Asistenku Bukan Laki-laki

Mata Ciara melebar sempurna saat membaca rincian pembayaran rumah sakit yang baru saja Ia minta dari suster. Disana tertotal semua biaya dari mulai rawat inap, obat-obatan, alat bantu, dll. Dibawah rincian itu terdapat jumlah dari semua biaya, yang tertulis angka 32,750 juta. Ciara rasanya hampir ingin pingsan melihat angka-angka itu.

Ia bingung sekarang harus bagaimana. Ia tidak mau kehilangan abangnya namun, Ia pun tidak bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya pengobatan sang Abang.

"Hufh... Gue gak boleh frustasi gue harus semangat." Ciara berusaha menahan airmatanya.

Seorang suster yang berjalan berlawanan arah dengannya nampak berjalan sambil mendorong meja berisikan obat-obatan dan tak sengaja meja itu menabraknya.

Bruk...

"Haahh..." Ciara terbangun dari pingsannya dengan nafas ngos-ngosan. Bahkan ketika tak sadarkan diri pun alam bawah sadarnya selalu memikirkan nominal itu.

Ciara nampak celingukan bingung saat mendapati dirinya berada di kamar Bosnya. Di sampingnya pun juga ada sang Bos serta laki-laki yang tidak Ia kenal.

Ah! Ia ingat Ia tadi sempat menolong laki-laki yang tidak Ia kenal itu saat dia hendak dibegal.

"Mas maaf ya gara-gara nolongin saya Masnya jadi pingsan kaya gini." Haven menggaruk tengkuknya merasa tidak enak hati.

"Jangan panggil Mas panggil Tara aja. Tapi, lo gak papa, kan?"

"Gak papa." Balas Haven.

"Terus kenapa saya bisa ada di kamar Bapak?" Ciara menatap Hassel.

"Ini Haven adik saya." Hassel menunjuk adiknya.

"Iya tadi pas lo pingsan kebetulan kakak gue udah jemput makanya kita bawa lo kesini." Lanjut Haven.

"Sssh..." Ciara memegangi bahunya yang terasa ngilu.

"Tiduran aja kalo masih sakit." Perintah Hassel dingin.

"Enggak! Saya harus nyari kerja lagi." Ciara meraih tasnya di atas nakas.

Hassel menahannya dan menatapnya dingin. "Gak usah! Kamu boleh balik kerja sama saya."

Ciara menatap Hassel dengan kedua alis bertaut.

"Ya... Kalo kamu masih mau." Hassel masih berusaha mempertahankan gengsinya.

"Gak usah deh Pak." Ciara berdiri seraya memakai sepatu selopnya.

"Aarghhh..." Hassel refleks langsung menahan tubuh Ciara yang hampir tersungkur.

Ciara melebarkan matanya terkejut. Keduanya saling menoleh ke arah wajah satu sama lain dengan ekspresi cengo.

Lamunan Hassel pun membuyar. Ia pun mendudukkan tubuh Ciara dengan hati-hati ke tepi ranjang.

"Gak usah gengsi kalo masih butuh!" Ciara menatap ke arah lain dengan ekspresi kesalnya.

Hassel mengulurkan tangannya sebagai isyarat mengajak kerjasama.

"Deal?"

Ciara melirik ke arah telapak tangan Hassel dengan perasaan ragu.

"Udah terima aja Tar, jalanin aja dulu. Kerja itu gak kaya pengantin baru awalnya enak lama-lama b aja. Kerja mah beda, awal-awal emang gak enak tapi enaknya pas gajian." Nasehat Haven berusaha membantu sang kakak.

"65 juta poin kamu saya hapus." Hassel menaikan satu alisnya.

Hassel menunggu jawaban Ciara cukup lama. "Okeh kalo gak mau." Hassel perlahan menarik tangannya.

"Okeh deal." Ciara langsung menahan tangan Hassel dan menjabatnya sebelum benar-benar kembali.

****

"Ciara...." Pian langsung memeluk sahabatnya itu merasa rindu karena sudah satu minggu lebih mereka tidak bertemu.

Pian yang sibuk dengan pekerjaannya di kantor pemerintah si paling PNS, sedangkan Ciara sibuk dengan Bos ambyarnya itu.

"Cie berseragam." Ciara terkekeh melihat baju yang Pian kenakan.

"Iya dong." Keduanya pun tertawa bersama.

"Gimana keadaan Abang lo Ra?"

"Masih koma Pi. Pada akhirnya gue memutuskan buat kerja lagi sama Pak Hassel. Gue butuh banget uang itu. Gue kemarin dapet kertas rincian rumah sakit yang ternyata totalnya 32,750 juta. Gimana gue gak hampir pingsan coba?"

"Wah gila gaji gue 8 bulan itu mah." Shock Pian.

"Tapi Pak Hassel nawarin 65 juta. Jadi akhirnya gue tergiur dan mau kerja sama dia. Gue akui emang cuma Pak Hassel yang bisa nolong gue sekarang." Ciara menunduk dengan raut sedihnya.

"Yang sabar ya Ra. Gue tau lo kuat." Pian merangkul pundak sahabatnya dan mengelusnya lembut.

"Makasih ya Pi nanti kalo gue gajian, lo gue traktir seblak deh."

"Hhhh iya si yang gajinya di atas UMR tuh." Ciara tertawa mendengar ledekan sahabatnya.