pelayannya menyerang mereka, dan mereka dikalahkan begitu mudah,"
Amara menggertakkan giginya, wajahnya memerah, "Jadi, kau ingin bilang kalau aku telah membuang-buang uang dan waktuku?!"
"Saya sangat menyesal, Nona. Saya tidak menduga mereka sekuat itu."
Amara menghela napas panjang, matanya menyipit penuh dendam. "Kalau begitu, aku akan mencari cara lain. Aku tidak akan membiarkan pelayan itu terus ada. Dia harus lenyap."
***
Setelah selesai mengantar Alaric, Cassa menemui Kael yang sudah menunggunya di mobil istana. Dengan senyum kecil di wajahnya, Kael membuka pintu mobil dan menyambutnya.
"Ah, Laviora. Akhirnya kau di sini. Bagaimana perpisahan dengan Alaric?" tanyanya, nadanya penuh godaan.
Cassa hanya mendengus pelan, tidak ingin menanggapi, "Saya sudah siap, Yang Mulia. Mari kita pergi."
Kael tersenyum jahil, lalu mempersilakan Cassa masuk ke mobil. Mereka pun memulai perjalanan menuju istana utama, tempat Cassa akan memulai babak baru dalam hidupnya—sebagai pelayan pribadi seorang pangeran dalam jangka waktu yang pendek.
Mobil berhenti di depan gerbang besar istana utama Kerajaan Aneila. Para penjaga membungkuk dalam-dalam ketika Pangeran Kael turun, diikuti oleh Cassa yang merasa sedikit gugup. Bangunan megah itu terlihat jauh lebih megah daripada yang pernah ia bayangkan, dengan pilar-pilar tinggi berhiaskan ukiran emas dan lantai marmer yang memantulkan sinar matahari. Cukup cantik, tapi dibenaknya istananya lah yang paling indah.
Kael melangkah santai, senyuman kecil menghiasi wajahnya, "Selamat datang, Laviora. Mulai sekarang, kau adalah pelayan pribadiku. Oh, aku lupa memperkenalkan diriku dengan lengkap. Aku Kaelio Illiad Aneila, pangeran kedua dari kerajaan ini, putra selir kesayangan Raja."
Cassa hanya mengangguk sopan, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. Meski statusnya sebagai anak selir, Kael memancarkan aura yang sama sekali tidak kalah dengan putra mahkota.
"Jangan tegang begitu. Aku tidak seperti kakakku yang terlalu sibuk memikirkan takhta," lanjut Kael dengan nada ringan, seolah tahu apa yang sedang ia pikirkan.
***
Cassa kemudian diarahkan ke kamarnya oleh seorang pelayan senior. Ruangan itu jauh lebih besar daripada tempatnya di kediaman Duke Alaric. Dekorasinya sederhana, tapi tetap mewah, dengan tempat tidur empuk dan jendela besar yang menghadap taman istana.
Namun, tidak semua orang menyambutnya dengan ramah. Beberapa pelayan yang pernah berselisih dengannya selama pesta berburu memandang dengan tatapan iri. Salah satu dari mereka berbisik pelan, "Kenapa dia ada di sini? Apa istimewanya dia?"
"Bagaimana bisa dia menjadi pelayan pribadi Pangeran Kedua? Bukannya dia adalah pelayan pribadi Duke Hexton?" sahut yang lain, suaranya penuh keirian. Cassa hanya pura-pura tidak mendengar. Ia tahu, menjawab hanya akan memperkeruh suasana.
......................
Sementara itu, Lady Kaila, ibu Kael, mendapat kabar tentang kedatangan Cassa. Wanita anggun itu, yang dikenal sebagai salah satu orang terpintar di istana, segera memanggil putranya.
"Kael," katanya dengan nada lembut tapi tegas, "Aku dengar kau membawa seorang pelayan baru ke sini. Siapa dia? Dan kenapa dia terlihat... istimewa bagimu?"
Kael tersenyum kecil, mengangkat bahu, "Dia hanya pelayan, Ibu. Aku membutuhkannya untuk beberapa hari. Tidak ada yang istimewa."
Lady Kaila memandang putranya dengan penuh selidik, tapi akhirnya menghela napas, "Baiklah. Tapi ingat, Kael, jangan sampai keputusanmu ini menimbulkan masalah."
Kael hanya menunduk sedikit, tidak ingin memperpanjang pembicaraan.
......................
Lima hari berlalu sejak Cassa menjadi pelayan pribadi Pangeran Kael. Ia merasa tugasnya tidak terlalu berat, bahkan bisa dibilang jauh lebih mudah dibandingkan melayani Alaric. Namun, ada sesuatu yang aneh di hatinya.
"Kenapa aku merasa ada yang kosong sejak kemarin?," pikirnya sambil mengatur meja kerja Kael. Pikirannya langsung melayang pada Duke Alaric. Ia menggigit bibir, mencoba menahan diri dari perasaan yang tiba-tiba muncul.
"Apa aku merindukannya? Astaga,mana mungkin bukan?!" gumamnya pelan, mengelak semua pemikiran anehnya. Tanpa sadar menghela napas panjang. Dia akui dia naif tapi dia bingung dengan perasaannya sendiri.
Kael yang kebetulan masuk ke ruangan itu langsung memperhatikannya, "Lavie, kamu kenapa? Kamu terlihat tidak fokus, " Cassa terkejut, hanya bisa mengatakan bahwa dia tidak apa-apa.
Namun, tatapan Kael yang tajam membuatnya merasa tidak bisa menyembunyikan apapun.
