NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian II - The Who

Lepas enam hari Biarawati Meery menjadi ibu susu bagi Bayi Mercury, Meery yang tadinya menyusui Bayi Mercury dengan penuh rasa sayang dan cinta sekarang menjadi teramat ketakutan dan tidak berani mendekatinya lewat dari tiga meter.

Meery merasa putus asa dan tidak sanggup lagi menjadi ibu susu bagi bayi aneh menyeramkan itu, tertatih-tatih dia memberanikan diri untuk menghadap Bapa Abiel untuk meminta pengampunan dan memberitahukan niatnya mengundurkan diri sebagai ibu susu dari Bayi Mercury.

Tok ... tok ....

"Ya, silahkan masuk!"

Meery membuka pintu ruang membaca Bapa Abiel, disana sangat berdebu dan kotor, buku-buku berserakan dimana-mana, dan tumpahan tinta mengotori sebagian lantai ruangan. Itu karena Bapa Abiel tidak senang ruangannya diotak-atik ketika tulisannya belum selesai, ruangan itu boleh dirapihkan hanya ketika dia telah puas dan selesai menciptakan tulisan luar biasanya.

"Shalom Bapa Abiel, Tuhan besertamu. Saya adalah Meery seorang Biarawati yang Bapa tugaskan sebagai ibu susu bagi bayi yang dibuang oleh orang tuanya di altar seminggu lalu," ujar Meery dengan sopan dan hormat.

"Shalom anakku, Tuhan menyertaimu juga. Jadi, ada apa anakku? Apakah bayinya sehat-sehat saja atau kau datang kemari dengan wajah tegang begitu karena bayinya terkena penyakit cacar atau diare?" Bapa Abiel berbica dengan lembut dan menggandeng kedua tangannya di belakang punggung.

"Ti-tidak Bapa Pendeta, bayinya sama sekali tidak terkena penyakit cacar maupun diare."

"Jadi, apa maksud dari kedatanganmu anakku?" Bapa Abiel mengambil bangku di belakangnya dan mendudukinya.

"Pertama-tama saya memohon maaf dan ampunan dari Bapa Pendeta yang terkasih, tujuan saya yang sebenarnya adalah untuk melepaskan tanggung jawab saya dari bayi itu."

Mendengar permintaan dari Meery membuat Bapa Abiel mengerutkan dahinya dan menghela napas dalam-dalam karena merasa jengkel akan perilaku seorang biarawati yang mengganggu waktu menulisnya hanya karena suatu hal yang membuatnya semakin kehilangan ilham dalam menulis.

"Huff ... kenapa engkau ingin melepaskan anak itu, apa dirimu sudah tidak memiliki kasih dalam hatimu sampai tega menyakiti hati seorang anak yang belum berdosa?" gerutu Bapa Abiel.

"Bukan, bukan begitu wahai Bapa Pendeta, saya bukannya membenci seorang bayi tapi bayi yang satu ini sangat berbeda dari bayi lain, dia ini bayi aneh yang membuat seluruh bulu kuduk merinding, sungguh menakutkan." Meery menundukkan badannya.

"Saya mohon jauhkan lah anak itu dari saya wahai Bapa Pendeta," pinta Meery dengan tulus dan badan gemetaran.

"Apa sebenarnya maksud mu Biarawan Meery? Entah setan apa yang telah merasuki dirimu, bukankah bayi itu adalah hadiah Tuhan yang paling suci dan indah? Bukankah sebaiknya engkau merasa berbahagia karena Tuhan menitipkan seorang bayi mungil untuk kebahagiaanmu?" Bapa Abiel berdiri dari tempat duduknya dengan amarah di wajahnya.

"Bu-bukan begitu Bapa Pendeta, jikalau saja Bapa yang berhadapan langsung dengan dirinya pasti Bapa juga akan berperasaan seperti saya." terang Meery tak berani menatap Pendeta.

"Sudah-sudah, saya telah mengerti maksudmu yang sebenarnya wahai perempuan bernama Meery, bukankah engkau hanya menginginkan tambahan bayaran? Berapa franc yang harus saya berikan? Lima, delapan, sepuluh?" tawar Bapa Abiel yang sudah merasa muak dan ingin secepatnya menghentikan perbincangan yang penuh remeh-temeh ini.

