NovelToon NovelToon
Meraih Mimpi

Meraih Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: isha iyarz

" Tapi sekarang kamu jauh dari abang. Siapa yang melindungimu kalo dia kembali merundung? " Arya menghela napas berat. Hatinya diliputi kebimbangan.
" Kalo dia berani main tangan pasti Diza balas, bang! " desis Diza sambil memperhatikan ke satu titik.
" Apa yang dia katakan padamu? " Arya menyugar rambut. Begitu khawatir pada keselamatan adiknya di sana. Diza menghela napas panjang.
" Mengatakan Diza ngga punya orang tua! Dan hidup menumpang pada kakeknya! " ujarnya datar.
" Kamu baik-baik saja? " Arya semakin cemas.
" Itu fakta 'kan, bang? Jadi Diza tak bisa marah! " pungkasnya yang membuat Arya terdiam.
Perjuangan seorang kakak lelaki yang begitu melindungi sang adik dari kejamnya dunia. Bersama berusaha merubah garis hidup tanpa menerabas prinsip kehidupan yang mereka genggam.
Walau luka dan lelah menghalangi jiwa-jiwa bersemangat itu untuk tetap bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isha iyarz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Kesempatan ternyata datang pada Arya dan Diza. Lelaki itu bisa menemani adiknya mendaftar kuliah. Perasaan buncah yang menghuni hati Arya membuat matanya berkaca.

Diza pun merasakan hal yang sama. Teringat hari pertama sekolah saat Arya mengantarnya mendaftar ditemani kakek Dirga. Jika dulu dia menggenggam erat tangan Arya untuk rasa aman beradaptasi dengan suasana asing. Kini genggaman itu untuk rasa bahagia yang ingin dia bagi dengan kakaknya. Rasa hangat memenuhi hati Diza.

" Kamu ini manja banget, sih, kalo ada bang Arya? Yang ngeliat tadi pasti mikir kalian sepasang kekasih " celetuk Zeta saat mereka menyempatkan mampir di kantin kampus.

Arya dan Diza hanya tertawa. Melati diam-diam menikmati momen kedekatan mereka. Hatinya ikut hangat. " Kamu belum pulang, Mel? " tanya Arya saat mereka sedang melangkah menuju parkiran.

" Belum, bang. Mau ke rumah kak Lili dulu. Abang mau ikut? " tawar Melati.

" Kapan-kapan saja! Pak Surya udah mau balik lagi nanti jam sebelas siang. Kalo gitu abang duluan, ya! " Arya memisahkan diri dengan rombongan.

Mobil pak Surya sudah menunggu di depan gerbang. Karena Arya menelponnya pamit sebentar mengantar adiknya ke kampus.

" Abang belanja lagi? " Diza yang ikut mengantar hingga ke dekat mobil bertanya.

" Iya, beberapa onderdil bengkel juga peralatan komputer banyak yang habis. " jawab Arya.

" Fii amanillah, bang! Selamat bekerja keras! " Diza membalas pelukan kakaknya erat.

" Semoga bisa cepat balik modal trus bengkelnya jadi milik abang! " lanjutnya sambil tersenyum. Arya mengangguk dengan senyum lebar.

" Aamiin! Jaga diri, dek! Jangan sok aksi! " Arya menepuk pelan puncak kepala adiknya yang dilapisi jilbab warna salem itu. Tentang Tama menyelinap di benaknya.

Diza hanya tertawa. Tiba-tiba gedung kosong itu melintas di kepalanya. Dia melambaikan tangan hingga mobil menghilang dibalik kendaraan lain yang sedang melaju di jalan raya.

" Kakak pake apa ke rumah kak Lili? " tanya Tatiana yang sedang menunggu Melati bersiap.

" Travel lah. Lebih aman. Kalian bisa pulang dulu. Kakak menunggu di sini aja. Tadi udah nentuin titik temu kesini soalnya " Melati menatap mereka bergantian.

" Kita, sih langsung pulang ke rumah. Kakak belum tentu dijemput on time! " sela Zeta.

