Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Pertengkaran Kecil dan Sebuah Surat Permintaan Maaf
Pagi itu, langit terlihat sedikit mendung, menciptakan suasana yang seakan pas untuk hari yang penuh kejadian tak terduga. Di ruang kelas SMA Negeri 5, Rina duduk di bangkunya yang berada di pojok dekat jendela, sambil memperhatikan teman-temannya yang sibuk berbicara tentang liburan. Rina sendiri lebih memilih untuk menikmati keheningan di pagi hari, ditemani dengan kaset favoritnya yang baru saja ia beli di toko kaset minggu lalu. Ia menyelipkan Walkman-nya ke telinga, menikmati lagu-lagu yang membuatnya merasa sedikit lebih dekat dengan dunia yang seakan bergerak lebih lambat daripada di luar sana.
Namun, kenyamanan itu seketika terganggu saat Danu memasuki kelas. Seperti biasa, ia masuk dengan gaya yang agak cuek dan tidak peduli dengan pandangan teman-temannya. Rina melihat Danu yang masuk dengan jaket jeans yang sudah agak pudar, celana jins yang sedikit robek di bagian lutut, dan Walkman yang selalu ada di saku jaketnya. Meskipun penampilannya tidak mencolok, ada sesuatu yang membuat Rina merasa Danu itu berbeda dari yang lain. Mungkin karena Danu tampak lebih memilih untuk sendiri, tidak terpengaruh oleh keramaian di sekitar, atau mungkin juga karena dia adalah siswa baru yang misterius.
“Danu, kamu ngapain duduk di sini?” seru Rina ketika ia melihat Danu duduk di bangkunya tanpa bicara sepatah kata pun. Mereka sering duduk bersebelahan, tetapi tidak pernah ada percakapan yang terlalu lama.
Danu menoleh, matanya terlihat bingung. “Duduk saja,” jawabnya singkat, seperti biasa.
Rina terdiam sejenak, memandangnya dengan penasaran. Biasanya, saat ia berbicara, Danu hanya akan mengangguk atau memberi jawaban secukupnya, tidak lebih. Tetapi hari ini, Rina merasa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang mengganjal, sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang Danu, bahkan hal kecil seperti kaset yang dibawanya.
Saat istirahat tiba, Rina berjalan menuju kantin, mengajak Sari yang kebetulan duduk di bangku sebelahnya. Sari adalah sahabat terbaiknya, yang selalu ceria dan penuh ide konyol. Terkadang, jika bukan karena Sari, Rina merasa hari-harinya akan terlalu membosankan. Mereka berdua saling bercanda sambil menuruni tangga menuju kantin.
“Eh, lo liat gak sih kaset yang dibawa Danu tadi?” tanya Rina tiba-tiba, sambil menggenggam tasnya dengan cemas.
Sari mengangkat alis, “Kaset apaan?”
“Yang ada di Walkman-nya,” Rina melanjutkan. “Itu kaset yang hilang beberapa bulan lalu! Kaset favorit gue! Gue yakin banget itu kaset gue.”
Sari berhenti berjalan dan menatap Rina dengan tatapan serius. “Serius lo? Lo pasti salah liat deh. Bisa jadi kasetnya memang milik dia.”
“Gak mungkin! Gue ingat banget, kaset itu hilang waktu gue baru aja selesai nonton konser di TV. Gue bahkan sempat mau kirim surat cinta buat siapa aja yang nemuin kaset itu,” kata Rina, sedikit kesal.
“Lo yakin itu kaset lo?” Sari mengulangi, tapi lebih terdengar seperti pertanyaan yang mengundang tawa.
“Yakin banget!” jawab Rina dengan wajah penuh keyakinan.
“Ya udah, coba tanya langsung aja ke Danu. Kalo lo ga nanya, dia gak bakal ngasih tau, kan?” Sari menyarankan dengan senyuman nakal di wajahnya.
Rina berpikir sejenak, lalu akhirnya mengangguk. “Iya juga sih. Kalau gak tanya, kapan lagi gue bisa tahu, kan?”
