NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 14

Jam yang kehilangan dua jarumnya serta rak buku yang dipenuhi oleh buku riwayat hidup orang lain adalah ciri khas dari ruangan ini. Di ruangan itu terdapat dua kursi dan satu meja yang digunakan untuk berbincang atau menyambut tamu. Kini, Naya duduk di depan lelaki misterius itu, terpisahkan meja yang berwarna coklat tua. Tangan Naya berada di meja itu, dikunci oleh besi yang berwarna keabu-abuan, ia di borgol. Tubuhnya tak bisa digerakkan, kecuali mata. Naya menatap sosok itu dengan serius, sementara pria itu menatap Naya sambil tersenyum.

“Jadi, apakah saya bisa menjelaskan tentang apa keperluan saya disini, nona?” sosok itu membuka pembicaraan. Sebelumnya saat Naya sedang meraba lukanya yang di akibatkan oleh keganasan Timira, tiba-tiba sesuatu menariknya. Saat dia sadar, tau-tau ia sudah berada di ruangan ini dengan sosok misterius yang saat ini sedang ada di depannya. Awalnya Naya memberontak, ia mencoba melepaskan dirinya sendiri ketika sadar. Tapi, semakin ia memberontak semakin tubuhnya tak bisa digerakkan. Hingga akhirnya ia mengambil keputusan, ia harus diam, menghadapi sosok yang ada di depannya dengan sikap tenang. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening. Lalu, keheningan itu pun menghilang ketika sosok misterius tersebut akhirnya membuka mulutnya untuk berbicara.

“Lebih baik kau sebutkan siapa dirimu terlebih dahulu. Lalu, kau bisa membahas hal itu,” ucap Naya datar.

“Ahhh… nona benar. Maafkan saya yang telah terlambat untuk memperkenalkan diri. Nona bisa memanggil saya Malam, cukup Malam, jangan tambahkan kata tuan saat anda mengucapkan nama saya,”balas Malam. “Sekarang, apa saya boleh memperbincangkan tentang apa yang ingin saya bincangkan?”

“Tentu Malam, aku siap mendengarkan.”

“Kalau begitu, serahkan Timira kepada saya,” ucapnya tanpa basa basi. Naya memicingkan matanya. Malam tersenyum. “Saya sudah tahu jawaban apa yang akan nona berikan. Jadi, anda tak perlu mengatakannya lagi.”

“Lalu, untuk apa anda bertanya?”

“Jangan terlalu formal pada saya, nona. Saya bertanya karena saya ingin. Lagipula, saya akan memberikan imbalan yang setimpal.” Naya mengkerutkan keningnya. Ia memandang jam kecil yang baru saja diletakkan Malam. Jam itu tak memiliki jarum ditengahnya. “Saya akan memasangkan kedua jarum di jam ini.”

“Itu bukanlah imbalan yang setimpal, Malam.”

“Ini setimpal, Nona, jam ini adalah waktu anda, lebih tepatnya waktu hidup. Seseorang yang masih hidup akan memiliki kedua jarum yang bergerak di jam miliknya, Tapi, seseorang yang tak memiliki jarum di jamnya adalah orang mati atau orang yang sedang tertidur dalam waktu yang lama. Nona tahu maksud dari perkataan saya, kan?”

“Tapi, kurasa kau membawa jam yang salah. Saat ini aku berbicara di depanmu, bukankah ini tindakan yang mustahil dilakukan oleh orang mati atau seseorang yang sedang koma.”

“Saya membawa jam yang benar. Saat ini, anda sedang berada di kondisi ke-dua. Tubuh kecil ini bukanlah tumbuh anda yang sebenarnya. Anda sudah dewasa, sudah mewujudkan mimpi.” Sosok itu bangkit dari duduknya. Ia mendekat ke Naya. “Saya akan memberikan sebuah memo kepada anda. Saksikan-lah, nona. Ingatan ini adalah ingatan yang anda lupakan.”

...###...

“NAYAA!!”

“NAYAA! KAMU KEMANAAA!”

Rak demi rak buku Timira lewati. Ia berlari, berjalan, berteriak hingga suaranya hampir habis. Ia benci tempat ini. Seharusnya perpustakaan bukanlah tempat yang sulit untuk dijelajahi. Tapi, tempat ini sungguh berbeda. Tempat ini bagaikan labirin, labirin yang mampu membuat Timira kesulitan. Di tempat ini Timira tak bisa menggunakan sihir. Sihirnya tersegel.

Di saat Timira terus berjalan sambil mencari Naya. Tiba-tiba ia merasa, seseorang menyentuh punggungnya. Ia berbalik dengan harapan. wajahnya yang ceria kini berubah masam. Bukan Naya yang ada dibelakangnya, tapi malah cowok misterius itu yang datang padanya. Lelaki itu melambaikan tangannya kepada Timira. Timira memasang kuda-kuda, ia siap menyerang.

