Besar tanpa rasa takut, sering ditindas dan di bully dari kecil membuat lelaki ini kebal oleh hinaan serta ejekan.
Awalnya dia selalu diam, tapi karena diamnya malah ditertawakan, dianggap sebagai bentuk ketakutan, dan justru makin membuat orang lain senang mempermainkannya. Kini dia berubah menjadi apa yang orang label kan pada dirinya.. Menjadi penjahat yang sesungguhnya!
Tapi.. Hati kecilnya selalu ingin sambat akan ketidak adilan yang selama ini dia rasakan. Dia lelah berpura-pura kuat.. Dia juga manusia biasa.. Yang ingin Sambat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Kembali ke ponpes
Menatap langit-langit kamarnya yang terbuat dari asbes, Alka sudah berada di lingkungan pondok lagi sekarang.
Jemarinya menyisir asal rambutnya yang basah karena guyuran air yang sengaja dia alirkan ke kepalanya. Bukan wudhu, hanya menyegarkan isi kepalanya saja yang dia rasa ingin meledak saking banyaknya pikiran yang bertumpuk di sana.
"Al, nanti malem jadwalnya bandongan, kamu ikut kan?" Galih bertanya pada temannya yang terlihat begitu letih.
"Kalau nggak ikut dulu bisa nggak, kepalaku kok nyut-nyutan." Kata Alka berkata jujur.
"Yaah.. Kalo nggak ikut kamu bisa dapet iqob nanti. Mau aku mintain obat sakit kepala sama ummi, biar nanti kamu bisa ikut bandongan?"
Alka beranjak dari dipan kayu beralas kasur tipis, berbeda dengan tempat tidur di rumahnya yang mempunyai ukuran besar dilengkapi fasilitas pendingin udara di dalam ruangan.
"Jam berapa bandongan nya?" Tanya Alka merentangkan otot-otot di tubuhnya.
"Biasa, bada isya."
Pembicaraan Galih dan Alka terhenti oleh kedatangan Tio dan Pandu. Dua orang ini habis membersihkan kamar mandi sebagai iqob karena mereka berisik di dalam kelas.
"Ya Alloh, tobat tobat.. Nggak lagi-lagi deh gojek di kelas. Apaan tanganku udah mirip tentakel Squidward saking lamanya tak pake buat gosokin lantai kamar mandi." Tio berseloroh sambil menggosok-gosokan tangannya yang pucat dan berkerut karena terlalu lama berendam di air.
"Mending kamu cuma tangan yang kayak tentakel Squidward, lha aku?? Semua badanku udah berasa mletre. Nih, yang di balik celana dari jelmaan burung garuda berubah jadi burung emprit. Udah nggak ada garang-garangnya saking kelamaan kena air. Menciut ke ukuran kurcaci."
Ucapan Pandu mendapat gelak tawa dari kedua temannya. Alka hanya tersenyum sekenanya.
"Mau ganti baju dulu lah, dingin banget rasanya." Pandu melepas kaosnya, saat ingin melepas celana dia berhenti pada resleting celana tersebut.
"Kenapa? Malu? Takut emprit mu kena bully?" Tio memperhatikan Pandu yang diam tak jadi melepas celana.
"Aku lupa, dalemanku abis. Gimana nih? Masa iya ini ku nggak tak kasih sarang trus pake sarung aja gitu?" Ucap Pandu tak tahu malu.
"Hahaha dasar ku_til kuda!! Ini orang emang kebangetan, kemarin kamu pulang apa nggak minta mamak mu beliin jeroan buat stok di sini hah? Bisa-bisanya lho.." Tio sampai menitikkan air mata saking tak kuasa menahan geli dengan sikap bobrok temannya.
"Nggak. Mamak cuma beliin aku sangkar burung selusin, yang tujuh udah aku bawa ke sini. Buat tujuh hari, di rumah paling nyisa lima biji. Kalo aku bawa semua ke sini nanti di rumah punyaku gondal-gandul dong nggak ada pengaman."
"Gusti Ndu Ndu.. Udah Ndu udah, jangan ngomong lagi. Kaku perutku denger penderitaan enprit mu." Galih terbahak-bahak, Pandu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Di koperasi ada yang jual kan Ndu? Beli sana." Alka menyodorkan uang seratus ribu kepada Pandu. Ketiga teman lainnya melongo.
"Seratus ribu Al? Buat aku?? Buat beli semvak?? Beneran ini???" Pandu menatap tak percaya pada Alka yang mengangguk membenarkan ucapan Pandu.
"Ya Alloh, makasih ya Al.. Kamu baek banget dah ah. Aku beli yang murah-murah aja lah, nanti sisanya aku balikin ya Al.." Pandu ingin menangis rasanya. Tio dan Galih malah makin geger tertawa melihat lebaynya Pandu.
"Nggak usah dibalikin. Terserah mau kamu beliin model apa juga, itu uang mu sekarang."
Betapa senangnya Pandu, masih dengan celana basah tapi atasan dia ganti dengan kaos yang sudah kering, dia berjalan riang gembira sedikit berlari kecil menuju koperasi tempat para santri membeli kebutuhan mereka.
"Temen mu itu.." Kata Galih.
