Berpacaran selama 5 tahun. Hingga mereka memutuskan untuk menikah. Satu hari setelah hari pernikahannya suaminya mulai berubah dan bahkan tidak pernah menyentuh istrinya karena alasan capek. Setiap hari di paksa untuk memahami, dan mengerti semuanya. Hingga akhirnya sang istri berusaha mencari tahu apa alasan di balik perubahan sikap suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kavhyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Baru
Mama Hani , Papa Bian dan Dion sudah datang tadik malam. Setelah mengetahui semuanya langsung berangkat ke Indonesia. Mereka tidak peduli dengan pekerjaan di sana. Yang terpenting sekarang adalah putrinya yang membutuhkannya.
"Papa ngak habis pikir dengan Ansel. Dia keterlaluan. Kita bahkan tidak pernah berharap dia melakukan hal serendah itu." Ucap Papa Bian yang marah. Dia ingin menemui Ansel dan memberikan pelajaran karena telah menyakiti putrinya.
"Kamu ngak usah sedih sayang. Kita semua ada di sini sama kamu. Dia ngak pantas buat kamu." Sambung Papa Bian yang memeluk putrinya.
"Sabar ya sayang. Semua ada hikmah di balik masalah yang kamu hadapi." Ucap Mama Hani yang berusaha menguatkan putrinya. Sedangkan Dion dengan wajah yang memerah karena menahan marah. Dia ngak bisa tenang sampai dia memberikan pelajaran kepada Ansel. Dia sudah menyakiti adik kesayangannya. Dia akan memastikan Ansel tidak akan pernah hidup tenang setalah menyakiti adiknya. Tania pun menatap Abangnya dan menghampiri Dion. Dia tahu betul dengan Dion. Kalau sudah seperti ini sewaktu-waktu amarahnya akan meledak.
"Bang. Jangan di pikirkan. Tania ngak papa kok. Tania malah bersyukur, ya walaupun terlambat tapi Tania sudah di jauhkan dari orang yang salah." Ucap Tania yang memeluk Dion. Dion pun membalas pelukannya.
"Ngak dek. Abang harus memberikan Ansel pelajaran. Dia sudah menyakitimu." Ucap Dion.
"Ngak Bang. Jangan. Biar bagaimana pun dia pernah menjadi bagian hidup Nia. Berjanjilah jangan pernah menyakiti dia." Ucap Tania menahan tangis. Dion pun langsung luluh dan terpaksa berjanji demi adiknya. Dion bangga setelah apa yang terjadi Tania tidak pernah mengeluh sama sekali. Dia juga sangat tenang dalam menghadapi masalahnya.
"Mah, Pah. Cepat urus perpisahan aku dengan Ansel. Setelah itu Nia akan pergi ke Australia untuk tinggal di sana sementara waktu. Nanti kalau Nia sudah tenang. Nia akan pulang lagi ke Indonesia." Ucap Tania. Orangtuanya pun mengangguk setuju.
"Iya sayang. Nanti orang suruhan Papa yang akan melakukan semuanya. Kamu tenang aja. Papa pastikan semua akan selesai dalam waktu dekat." Ucap Papa Bian. Tania pun mengangguk.
...****************...
Sedangkan di tempat lain Dian dan Ansel masih berdiam diri di apartemennya. Dan belum berniat untuk keluar.
"Apa sebaiknya kita pulang dan meminta maaf sama Mama dan Papa?" Tanya Ansel. Dian pun menggelengkan kepalanya tidak. Rasanya percuma. Karena keluarganya benci sama mereka dan ngak akan ngebiarin kita menginjakan kaki di sana.
"Lebih baik tidak sekarang. Biar semua tenang dulu." Ucap Dian. Sebenarnya dia tidak mau pulang. Dia lebih nyaman tinggal berdua dengan Ansel di sini. Ngak ada gangguan sama sekali.
Sedangkan Ansel hanya diam termenung dan memikirkan Tania. Dia sangat menyesal karena telah menyakiti Tania. Sedangkan Dian menatap Ansel tidak tegah dengan keadaannya sekarang. Ansel tidak mau makan kalau ngak di paksa. Tidurpun juga susah. Selama mereka di sini. Dia tidak semangat dan tidak pernah tersenyum. Di sisi lain Dian juga senang karena pasti Tania akan menceraikan Ansel. Dan Ansel akan menjadi miliknya. Mereka berdua harus menerima akibat dari perbuatan mereka. Mungkin ini adalah hukumannya.
...***************...
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.Waktu persidangan terakhir perceraian Tania dan Ansel sudah selesai. Orang suruhan Papanya yang mengurus semuanya. Butuh waktu lama untuk menemukan keberadaan Ansel untuk mengirimkan surat gugatan. Awalnya Ansel menolak tapi karena Tania menemuinya dan memohon dia pun menandatangani surat itu. Walau dengan berat hati dia harus melepaskan Tania. Bagaimanapun dia sudah menyakitinya dan dia juga sadar kalau dia sudah tidak pantas untuk Tania. Selama berbulan-bulan Ansel tidak pernah keluar kemanapun. Dia cuman tinggal di apartemen dan tidak pernah menemui orangtuanya. Dan hari ini mungkin hari terakhir Tania dan Ansel bertemu. Kalaupun bertemu suatu hari. Mungkin butuh waktu lama. Tania berharap setelah hari ini semoga dia tidak pernah bertemu dengan Ansel dan semoga dia bisa memulai awal yang baru dan akan berusaha melupakan semuanya. Dia berangkat ke Australia untuk menyembuhkan hati dan rasa teraumanya. Entahlah apakah suatu hari nanti dia bisa mencintai seseorang atau tidak, setelah apa yang terjadi dalam hidupnya. Selama proses persidangan Ansel selalu di temani oleh Dian. Tania yang melihat itu hanya tersenyum. Tania merasa ini adalah ujian terberat dalam hidupnya karena berpisah dengan orang yang pernah dia sangat cintai. Rasanya dia tidak percaya akan secepat ini. Tapi dia harus sadar kalau ini nyata.
Setelah pulang dari kantor pengadilan agama. Dia pun langsung menuju ke bandara.
...****************...
Butuh waktu sekitar 7 jam perjalanan. Tania pun sudah sampai. Di sana sudah ada Jovanka dan Gisel yang menunggunya. Setelah mendengar kabar apa yang menimpah sahabatnya mereka pun sedih dan merasa marah dengan Ansel.
"Welcome baby." Ucap Gisel dan Jovanka yang memeluk Tania. Dengan senang hati pun Tania membalas pelukan mereka.
"Kenzi ngak datang?" Tanya Tania. Gisel dan Jovanka baru mau bilang tidak, tapi tiba-tiba seseorang datang membawa bunga mawar dan boneka Teddy.
"Ngak mungkin dong. Aku pasti datang." Ucap Kenzi. Tania pun langsung memeluk Kenzi dan membuat jantung Kenzi berdetak tak karuan. Perasaannya ke Tania ngak pernah berubah. Selama ini dia memendam perasaannya. Karena dia tahu Tania mencintai Ansel. Tania hanya menganggapnya sebagai sahabat.
"Kita jalan?" Tanya Gisel dan Jovanka. Tania dan Kenzi pun mengangguk.
Ansel
Wiliam