“Tenanglah, aku kesini bukan untuk beradu benda tajam.”lelaki itu mengangkat kedua tangannya, menunjukkan perilaku tak ingin melawan.

“Kembalikan Naya padaku atau belati ini akan membunuhmu dalam sekali serang.” Timira mengacungkan belatinya, Matanya melebar, kuda-kudanya masih terpasang.

“Tenang saja, dia sudah kembali padamu. Aku sudah memulangkannya, ke dunia diluar buku.” Jawab Malam. “Oh iya, elang bermahkota memberikan salam dari sangkar emasnya.” Lelaki itu tersenyum. Ia mundur dua langkah, lalu menghilang bersama kabut.

Timira membeku di posisinya. ‘Elang bermahkota’ ia tahu siapa yang pantas mendapatkan julukan itu. Ia menggigit bibirnya, berusaha melupakan kenangan lama yang terlintas di kepalanya. Tiga detik kemudian ia menggeleng, mengembalikan jiwanya kembali ke dunia. “Jangan berpikir macam-macam. Aku harus kembali ke kamar, memeriksa apakah bocah itu ada di kamarnya.” Timira meraup wajahnya, ia menghela nafas, lalu menghilang dari tempat itu.

###

Naya duduk di kasurnya, tangan kecilnya mencengkram paha, pikirannya kalut. ‘Siapa aku? Kenapa aku disini?’ adalah pertanyaan yang terus muncul di kepalanya. Beberapa menit kemudian, kabut dua warna muncul di kamar Naya. Naya tahu, siapa pemilik dari kabut itu. Dirinya bangkit dari duduknya, mendekat ke kabut itu, menunggu. Tak lama kemudian, Timira muncul, kabut itu pun menghilang. Wajah Timira melukiskan kebahagian, sosok yang ia cari sudah ada di depannya. Timira memeluk sosok yang menatapnya dengan dingin. Naya tak membalas pelukan itu.

“Syukurlah kau pulang. Aku pikir kau akan di tahan di tem-“

“Lepas.” Naya memotong ucapan Timira. Timira yang mendengar itu kebingungan. Ia melepaskan pelukannya, lalu menatap Naya dengan kening berkerut. Sosok yang ada didepannya menatapnya dengan mata yang kosong. Aura dingin terpencar dari mata itu.

“Ada apa denganmu? Kau berbeda dengan Naya yang kukenal.”

“Menurutmu, Naya yang kau kenal akan bersikap seperti apa?”

“Dia akan menyambut ku dengan girang, melompat-lompat, lalu memelukku dengan erat hingga aku sulit bernafas.”

“Kau benar. Karena Naya yang dulu tak tahu apa-apa, makanya dia bisa menyambut mu dengan kebahagiaan yang terlukis di wajahnya. Tapi, Naya yang ini sudah tahu semuanya. Naya yang ini punya banyak sekali pikiran yang bersarang di kepalanya hingga matanya redup. Bingung membuat perilaku Naya yang ini berubah.”

Timira membeku, ia pegang kedua tangannya sendiri dan menggigit bibir bawahnya. Timira tahu, pasti Naya mengetahui suatu fakta yang sulit untuk diterima oleh dirinya sendiri, bisa jadi fakta itu adalah kecelakaan dua tahun yang lalu atau hal lain yang lebih besar. Timira mendengarkan Naya dengan khidmat. Ia menelan cerita Naya dengan baik.

“Aku mendapatkan memori baru dari Malam. Katanya, ‘memo ini memo yang ku lupakan’. Kau tahu tir, saat memori itu menayangkan ingatannya di kepalaku, kepalaku sakit dan banyak pertanyaan muncul. Setelah kecelakaan dua tahun lalu, aku akan mengalami kecelakaan lagi. Pada usiaku yang ke dua puluh, mobil milikku jatuh ke jurang, aku masuk rumah sakit, lalu sampai sekarang aku belum bangun. Banyak orang yang mengunjungi ragaku. Abya, Siska, Ayu, Dharma, dan teman-teman kuliah ku datang ke rumah sakit, menunggu aku bangun. Ada yang memberikan bunga, ada yang tak membawa apa-apa, ada yang menunggu di kursi rumah sakit hingga dua jam lebih, ada yang menggambar wajahku saat tidur.”

Air mata Naya jatuh, membasahi pipinya yang mulus. Ia tersenyum, senyum yang hampa. “Rasanya sakit, Timira. Melihat mereka menungguku bangun, sementara aku disini... hidup dengan senang, tertawa, bertengkar, berbicara melalui kaleng komunikasi. Sakit… sekali.”

