Warren Frendata Rafaeyza, seorang CEO dari perusahaan Desainer frough yang berpengaruh di kota Jakarta,
Dia menjadi mualaf karna wasiat sang ayah yg mengatakan bahwa sebenarnya ayahnya adalah gus yg telah ingkar masuk ke agama lain dan ingin anak dan istrinya masuk islam. Diusianya yang sudah matang Warren belum menikah karena masih terjebak dengan cinta pertamanya saat remaja. Dia Citra Bayu Antriza, Wanita cantik yang berhasil memporak porandakan hatinya. Suatu ketika Tuhan menjawab keinginannya untuk memiliki hati Citra sepenuhnya. "7 tahun bukan waktu yg mudah aku lalui ya Alloh, untuk menemukannya, sekarang aku sudah menemukannya! izinkan aku memilikinya, dia yg selalu aku sebut di sepertiga malamku" "Aku, Warren memang bukan yang pertama, tapi aku akan menjadi yg kedua untuk yg terakhir"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeaIsw31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
016. Keputusan untuk menjadi mualaf
Warren menuju laptopnya dia kesal! Entah kesal karna apa intinya dia ingin melihat crad memory tersendiri untuknya sekarang juga.
Menyalakan laptop itu dengan jantung yang berirama keras dia memencet tombol putar.
Ekhem, hay son? . Papah rada malu deh gugup gak tau juga pengen buat kaya gini padahal kamu udah dewasa hahahaha
Warren menghembuskan nafasnya pelan rasanya masih sesak, dia merasa lebay karna sudah 21 tahun sesedih ini, dia jadi berpikir bagaimana anak anak yg kehilangan orang tua saat masih kecil. Dia matikan vidio ayahnya yang memakai setelan kantor, dia perkiraan mungkin sudah cukup lama vidio itu.
"Son, papah ngerasa malu tapi papah mau bilang suatu rahasia, papa mau bicara jujur sama kamu lewat tatap muka bukan kaya gini tapi papah merasa perlu juga vidio takutnya papak kecelakaan tau meninggal hahahaa kan bisa jadi wasiat selain harta papah heheh, bukan papah ya sebenarnya milik mamma papa inimah orang biasa cuman jadi kaya gini karna dipercaya mamah kamu aja".
Warren mengangguk "ya. Dan itu benar adanya papa meninggal karna kecelakaan! " Warren memijit pangkal hidungnya agar air matanya tak jatuh.
"Kamu selalu tanya dari kecil kenapa papah tuh tau soal agama islam padahal kita Kristen? Kamu juga bilang malah papa gak mau baca Alkitab sama sekali kayak cuman formalitas ke gereja ngikutin mamah? Kamu tau Ren sejujurnya papah emang orang islam yang masuk ke Kristen.
Semata mata untuk bisa bersanding dengan ibumu, papah bahagia Ren tapi akhir akhir ini papah merasa berdosa dan sering bahas sama mama kamu kayaknya papa mau balik je agama islam lagi, papa merasa gundah semenjak kamu berkata menyukai gadis berhijab rasanya seperti mengetuk hati papah kembali. ".
Mata Antaka berkaca kaca membuat Warren meneteskan air matanya "ternyata ini vidio pas aku masih SMA? Lalu kenapa ppa gak pernah mau bilang? Andai saja papa ajak mama dan aku juga kan aku bisa sama Citra! " Lagi lagi Warren menyangkut kan pada Citra, dia juga merasa takut sendiri jika perasaan rak jelas ini menjadi obsesi berkedok cinta.
"Son, mau gak ya kira kira kamu masuk islam? Mama kamu si sekarang setuju tuju aja, gak tau deh kamu. Kamu tau gak papa tuh anak ulama loh, papa sering di panggil gua An, papa juga punya kembaran namanya Aslana dia 7 menit doang bedanya sama papa, papa dulu yang lahir dan tentunya gantengan papa hahahaha,tapi itu semua gak ada artinya karna papa memilih pergi dari lingkungan itu, lingkungan pesantren, dulu papa mengira dikurung dan berharap jadian nak biasa bukan anak kiai tapi jujur sekarang papah rada menyesal hmm pengen balik ke sana lagi tempat dimana papa dibesarkan, papa gak tau gimana mulai ngomong sama kamu papa takut pandangan kamu berubah pada papa son, papa cuman pengen cerita ini aja sih, siapa tau sewaktu waktu papa kena stroke gak bisa bicara dan kamu mau masuk islam demi Cinta kamu hahahaha".