"Sungguh saya adalah Biarawati yang tidak memikirkan harta duniawi wahai Bapa Pendeta yang terkasih, saya sama sekali tidak menginginkan penambahan bayaran atau apapun itu, saya hanya ingin menjauhkan bayi iblis itu dari kehidupan saya." Meery sedikit membentak.

"Ya Tuhan ..., entah setan apa yang telah merasuki wanita berdosa ini, teganya dia menyebut bayi suci dan bersih yang datang dari padamu sebagai bayi perbuatan iblis, sungguh lancang dan biadab lah perbuatannya, tolong ampunilah dia, Ya Bapa."

Bapa Abiel menundukkan kepalanya sejenak.

"Saya telah tahu akar dari segala permasalahan ini wahai perempuan bernama Meery, Anda telah kerasukan setan yang menyesatkan dan Anda bahkan melepaskan Rosario dari kalungan Anda, sungguh iblis yang telah berbicara dalam diri Anda sampai-sampai begitu teganya Anda menyebut seorang bayi mungil nan suci sebagai bayi iblis." Bapa Abiel semakin jengkel sampai-sampai mengibaskan lengan jubahnya ke arah Biarawati Meery.

"Ma-maafkan saya Bapa Pendeta! bayi aneh inilah yang telah membuat saya melepaskan Rosario saya, saya tidak pantas menggunakannya."

"Apa maksud mu? Kejengkelan apalagi yang ingin kau timpakan kepadaku?"

Sindir Bapa Abiel dengan tangan kanan nya yang kembali berkelebat dari balik punggung menegaskan pertanyaan dengan jari telunjuk di depan wajah Meery, membuat Meery berkeringat meragu karena situasi telah membuat dirinya terlihat seperti pihak yang salah.

"Bayi itu telah dirasuki iblis, dia selalu menatap saya tajam, telinganya seakan-akan mengupingi segala hal dalam diri saya, semua pikiran dan dosa saya seakan terkelupas melompat keluar habis disedot bayi sialan itu, dia selalu membuat saya gemetaran di siang hari dan tidak bisa tidur di malam hari, mulutnya yang bisu seakan-akan mengutuki saya akan dosa-dosa saya, membuat saya tiba-tiba merasa tidak pantas lagi mengalungkan Rosario kudus itu pada leher saya yang hina ini," desak Meery bersikeras ingin menjauhkan Bayi Mercury dari kehidupannya.

"Ya Tuhan ..., ada apa dengan perempuan bernama Meery ini? Cobaan apa yang ingin kau limpahkan kepadaku, Ya Tuhanku? Sungguh tidak mungkin, sama sekali tidak mungkin seorang bayi bisa dirasuki setan. Bayi adalah pribadi yang belum lengkap, jiwanya belumlah terbentuk dengan sempurna, betapa kejinya perempuan ini memberikan tuduhan palsu tak bermoral kepada seorang bayi tak berdosa." Bapa Abiel menghela napas dan kembali duduk.

"Sungguh lah banyak ibu susu yang lebih baik dari padamu di biara ini, tetapi mendengar perkataanmu membuat darahku seketika terbakar akan amarah, teganya dirimu wahai biarawati, bukannya engkau dididik di biara dengan baik dan benar?"

Huff ....

"Kalau itu maumu cepat kemarikan bayi tak berdosa itu agar bisa kuberikan kepada ibu susu lain yang lebih kompeten. Untuk dirimu aku akan berdoa sekiranya Tuhan Yang Maha Pengasih mengampuni perilaku jahanammu, pergilah dan ambil bayi itu kesini!" perintah Bapa Abiel dengan memalingkan wajah.

Bergegaslah Biarawati Meery mengambil bayi yang sedang tertidur di dalam keranjang, menentengnya sedikit menjauhkan dari pandangannya untuk diberikan kepada Bapa Abiel.

Rasa takut yang tadinya menghantuinya berangsur-angsur berkurang akan rasa bahagia karena sebentar lagi akan dipisahkan dari bayi menyeramkan ini.

