Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali kuliah
Hari ini hari ke tiga aku berada di rumah orang tuaku. Kuharap Kak Firman kali ini tidak menunda kepulangannya lagi. Karna aku tidak mungkin memberikan alasan lagi kepada kedua orang tuaku. Tentu merka sebenarnya khawatir anak putrinya baru menikah, sedang wangi-wanginya malah ditinggal. Hanya saja orang tuaku tidak berkata seperti itu, karna aku tahu mereka menjaga perasaanku. Karna bagaimnapun pernikahan ini bukan kemauanku.
Saat aku sedang asyik bermain game di ponselku, tiba tiba ada notif. Dari namanya sudah membuat aku tersenyum. Iya ternyata suamiku yang mengirim pesan. Hanya mendapat pesan yang belum tau apa isinya sudah membuatku senang.
Zaujy💌
"Dik aku sedang dalam perjalanan pulang, mungkin nantik malam aku sampai, tapi tidak usah ditunggu karna aku akan langsung pulang ke rmah ibu mau ambil motor, mungkin besok aku jemput ke rumah abi."
Raisya💌
" Baik kak, hati-hati di jalan."
Rasa senang hanya seperti detik, tak sesuai harapan. Aku harus lebih bersabar. Meski aku belum mencintai suamiku, tapi sejak ijab itu diikrarkan aku sudah bertekat menjadi istri yang baik yang sesuai dengan ajaran agamaku. Seperti itu yang aku dapat dari pesantren.Siapapun yang menjadi jodohku dia berhak diperlakukan dengan baik, bahkan mendapatkan perhatian dan cintaku. Saat ini aku sedang belajar ikhlas dengan takdirku. Tuhan lebih tahu yang terbaik untukku.
Malam hari saat nonTV bersama di ruang keluarga, kami berempat, aku,Sofi, ummi dan abi.
" Oh iya Rai, suamimu gak jadi pulang hari ini?"
"Sudah ummi mungkin baru sampai si rumah Ibunya."
"Lho gak langsung ke sini?" abi nimbrung.
"Langsung ke rumahnya, karna mau ambil motor, besok baru jemput Raisya."
"oh ya ya, tapi kamu belum waktunya masuk kuliahnya Rai?"
"Besok masuk ummi, besok Raisya bicarakan dengan kak Firman".
Malam pun berlalu begitu saja, seperti biasa aku dengan kegiatanku. Tetap bermunajat kepada Sang Pemilik hati. Kudengar
"Semoga hati ini lebih baik dari kemarin" gumamku dalam hati. Aku melanjutkan mencuci pakaian. Setelah itu menjemur di depan rumah. Kudengar bunyi sepeda motor berhenti.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam.." aku tercengan sejenak di tempatku berdiri. aku hampir lupa kalau orng yang datang adalah suamiku. Maklum kadang otakku kurang konek, karna waktu kecil aku pernah gagas otak ringan.
Aku menghampirinya, dan mencium punggung tangannya.
"Ayo masuk kak, ummi dan abi di dalam." Sebagai penghuni baru tentu aku harus mendampingi suamiku masuk. Kak Firman berjalan di samping.
Kebetulan ummi dan abi sedang ngobrol di ruang keluarga. Rumah orang tuaku terbilang cukup besar jadi jarak dari depan ke ruang tamu lumayan jauh.
"Assalamu'alaikum.."
"wa'alaikum slam" jawab mereka berbarengan.
" Gimana kabarnya nak?" tanya ummi kepada suamiku.
" Alhamdulillah baik ummi." Irit sekali suara suamiku ini.
"Ya sudah sana istirahat dulu, mungkin kamu capek. Dan kamu Raisya jangan lupa kasih sarapan suamimu."
"Baik Ummi". kami pun meninggalkan mereka menuju kamar.
"Aku sudah sarapan dik, jadi kamu tidak usah repot-repot, lanjutkan saja pekerjaanmu tadi."
"Iya kak, aku mau melanjutkan jemur pakaian kalau begitu."
Aku meninggalkan suamiku di dalam kamar sendirian. Setelah selesai dengan pekerjaanku, aku kembali ke kamar. Kulihat suamiku sedang duduk berselonjor. Aku bingung mau memulai obrolan dari mana.Saat akan bangun dari duduknya kulihat dia meringis seperti kesakitan.
" k-kak tidak apa-apa?" aku reflek memegang lengannya.
"Tidak apa, hanya lututku luka sedikit" jawabnya.
"Sudah diobati kak?"
"Sudah."Dia berlalu ke kamar mandi. Setelah dia kembali ke kamar aku memberanikan diri untuk mengutarakan soal kuliahku.
"Kak... hari ini aku mulai masuk kuliah, kakak gk keberatan kan aku lanjut kuliah?"
"Untuk apa aku keberatan, justru aku senang kamu mau melanjutkan pendidikanmu, tapi maaf seperti yang pernah aku katakan aku belum mampu untuk memberimu nafkah, jika kamu melanjutkan untuk kuliah lalu biaya ditanggung orang tuamu, apa kata mereka? aku seperti lelaki yang tak bergun.
"InsyaAllah nantik kita usaha sama-sama kak, bukankah rejeki yang Allah beri untuk orang yang berumah tangga berbeda dengan orng yang masih sendiri, asal kita berusaha kak. Kakak tentu lebih faham soal itu daripada aku."
"Aku sudah risain dari pekerjaanku, aku akan mulai usaha dari rumah dengan sisa tabunganku, makanya aku belum bisa memberimu uang belanja, karna tidak mungkin aku meninggalkanmu merantau atau bahkan membawamu, karna aku harap kuliahmu bisa selesai dan kamu bisa mencapai cita-citamu".
soo sweet... apa aku harus menghadiahi sebuah pelukan atau kecupan kepada suamiku ini. Boleh dikatakan saat ini dia telah menghilangkan kecurigaanku selama ini.Ternyata dia sangat mempertimbangkan semuanya.
Setelah Sholat dhuhur aku siap-siap berangkat kuliah. Kulihat suamiku sedang duduk menyingkap saraungnya. sepertinya dia sedang mengobati lukanya. Naluri sebagai istri tidak bisa aku hindari, luka yang ada nampaknya cukup dalam. Aku meringis melihat lukanya, karna aku paling gak tahan melihat luka dan darah.
"Ini parah kak, sini biar aku yang pasang salepnya".
"Tidak usah, ini biasa terjadi kepada laki-laki, ini tidak ada apa-apanya, bahkan aku pernah lebih parah dari ini."
Aku terkesiap mendengar perkataan suamiku. Apa salahnya jika seorang istri ingin memberi perhatian. Kenapa,seakan dia membangun bentenng yang tinggi untuk kami. Kadang baik, kadang acuh. Oh hati... bersabarlah.
"Kamu berangkat saja kuliah, maaf tidak bisa mengantar, kalau lama meluk lututku kerasa sakit."
"Iya nggak apa kakak istirahat saja, semoga membaik, aku berangkat dulu, Assalamu'alaikum."
Aku mencium punggung tangannya. Ummi dan abi sedang tidur siang, aku tak mungkin membangunkan mereka. Aku segera berangkat dengan si putih yang sudah beberapa hari ini aku anggurin di garasi.
See you again kakak, terima kasih sudah mampir lagi.