" Ih, di sini, tuh masyarakatnya disiplin tau! Kamu janji jam lima telat 2 menit pasti ditinggal " Mentari protes tak terima. Diza dan lainnya tertawa.

Dan ucapan gadis dengan baju kaos panjang itu terbukti. Sebuah mobil berwarna putih mendekat. Menanyakan nama Melati untuk kemudian gadis dengan hijab biru itu berangkat. Diza dan ketiga temannya beranjak pulang.

*****

Cuaca cukup panas. Zeta yang kegerahan sibuk mencari posisi rebahan agar merasa nyaman. Mereka berkumpul di teras samping yang tampak asri karena dipenuhi bunga.

" Ini kak Bulan yang nanam? " Tatiana menyentuh perdu krokot di dekatnya.

" Mama. Kak Bulan merawat karena kan ngga ada lagi di rumah selain dia kemarin " sahut Mentari sendu.

Dia menatap rimbunan bougenvil dan banyak jenis geranium di bagian kiri halaman hingga ke depan rumah. Mengingat betapa telaten ibunya menanam dan merawat bunga-bunga itu. Baik di pot maupun media tanah langsung.

" Maksudmu begitu ada kita di sini jadi kita yang sekarang merawatnya? " Zeta menatap dengan polos. Ketiga temannya terbahak.

" Kak Bulan ngga akan membiarkan kalian merusaknya. Tapi kalo bisa membantu merawat apa salahnya? " Mentari tertawa.

" Kamu kira kita kambing? Bukannya nyiram tapi dimakan sampe akar-akarnya? " Diza menggerutu.

" Itu bisa jadi tugas antrian! Kita jadwal aja kapan hari siapa yang turun ke taman " Mentari menjentik jari.

" Aku ngga ikut! Diwakilkan lewat Zeta. Dia ahli juga soal bunga. Di rumah sering ngurus sama maminya " Tatiana menepuk kaki Zeta yang ada di dekatnya.

" Takut ngga bisa tidur siang, nih, Tatiana! Tamanmu kan lumayan besar, Tari! " sahut Zeta.

" Eh, ngomong-ngomong tidur siang, sekarang aja, yuk, ke gedung itu. Mumpung lagi santai ini. Di sini juga gerah banget! " Tatiana bangkit dari posisi berbaringnya.

" Ah, iya! Kok, bisa lupa mau ke sana! " Zeta ikut bangun. Mentari dan Diza saling berpandangan.

" Jangan coba-coba mangkir! " Tatiana menatap Diza lekat. Mentari sempat mengemukakan beberapa alasan untuk mengelak. Namun Tatiana jelas tak mau mengalah. Gadis itu hampir merajuk.

Akhirnya setelah pertengkaran alot, keempat gadis itu bersiap. " Cuma mau nyantai aja kesana ngapain harus pake sepatu, sih? " Zeta yang sudah mengenakan sendal jepit mengomel.

" Ngga apa-apa kakimu yang putih, halus dan mulus itu jadi terkontaminasi debu dan kotoran? Secara di sana kotor banget! " Diza menunjuk kaki Zeta yang memang putih.

" Ngga usah lebay begitu, Diz! Cuma debu bisa aja dicuci. Emang terkontaminasi kakinya berubah jadi kaki katak? Aku ngga mau pake sepatu! " Tatiana keukeh mengenakan sandal teploknya yang minimalis.

" Tapi sandal itu terlalu ribut, Ta! " Mentari menunjuk tumit sandal Tatiana yang akan mengeluarkan suara jika dia melangkah.

" Kalian ini kenapa, sih? Aku jadi curiga ada sesuatu yang kalian sembunyikan dari gedung itu! Dari kemarin kebanyakan alasan biar kita batal kesana! Ayo, ngaku ada apa! " Tatiana bersidekap sambil menatap Mentari dengan tatapan tajam.

" Apa, sih? Orang cuma berisik kalo denger suara kakimu, lho! " Mentari masih bersikeras. Aku cuma ingin bilang, jika ada apa-apa seperti kemarin kita bisa lari secepat mungkin. Tapi kata-kata itu hanya bergema dikepalanya saja.