"Lah, temen ku kan temen mu juga." Tio berucap.
"Al, kok kamu bawa uang banyak banget sih. Nggak takut hilang apa?" Tanya Tio ke arah Alka.
"Banyak apa, cuma selembar doang." Ucap Alka biasa aja.
"Selembar doang dan direlain buat di tuker ama semvak, bye bung Karno.. Jasamu tidak akan pernah Pandu lupakan."
Tio tertawa mendengar gurauan Galih. Alka memilih merebahkan diri kembali ke peraduan.
Malam hari di pendopo pesantren.
Ada sekitar tiga puluh santri yang sedang bandongan. Di antara salah satu santri itu ada sosok Alka, dia terlihat khidmat membaca kitab kuning. Bandongan sendiri adalah kegiatan pembelajaran kitab kuning. Para santri akan duduk bersama-sama menghadap kyai yang membacakan kitab tersebut. Setelah dibacakan, kyai juga akan menerjemahkan dan menjelaskan, sedangkan santri bertugas memaknai penjelasan tersebut.
Pukul 22.15, pak kyai mempersilahkan para santrinya untuk kembali ke bilik masing-masing guna beristirahat. Fisik mereka harus tetap fit untuk melakukan kegiatan belajar di lingkungan pondok.
"Alka, bisa ikut pak kyai sebentar le?" Tanya pak kyai kepada Alka.
Sebenarnya bocah itu lelah tapi mau bagaimana lagi, dia berusaha menutupi penatnya dengan mengangguk patuh.
"Duduk dulu le, biar ummi ambilkan minum."
Alka tak menjawab, dia memilih menuruti perkataan pak kyai.
"Aku lihat perkembangan mu selama berada di sini sangat bagus. Bahkan jauh lebih unggul dari pada santri lain yang sudah lebih dahulu bergabung di sini.. Apa kamu tidak sayang dengan prestasi mu itu kalau kamu meninggalkan semuanya untuk bersekolah ke luar negeri?" Tutur pak kyai.
Ternyata pak kyai memintanya soan ke pondok milik beliau semata-mata untuk membujuk Alka agar memikirkan lagi keputusan bocah itu.
"Tapi bukan berarti aku melarang mu le, kamu berhak atas hidupmu sendiri. Aku hanya ingin berpesan, sejauh apapun kamu melangkah jangan lupakan Tuhan mu, Allah subhanahu wa ta'ala. Jangan tinggalkan sholat mu, penuhi pikiran mu dengan hal-hal positif. Dan jangan biarkan emosi menguasai dirimu."
Alka mengangguk. "Saya akan ingat semua itu pak kyai. Dan mengenai kepindahan saya.. Saya sendiri yang berkeinginan. Tidak ada paksaan atau tekanan dari siapapun."
Pak kyai manggut-manggut. Sepertinya memang tidak bisa mencegah kepergian salah satu santri berbakatnya. Dia mengijinkan Alka pergi ketika dilihat bocah itu beberapa kali menahan kantuk.
"Beristirahat lah.. Semoga Alloh SWT selalu melindungi mu dalam setiap langkahmu."
Sebuah doa tulus yang pak kyai sampaikan untuk anak didiknya yang berjalan makin menjauh menuju bilik tempatnya beristirahat.
Alka membuka pintu kamar. Di sana sudah ada tiga temannya yang setia menunggu kedatangannya.
"Lama banget buset, diapain kamu Al sama pak kyai? Di suruh ngecet tembok pake bulu hidung ya? Atau di suruh hitung banyaknya kaki cacing? Atau disuruh ngeringin ikan asin di bawah sinar bulan?? Jawab Al jawab!!" Pandu begitu antusias.
"Ndu Ndu udah Ndu, kamu makin lama makin nggak beres deh. Ngawur tau nggak. Sana tidur. Bikin emosi aja ngomong mu itu." Galih memberi tatapan kesal pada Pandu.
"Kalian ngapain belum tidur?" Tanya Alka melepas pecinya dan menaruh di sisi meja.
"Nungguin kamu." Kata Tio.
"Ngapain nungguin aku? Nggak bisa tidur kalo belum aku kelonin hmm?" Ucapan Alka membuat ketiga temannya melongo tak percaya.
"Tumben kamu bisa ngebanyol juga Al, kirain idupmu itu lurus, lempeng, kayak bentangan kabel wifi di ujung jalan sana." Tio tersenyum jahil.
"Perlu di luruskan di sini, kabel wifi itu muntel, mbulet, kek rambutnya Pandu yang nggak keramas sebulan." Ucap Galih. Semua yang ada di sana tertawa.
Pandu? Dia sudah mimpi indah karena memakai semvak baru yang dari tadi dipamerkannya kepada Tio dan Galih. Belum sempat dia pamer ke Alka tapi dia keburu dibuat tepar oleh rasa kantuknya.
kan aneh malu tapi butuh, padahal udah punya pasangan sah tapi tetep jajan
nextnya alka dan starla ya 😉
ieu teh nyarios naon Thor
bahasa palihmana nyak, Ambu ngadak2 olab yeuh
hapunten ah teu ngartos 🥺🥺😩😩
keren alka 😎😎