Seperti itulah isinya, terlihat bualan dan hanya omong kosong tapi berbeda untuk maren dia mengusap wajahnya kasar "andai, andai papa cuma kena stroke papa bisa sembuh tapi sekarang? Papa udah di kubur gimana pah? Warren capek sebenarnya pah, karna papah manjain Warren jadi Warren tumbuh jadi anak cengeng kaya gini! Hahhh apa sanggup pah Warren handle perusahan sebesar ini, di Indonesia dan Singapura? Apa Warren sanggup pah sambil kuliah? Warren jadi meragukan kepintaran Warren, Warren juga nyesel mentang mentang dari keluarga kaya sukanya hura hura gak mau belajar dari awal handle perusahaan".
Warren tak menangis lagi, dia hanya sedang menyesali semuanya dan sedang berpikir apa dia masuk islam aja? Sesuai wasiat ayahnya? Ada keraguan dihatinya.
Sampai datang sesorang mengetuk pintu kamarnya, dia melangkah membuka pintu kamar dan sudah berdiri ibunya.
"Mamah? ".
" Ren, " Cana menatap anaknya lekat "mama boleh masuk? Mama tau kamu sedang sedih dan butuh waktu sendiri".
" Masuk mah, kaya sama siapa aja. Warren kan anak mamah".
Cana mengangguk, iya emang Warren anaknya tapi entah kenapa aura anaknya pas buka pintu tadi sudah terasa asing, apa lagi semenjak dia melihat putranya menangis di pelukan Aslana.
Mereka memilih berdiri di balkon kamar, padahal ada kursi tapi mereka memilih berdiri. Cukup lama mereka hanya terdiam sampai kana berkata "Ren, mama sepertinya mau masuk islam, keagama papa kamu nak udah cukup papa kamu yang berkorban sampai dia tiada".
Warren menoleh pada ibunya " Jadi mama masuk ke islam cuman karna mau berkorban? Kalo gitu jangan lah ada ada aja! " Sautnya dingin.
"Mama bukan mau berkorban atau karna merasa bersalah, bukan juga semata mata karna wasiat papa kamu son, tapi karna mama emang mau. Itu keputusan mama terserah sama kamu mau ikut jadi mualaf atau tidak, pada dasarnya hanya mama yang jadi malah kamu kan ada darah ayahnya yang asli islam kamu asli keturunan islam" Cana.
Warren menatap mata wanita yang melahirkannya,matanya sembab dan terlihat menahan tangis! Pasti ibunya lebih terpukul kehilangan ayahnya.
"Warren ngikut mamah aja ma, toh sama aja kan apapun agamanya, berat si jelas! Karna Warren dibesarkan menyembah yesus bukan Allah milik mereka,tapi gak salah lah nyoba".
Cana menatap sendu Warren " Kalo kamu terpaksa jangan nak, kalo mama uda mantap".
Warren memegang tangan mamanya lalu mengangguk "Warren siap kok, tidak ada keterpaksaan".
" Kamu yakin son? " Cana.
Warren lagi lagi mengangguk lalu tersenyum simpul "kan jadi mualaf dapat 1 juta dari masjid" Dia menarik turunkan alisnya "lumayan buat jajan" Sambil tertawa kecil.
Cana bukannya ikut tertawa malah menangis.
"Jangan nangis lagi ya mah, memang papah udah gak ada tapi masih ada Warren yang bakal jagain mama! Nanti Warren nikah dan buatin mama cucu yang banyak ya biar mama gak kesepian".
Cana sedikit terhibur dan memeluk putranya itu, begitulah akhirnya mereka memutuskan masuk ke agama islam dibimbing Ayah Antaka disaksikan, Zahra, Aslana dan beberapa pekerja disana.
Semenjak itu mereka mulai belajar akan apa saja inti inti islam, Cana tentu lebih fokus belajar karna dia hanya meng-handle beberapa perusahaan cabang, berbeda dengan Warren yang meng-handle perusahaan utama, kuliah.