Namun, begitu mereka mendekati Danu yang sedang duduk sendirian di bawah pohon, hati Rina langsung berdebar. Ia merasakan gugup yang aneh, seperti baru pertama kali ingin berbicara dengan seseorang yang benar-benar asing. Tapi Rina mencoba menenangkan diri dan mendekati Danu dengan langkah ringan.
“Danu!” sapa Rina, memaksakan suara cerianya meski perasaannya sedikit kacau. “Kaset itu… kaset yang lo dengerin, itu kaset gue.”
Danu menatapnya dengan tatapan datar, lalu menarik Walkman dari tasnya. “Kaset ini milik gue,” jawabnya dengan tenang, tanpa menunjukkan tanda-tanda bersalah.
Rina merasa sebal, meskipun ia tidak bisa membuktikan bahwa itu benar-benar kaset miliknya. “Lo yakin? Ini kaset yang hilang dari tas gue beberapa bulan lalu!” protesnya dengan suara sedikit meninggi.
“Aku beli kaset ini di toko kaset di dekat rumah,” jawab Danu dengan singkat.
Mereka terdiam sejenak. Rina merasa hatinya sedikit kecewa. Kenapa Danu harus begitu dingin? Mungkin itu hanya kebetulan, dan kaset itu memang milik Danu, tapi Rina merasa ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang tidak beres.
“Gak apa-apa, deh,” kata Rina, sambil berbalik dan berjalan menjauh. Sari yang ikut berjalan di belakangnya hanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa kadang-kadang mereka harus menelan rasa kecewa.
---
Ke esokan harinya, Rina kembali ke kelas dengan pikiran yang masih berputar tentang kaset itu. Tetapi, sesampainya di mejanya, dia melihat sebuah surat kecil terlipat rapi, yang tertinggal di sana. Di bagian depan, hanya ada kata-kata "Untuk Rina" yang tertulis dengan tulisan tangan yang asing. Surat itu terlihat begitu sederhana, tetapi terasa sangat penting bagi Rina. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa benar Danu yang menulis surat ini?
Rina membuka surat itu dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat kalimat singkat yang membuatnya terkejut. "Maaf jika aku membuatmu salah paham. Kaset itu benar-benar milikku, dan aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal. Semoga kita bisa berbicara lebih banyak lagi. D."
Surat itu tidak hanya berisi permintaan maaf, tetapi juga ada rasa misterius yang membuat Rina terharu. Tidak biasanya Danu berbicara atau menulis dengan cara seperti ini. Rina tersenyum malu-malu, merasa seolah-olah ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka. Meski surat itu singkat, isinya begitu menyentuh hati, dan mungkin ini adalah tanda pertama bahwa sesuatu yang lebih besar akan terjadi antara mereka.
Di saat itu, Rina merasa sedikit lega. Mungkin Danu tidak sepenuhnya acuh, mungkin ada lebih banyak yang bisa ia temui dari anak misterius ini. Tapi satu hal yang pasti—dia tidak akan berhenti penasaran.
“Ini, Sari! Lo liat ini!” Rina menunjukkan surat itu kepada sahabatnya, dengan mata berbinar penuh kegembiraan.
Sari memeriksa surat itu dengan ekspresi lucu, lalu tersenyum lebar. “Jadi, lo udah dapet surat cinta dari Danu? Wah, bisa-bisa ada kisah cinta rahasia nih!”
Rina menatap surat itu lagi, dengan perasaan campur aduk. Tentu saja, ia tidak yakin apakah Danu benar-benar tertarik padanya atau hanya merasa bersalah, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih dekat dengan anak misterius itu.
“Gak tahu, Sari. Tapi gue merasa kayak ada sesuatu yang berbeda,” jawab Rina pelan, sambil melipat surat itu kembali dan menyimpannya di dalam tas.
Rina tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi satu hal yang pasti—perjalanan antara dirinya dan Danu baru saja dimulai.