" Udah, ayo berangkat! " Diza memutus perdebatan itu dengan melangkah lebih dulu meninggalkan teras.

Mereka melangkah dua-dua melewati gang kecil kemarin. Dan Diza lagi-lagi menatap rumah pak Junet dengan wajah berbinar.

" Kamu mau mampir? " Mentari menoleh.

" Mau ngapain? " tolak Diza segera.

" Ya, kenalan sama penghuninyalah! Siapa tahu ganteng! " Mentari terkekeh.

" Apanya yang menarik, Diz? " Tatiana mengawasi halaman dengan rumput gajah itu lebih seksama.

" Entahlah! Hanya aku menyukai suasananya yang tenang. Rumah ini ibarat kuil kedamaian yang tidak terpengaruh dengan tembok tinggi sekitarnya " Diza setengah menggumam.

" Ayo, jalan lagi! Kalo pemiliknya keberatan kita ngeliatin rumahnya gimana? " Zeta melirik ruang makan yang sebelah jendelanya terbuka. Menandakan ada orang di dalamnya. Diatas meja makan ada segelas kopi dan piring yang entah berisi apa.

Akhirnya keempat gadis itu melanjutkan perjalanan. Menoleh sekitarnya yang tampak lengang mereka bergegas memasuki pintu kaca itu bergantian.

" Emang dulu hotelnya rame? " Zeta menoleh tak percaya. " Di sini kan cuma komplek perumahan " lanjutnya karena Mentari hanya menatapnya sekilas.

" Dulunya di sepanjang barisan gedung ini adalah pasar. Karena ada pembangunan infrastruktur pasar ini dipindah ke tempat yang sekarang. Digabung dengan pasar yang di dekat terminal, jadi pasar induk. " jelas Mentari sambil memperhatikan sekitar.

Mereka menaiki tangga beriringan. Mentari mulai terlihat gelisah, namun karena antusias Zeta dan Tatiana tidak memperhatikannya. Diza yang sesekali menolehnya, seolah menenangkan.

Dan tiba di balkon, seperti yang dikatakan Diza kemarin, angin segar langsung menyambut mereka. " Waah, bisa langsung nyenyak, nih! " Zeta berseru. Dia berdiri sambil merentangkan tangan.

Tatiana langsung mencari tempat yang dianggapnya lebih bersih untuk duduk. " Sayang ngga bawa bantal tadi " ujarnya sambil menyelonjorkan kaki.

" Kita bisa membersihkan tempat ini nanti. Lumayan buat ngadem 'kan? " usulnya yang diangguki Zeta dan dipelototi Mentari.

" Ogah! " ujarnya sedikit cemas. Dia mendengar suara dari salah satu kamar seperti kemarin. Tidak begitu jelas. Namun sejak kejadian waktu itu telinga Mentari mendadak sensitif. Apalagi dia kembali berada di sini.

Gadis itu mendekati Diza yang tampak waspada di dekat pintu. Dan suara langkah kaki itu memang terdengar kini. Mendekat kearah mereka. Dari lorong yang mereka lewati tadi.

1
Dhedhe
deg²an bacanya ..ikut berimajinasi 🤭🤭
Iza Kalola
wow woww... sport jantung..🫠
Iza Kalola
penuh misteri 🫠
Aisha Lon'yearz
thanks dukungannya, kaka
Iza Kalola
cukup menegangkan dan aku suka cerita yang seperti ini... semangat thor, masih nungguin kelanjutan ceritanya./Determined/
Iza Kalola
keren, semoga makin banyak yg baca karya ini. semangat selalu author/Determined/
Aisha Lon'yearz
makasihhh 😊
Jasmin
lanjut Thor
Jasmin
aku suka, aku suka... gaya bahasa yg enak dan gak bisa di lewatkan per kata 🥰
Jasmin
mantap Thor
Jasmin
Arya 💥
Jasmin
keren Thor ..
Jasmin
keren
Fannya
Aku suka banget ceritanya, terus berinovasi ya thor!
Daina :)
Ditunggu cerita baru selanjutnya ya, thor ❤️
Kieran
Membuat mata berkaca-kaca. 🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!