1 tahun berlalu Warren lulus kuliah dia juga sudah mudah meng-handle perusahaan dari jauh dia tak perlu bolak balik dari Indonesia, Paris untuk kuliah dan ke perusahaan. Rasanya dia bisa sedikit lega akan kesudahan kesibukannya itu.
Sampai dia memutuskan untuk ke pesantren kakeknya agar lebih mendalami islam.
Satu tahun dia mengejar pelajaran adab kehidupan hanya tinggal 2 kitab lagi, dalam 1 tahun ini dia juga menghafal al-quran diawaki dari huruf hijaiah yang ia hafal hanya dalam 1 bulan beralih ke al'quran 6 bukan dengan susah susah 1 bukan dia melancarkan bacaan dan seterusnya menghafal sambil memperbaiki bacaan. Dia memang memiliki otak cepat tanggal dan jenius tapi tak ayal otaknya seperti meledak, untung dia menunda s2nya dan fokus mondok sambil meng-handle perusahan dari kejauhan karna perusahan sudah stabil.
Tahun kedua Warren sudah menghafal 10 jus al-qur'an dan menyelesaikan kitabnya dia juga mulai diperkenalkan ke orang orang sebagai cucu pemilik pesantren terkenal Al-Ikhlas.
Warren kejakarta untuk mengontrol perusahan, dia juga berkumpul dengan teman temannya, Walau banyak teman yang jelas sohib adalah Zalano, yang sudah seperti saudara kandung. Dia juga menginap disana, sedangkan Cana juga di pesantren bersama ibu mertuanya yaitu Zahra.
Apa Warren sudah menikah? Tentu belum ada temannya yang menikah di usia 23 tahun tapi dia belum bahkan Zalano juga sudah bertunangan.
Pada suatu malam dia menginap dirumah Zalano, rumah dimana banyak kenangan masa masa remajanya tentunya tentang Citra.
Muncul di benaknya "bagaimana kabarnya? Ah dia sudah bahagia disana hanya aku saja yang terhenti di umur 21 tahun" Gumamnya menuju taman namun dia mendengar suara Syera yang memekik "ih gemoyy".
Warren tak jadi kesana dia hendak pergi namun urung karna mendengar Yuna berkata " Iya kan! Anak Citra lucu wkwkkwk bisa aja si Citra bikin anak".
"Ih apa si ma! Mama gak tau ya mba Citra tuh nikah karna dijodohin siapa tau dia di paksa".
" Hahahhaha kamu masih kecil gak bakal tau gimana rasanya kalo udah sama lawan jenis"Yuna.
"Aku udah Mau SMA ya mah udah tau apa itu cara reproduksi! " Syera.
Yuna tertawa terbahak bahak "kalo tau dia dijodohin mama gak ijinin dia pulang, tapi buktinya dia udah ada buntut brati udah cinta, kadang ada cinta yang datang sehabis disodok".
" Mamah!!! " Syera memekik, dia merasa malu entah kenapa mamanya frontal bangat kalo bicara.
Yuna masih tertawa apa kagum melihat anak gadisnya malu, dia merasa bangga pada anaknya banyaknya temannya main di Club dan lainnya. sementara anaknya main dirumah sibuk belajar, padahal anaknya cantik, tapi dia menjauh dari hal hal berbau pacaran.
"Cantik ya anak Citra, kaya ibunya. Citra aja cantik".
" Iya cantik, kalo mama izinin kak Zalano dulu nikah sama mba Citra udh punya cucu amma tuh" Syera.
"Menyesal belakangan Ra, tau sendiri mama orangnya keras, sekarang aja sadar bahwa jodoh udah ada yang ngatur, tau mama cocok bangat sama Citra sama calon mantu maa malah rada Canggung takut jadi mertua jahat hahahhaha" Yuna.
"Mamah mamah" Syera langsung ngerebut ponsel ibunya, dia menatap bayi 3 bulan di status WA sang ibu dengan gemas.
Warren masih setia mendengar itu dan hatinya terasa diremas, padahal sudah cukup lama 2 tahun bukan waktu yang cepat tapi lama, masih saja dia nyeri kalo soal Citra "kamu sudah bahagia honey" Gumamnya dengan senyum simpul bercampur perasaan tak menentu.
Dari jarak tak jauh darinya Zalano menghembuskan nafas kasar "belum move on juga tuh anak, astaga".