"Ini dia, Bapa Pendeta."

Meery meletakkan keranjang bayi ke atas meja Bapa Abiel yang penuh dengan buku.

"Letakkan saja di sana dan lekaslah pergi menyesali segala dosamu."

Meery yang telah merasa tenang dengan cepat berlari ke dalam gereja dan menyalakan semua lilin di sana untuk berdoa dengan harapan segala pilihan yang dia ambil adalah benar.

Sementara itu di dalam ruangan menulis Bapa Abiel yang sedang terduduk menatapi keranjang bayi di depannya merasa iba sekaligus terganggu oleh bayi kecil itu. Dengan pelan dia menyingkirkan kain yang menutupi wajah bayi dengan jarinya.

"Sungguh malang nian nasibmu anakku, bayi mungil nan polos sepertimu dilimpahkan tuduhan tak bermoral oleh perempuan tak punya sopan santun itu.

Lihat lah pipinya yang merah merona bak kelopak mawar, kulitnya begitu mulus seperti sutera, putih sedikit pucat seperti pagi hari, kaki mungilnya seperti batu putih yang hangat, pegitu pun ubun-ubunnya yang belum tumbuh tulang berbau harum seperti karamel atau susu dan keju. Tiada tanding dosa perempuan sialan itu, teganya dia menodai kapas putih nan lembut sepertimu anakku yang malang."

Bapa Abiel mendekatkan wajahnya menciumi bayi yang sedang tertidur itu.

Bayi Mercury yang tertidur lelap mulai membuka matanya karena napas berbau anggur dari mulut Bapa Abiel dan dia mulai menangis walau sama sekali tidak terdengar suara, Bapa Abiel yakin seandainya bayi itu tidak bisu suara tangisannya akan memenuhi seluruh gereja.

"Cup ... cup ... jangan menangis anakku yang manis, aku akan segera memberikanmu ibu susu yang lebih baik dan terbaik di biara ini. Cup ... cup ... cup ...."

Melihat mata biru yang indah itu membuat Bapa Abiel semakin terkagum kepada bayi malang di pangkuannya.

"Sungguh bola mata yang indah anakku yang manis, sepertinya aku pernah melihat mata seperti ini sebelumnya, tatapan memabukkan tapi entah dimana." Bapa Abiel mulai beramah-tamah untuk menenangkan bayi malang di hadapan nya.

Semakin dia menatap dan menikmati keindahan Sang Bayi, semakin pula dia tenggelam di dalamnya seperti lautan saja. Tatapan kagumnya yang tadi telah berubah menjadi tatapan kosong seakan-akan dirinya sedang ditelan oleh ikan paus raksasa, dimana di dalam sana dia mendengar bisikan-bisikan tentang betapa hampanya dia dan betapa buruk dirinya.

Bisikan mengganggu itu semakin kencang bersuara memberitahukan segala dosanya, berbisik tentang perilakunya yang sering memakan uang gereja baik dari kotak amal maupun sumbangan dan tabungan jemaatnya.

Berbisik lagi tentang dirinya yang pernah melakukan pelecehan kepada seorang biarawati yang berujung bunuh dirinya biarawati malang tersebut.

Pada bisikan ketiga menekankan betapa busuknya kesombongan yang dia lakukan selama hidupnya merasa paling suci dan adil.

Yang terakhir terdengar teriakan kencang berkata, "KAU BERDOSA!" Membuat tatapannya yang kosong telah kembali dan berubah menjadi tatapan rasa takut dibarengi dengungan di telinganya.

"Hah ... huff ... si-siapa sebenarnya bayi ini?"

Bapa Abiel menyingkirkan keranjang itu dari pangkuannya sampai dia terlempar kebelakang bersama kursi yang dia duduki. Tubuhnya seketika menggigil dan berkeringat dingin, sekujur sisi kulit merinding ketakutan seperti melihat setan saja.

"Ka-kau ... kau memang anak ib- ....."

Hampir saja Bapa Abiel mengatakan bahwa bayi itu adalah anak iblis, tetapi keyakinannya terhadap ajaran gereja membuat lidahnya berhenti berucap.