Naya mengambil satu tangan Timira, dicengkramnya tangan itu. ”Tolong kembalikan aku, Tir, Buat aku bangun... rasanya tidak pantas aku membuat mereka menunggu. Aku sudah tertidur di ranjang putih itu selama dua tahun…. Ayo buat aku bangun, Tir, sihirmu bisa membantu kan. Ayo buat aku bangun….”

Naya semakin kuat mencengkram tangan Timira, ia menggoyang-goyangkan lengan itu dengan air mata yang terus mengalir deras, membasahi pipi, mengalir ke leher. “Bangunkan aku!!! Bangunin!!” Naya terduduk, ia menundukkan kepalanya, air matanya jatuh ke lantai, ia membuat genangan air disana. “T-to-tolong bangun-nin….”

Suara Naya memelan, ia terus mengucapkan kalimat yang sama, berulang-ulang. Timira masih terdiam, tatapannya ke jendela besar yang tertutup oleh kain. Ia mengepalkan tangan, hujan mulai turun dari matanya, begitu pula dengan hujan di luar rumah Naya. Ia tak tahu harus berkata apa untuk menjawab atau menghibur sosok kecil yang sedang memohon itu.

Timira berjongkok, ia menatap sosok yang sedang bersedih itu, menyentuh wajahnya, membuatnya melihat dia yang juga sedang bersedih. Timira memeluk sosok yang sedang rapuh itu. Menepuk-nepuk punggungnya seperti bayi. tangis Naya semakin kencang. Timira membiarkan sosok itu menangis seperti dua tahun lalu. Ia menunggu, menunggu suara nyaring kesedihan itu perlahan menghilang, menunggu pipi Naya mengering. Timira menutup matanya, bersenandung. Sekarang, dirinya sudah seperti ibu yang berusaha menenangkan bayinya yang sedang menangis, membuatnya tertidur, bermimpi indah.

Setelah dua jam menunggu, suara tangis Naya akhirnya tak terdengar lagi. Timira melepaskan pelukannya, ia menatap Naya yang kondisi matanya sudah membengkak akibat terlalu banyak mengeluarkan air mata. Timira tertawa, membuat Naya mengerucutkan bibirnya. Timira tersenyum, matanya juga tersenyum. “Gimana? Enak nangis lama-lama, hmm?” tanya Timira lembut.

Naya menggeleng. “Nggak enak… susah ngeliat,” jawabnya yang membuat Timira kembali tertawa. Timira mengusap-usap rambut Naya. Gemas dengan anak kecil yang ada di depannya.

“Nanti, kita cari solusinya, ya. Tolong bertahan di dunia ini, bersikaplah seperti biasa. Tolong jadi periang lagi untuk Abya, teman-temanmu, dan orang tuamu. Jangan menunjukkan mata redup mu di depan mereka, nanti mereka sedih. Janji?” Timira menaikkan kelingkingnya. Ia masih tersenyum ke Naya. Sekarang, tingkah bocah ini sangat mirip dengan Abya.

“Janji.” Naya menautkan jari kelingkingnya. Ia ikut tersenyum dengan mata bengkaknya. Mereka berdua sama-sama tertawa. “Oh iya, ini.” Naya merogoh kantong rok, ia memberikan sesuatu pada Timira, Sebuah jam yang tak memiliki jarum panjang dan pendek.

“Apa ini? Ini jam waktu?”

“Iya, itu jam waktuku. Ku serahkan dulu padamu.”

Timira memperhatikan jam itu dengan seksama. Matanya tak berkedip. “Ini… bukannya jam yang Abya simpan, yang didapatkan dari membongkar segala hal yang ada di rumah putih si pendosa itu.” Timira masih memperhatikan jam itu, ia membolak-balik jam itu, mengeceknya sekali lagi.

“Iya, kah? Coba sini.” Naya merampas jam itu, lalu menelitinya. Huruf N yang ada di tutup benda itu serta detail-detailnya yang unik benar-benar mirip dengan jam yang seharusnya Abya simpan.

“Apa kau yakin dia tak membawa jam yang salah?” Naya menaikkan bahunya. Ia mulai bingung.

“Bisa jadi.” Jawab Naya. “Nanti akan ku tanyakan padanya bulan depan.”

“Kau akan bertemu lagi dengannya?” Naya mengangguk. Timira menghela nafas, ia meraup wajahnya, lalu mengulurkan tangannya, meminta sesuatu.

“Sini jamnya, biar aku aja yang bertemu dengannya.”

“Udah aku aja. Nanti kamu ngelemparin dia belati pula, kan kasian nanti.” Naya mengerucutkan bibirnya, Membuat Timira tertawa sekaligus gemas.

Mereka berdua pun tertawa bersama. Aneh memang dua makhluk ini. Setelah bersedih, mereka tertawa dengan senang, melupakan kejadian yang sebelumnya terjadi. Langit mendung pun kembali cerah karena mendengar tawa mereka. Namun, setelah ini konflik akan menyambut mereka.

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!