Sebagai pelayan pribadi, Cassa sebenarnya merasa diperlakukan dengan sangat baik. Kael tidak pernah memerintah dengan nada tinggi atau memberikan tugas yang sulit. Sebaliknya, ia sering menunjukkan perhatian yang tidak wajar untuk seorang pangeran kepada pelayannya. Bahkan, Kael kadang melakukan kontak fisik yang membuat Cassa aneh—entah itu sekadar menyentuh lengannya saat memuji pekerjaannya atau merapikan rambutnya yang jatuh ke wajah.
"Yang Mulia," protes Cassa kesal ketika Kael merapikan rambutnya, "Anda tidak perlu melakukan itu, saya hanyalah pelayan. Anda tidak akan lupa itu bukan?" mata Cassa melotot, sudah tidak bisa menoleransi perlakuan Kael kepadanya.
Kael hanya tersenyum menanggapinya, matanya penuh kehangatan, "Kau terlalu serius, Vior. Aku hanya ingin memastikan kamu nyaman di sini."
"Ini semua kulakukan padamu. Aku tidak tahu sejak kapan perasaan ini semakin bertambah kepadamu.. Astaga, apa aku memang harus bersaing dengan Duke Alaric?," lanjut Kael dalam hati. Matanya selalu fokus kepada keindahan gadis didepannya, tatapannya penuh cinta.
Cassa menunduk, merasa malu. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk perhatian berlebihan ini. Tapi yang jelas, hatinya tetap terasa tidak tenang, seolah ada bagian dirinya yang tertinggal di tempat lain—bersama Alaric.
"Oh ya, Vior, " Cassa menoleh ke arah Kael, menatap Kael dengan tatapan tanda tanya.
"Aku ingin memberi tahu, siapkan pakaian formal untukku ya? Sebentar lagi Kerajaan akan kedatangan Putra Mahkota Kerajaan Payton, " ucapan itu seakan menghentikan detakan jantung Cassa. Kakaknya akan kesini?! Cassa panik, dia segera menatap Kael dengan tatapan permohonan. Dia memohon setelah menyiapkan pakaian, dia diperbolehkan untuk keluar berjalan-jalan. Sempat kebingungan dengan permintaan pelayan pribadinya, Kael hanya bisa mengiyakan saja. Toh, pelayannya tidak akan mempunyai tugas saat berada didekatnya.
Setelah mendapatkan izin dari Pangeran Kael, Cassa segera menyiapkan keperluannya. Kemudian ia mengganti seragam pelayannya dengan pakaian sederhana, menghindari segala hal yang bisa membuatnya dikenali. Ia tak ingin mengambil risiko jika kakaknya akan mengenalinya di istana.
Cassa berjalan dengan cepat menghindari pengawal istana dan berjalan menuju pasar Aneila yang ramai. Di tengah hiruk-pikuk pedagang yang menawarkan dagangan mereka, Cassa merasa sedikit lega. Setidaknya, di tempat ini, ia bisa melupakan kakaknya yang datang.
Ia berhenti di sebuah kios yang menjual perhiasan sederhana. Deretan giok berwarna hijau tua dan biru muda berkilauan di bawah sinar matahari, menarik perhatian Cassa. Salah satu giok berbentuk tetesan air dengan ukiran bunga di tengahnya membuatnya tertegun.
"Berapa harga giok ini?," tanyanya kepada penjual.
"Ah, Nona punya mata yang tajam. Giok ini sangat istimewa, hanya 5 koin emas," jawab penjual itu sambil tersenyum ramah tapi sedikit tidak yakin kepada pembelinya. Dia merasa bahwa gadis didepannya hanyalah seorang pelayan.
Cassa merogoh kantongnya, memikirkan apakah ia benar-benar membutuhkan giok ini. Namun, pikirannya langsung melayang pada Alaric—senyum jahilnya, caranya memanggilnya dengan nama "Lavie," dan... perhatian kecil yang membuatnya merasa hatinya hangat tapi kadang membuat dirinya kesal.
Tanpa sadar, ia menghela napas panjang, "Lima koin emas? Baiklah, saya akan membelinya, " katanya.
Penjual itu menyerahkan giok dengan hati-hati sambil tersenyum misterius, "Pilihan yang bagus, Nona. Semoga giok ini membawa keberuntungan."
Cassa hanya tersenyum tipis, sedikit curiga dengan senyuman misteri dari penjual giok yang dibelinya. Tapi tidak ingin berpikir lama, Cassa menyimpan giok itu di kantongnya dan ingin kembali ke istana karena sudah sore.
Saat berjalan kembali ke arah istana, ia memandangi giok tersebut.
"Kenapa aku memikirkannya sekarang? Dia bahkan tidak ada di sini, sialan! Pasti Duke jelek itu menyihirku agar selalu mengingatnya dimanapun itu!, " gumamnya pelan, merasa kesal!
...****************...
Langit mulai berubah jingga saat Cassa kembali ke istana. Cassa melangkah pelan melewati gerbang istana, memastikan dirinya tidak menarik perhatian siapa pun. Ia menghela napas lega, "Akhirnya," gumamnya, merasa sedikit tenang setelah menghabiskan waktu di pasar dan ingin tahu untuk apa Kakaknya datang kesini. Apa dia sedang mencarinya? Atau sedang ada tugas?
Namun, ketika berbelok ke koridor menuju kamarnya, langkahnya terhenti. Suara yang sangat familiar memanggilnya.
“Lavie si kucing nakal, apakah kau merindukanku hm?"