Bapa Abiel yang telah ketakutan lebih memilih menjauhkan diri dari bayi itu dari pada harus mengucap kata yang tidak bermoral seperti kata yang tadinya ingin dia lemparkan. Dengan merangkak dia keluar dari ruangan itu bersama napasnya yang tak beraturan lagi.

'Apa sebenarnya yang telah terjadi, dan apa yang harus aku lakukan,' batin Bapa Abel bertanya-tanya.

"Satu-satunya cara menyingkirkan bayi itu dari hadapanku adalah mengirimkannya kepada rumah yatim-piatu di panti asuhan milik kenalanku dulu."

Dengan bergegas Bapa Abiel berlari kedalam ruangan serta mengambil kertas dan pena bulu beserta tintanya lalu berlari lagi ke luar ruangan, di luar sana dia menuliskan surat permohonan kepada Brielle Harel yang merupakan istri dari teman lamanya yang juga pemilik panti asuhan dan pembuat keju terbaik di kotanya.

Dengan bergegas dia mencari surat baptis serta sertifikat tranportasi sang bayi, melipatnya bersama surat yang dia tulis tadi untuk dimasukkan kedalam sebuah amplop dan memberikan stempel basah di atasnya.

Bergegaslah dia memanggil biarawan yang sedang menyapu halaman biara dari balik jendelanya.

"Hei ... kau yang disana ... kemarilah sebentar."

"Ada apa dengan hamba, Bapa Pendeta?"

"Ini ambil, surat ini dan keranjang bayi itu, segera kirimkan ke alamat yang tertulis di amplop ini dengan menggunakan transportasi pengiriman kereta kuda agar segera sampai."

"Baik, Bapa Pendeta." Sang Biarawan menunduk mengiakan.

"Oh ya ... ini berikan ongkos jalannya dan aturlah sedemikian rupa serta harus dengan cepat," desak Bapa Abiel.

"Baik Bapa," tegas biarawan itu dengan sedikit kebingungan di wajahnya melihat perilaku Sang Pendeta.

Biarawan itu pun segera berangkat menenteng keranjang bayi di tangannya menuju halte kereta kuda di pinggir kota, kereta kuda inilah yang nantinya menjadi cikal bakal terciptanya angkutan umum bernama Omnibus.

Sesampainya di sana dia betemu dengan seorang kusir bernama Stanis Baudry, dia adalah kusir baru yang terpaksa menjadi kusir karena pabrik tepung bertenaga uap dan pemandian air panas miliknya telah bangkrut dan meninggalkan banyak hutang sampai-sampai dia berencana untuk bunuh diri.

"Apa kah kau kusirnya?" tanya Biarawan.

"Ya, apakah ada pengiriman spesial wahai Biarawan?" balas Baudry sembari menghisap pipa cerutu.

"Ini ada pengiriman bayi ke alamat ini." Biarawan menunjukkan amplop pemberian Pendeta.

"Oh ... tunggu dulu, apakah bayi ini dilengkapi sertifikat?" Baudry telah paham betul peraturan pengiriman karena dia baru saja melakukan kesalahan kemarin.

"Tentu saja, ini adalah perintah dari Bapa Abiel pendeta di gereja Santo Yosep, dan ini stempel gerejanya," terang Sang Biarawan menunjukkan amplop kembali.

"Baik lah kalau itu dari pendeta, saya kira tidak perlu membacanya, silakan letakkan saja bayi itu di dalam sana bersama-sama dengan bayi lainnya di samping barang-barang itu."

Pengiriman di sana menawarkan jasa mengirim apapun selagi masih bisa diangkut dan bayarannya pas.

"Baiklah, ini ongkos kirimnya dan tolong bawa bayi itu sampai tujuan dengan selamat."

"Oke santai saja, selagi bayarannya pas maka pelayanan juga akan maksimal," imbuh Baudry sembari menepuk pundak Sang Biarawan.

Kereta pun berangkat, mengantarkan Bayi Mercury ketempat kehidupan akan membawanya lebih jauh lagi.

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!