NovelToon NovelToon
Memori Kelabu

Memori Kelabu

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Kenangan mungkin tak selalu berisi manis. Rasa pahit akan selalu menyertai. Amira sadar jika dirinya adalah orang yang telah memberi warna kelabu pada masa lalu kehidupan Vian. Kini rasa sesal tak lagi berlaku, sebab Vian telah melupakan semuanya. Semua boleh hilang, semua boleh terlupakan. Yang Amira harapkan hanya satu, Tuhan memberikan kesempatan untuk memperbaiki apa yang pernah ia sia-siakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keping ke-16

Vian merasa bahunya disentuh saat ia termenung di sisi jendela ruang tamu. Saat menoleh, Mamanya sudah memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Di meja, sudah tersedia dua gelas susu dan roti selai kacang. Aroma roti bakar masih menguar, Vian lapar, tapi tidak ada hasrat untuk menikmati sarapan saat ini.

“Kamu nggak kuliah?” Mama duduk di sebelah Vian, satu gelas susu hangat diraih oleh wanita itu, lalu diminumnya pelan. Jam sudah mendekati pukul 7 pagi, biasanya jam segini Mama sudah berangkat mengajar. Tumben sekali hari ini masih sempat minum susu dengan santai.

“Hari ini saya absen, Ma,” sahut Vian. Ia kembali menatap jendela dengan tatapan menerawang. Jalanan yang basah oleh sisa air hujan semalam seakan lebih menarik perhatiannya ketimbang menikmati sarapan pagi.

“Kenapa? Masih sakit kepalanya?”

Vian tersenyum dan menggeleng. Wanita itu pasti sangat berlebihan mencemaskannya. “Mama berangkat saja deh.”

Wanita itu melirik jam di pergelangan tangannya, lalu memekik. “Mama kesiangan!”

Vian tertawa saja. “Makanya buruan.”

Wanita itu mengangguk setuju dan meraih tas lengannya. “Dokter Adrian sebentar lagi datang.”

Vian hanya terbengong saat Mamanya berlalu melewati pintu ruang tamu. Dokter Adrian akan datang lagi? Sial! Kenapa wanita itu selalu memperlakukan Vian seperti orang sakit?

Tak lama setelah kepergian Mama, dokter Adrian benar-benar datang. Lelaki itu masuk tanpa menekan bel, seolah rumah sendiri. Ia langsung menangkap sosok Vian yang duduk di sofa ruang tamu. “Mama kamu nelpon dan memintaku datang,” katanya, lalu duduk di sebelah Vian. “Kenapa lagi?”

“Tidak apa-apa Om, Mama cuma buang-buang uang kalau sering-sering manggil Om ke sini.” Vian bersiul, menggoda duda keren itu. Dokter itu hanya tersenyum simpul.

“Sembarangan kamu. Sudahlah, ayo kembali ke kamarmu,” titah dokter Adrian.

Vian bangkit berdiri, tapi bukan untuk kembali ke kamarnya melainkan kabur. “Titip rumah ya, Om. Saya mau ke kampus.”

Dokter Adrian buru-buru berdiri dan menyaksikan Vian melesat cepat melewati gerbang rumahnya.

“Bocah sableng! Hey, kau pikir aku pengangguran?!!!”

***

Venus baru saja menghabiskan kopinya dan berniat meninggalkan kafe, tapi saat baru saja bangkit ia melihat pemuda itu masuk dan duduk di salah satu kursi, seorang diri. Venus hanya membawa kamera saku, bukan kamera digital, tapi tak masalah daripada tidak sama sekali. Ia mengarahkan kameranya pada pemuda itu dan mengambil beberapa potretnya. Kalau ditunjukkan pada Amira, dia pasti senang. Sudah lama Amira tidak datang ke kantor. Bos sudah ngomel-ngomel, tapi tiap menghubungi Amira, gadis itu selalu beralasan macam-macam.

Tapi dasar sial, baru pertama kali mencuri foto orang, misi Venus ketahuan. Pemuda itu memandang Venus dan menggerakkan jarinya, memintanya datang ke mejanya. Venus tidak punya pilihan lain kecuali menurut.

“Kamu kenal saya?” tanya Vian ketika Venus sudah duduk di depannya. Venus menggeleng.

“Lalu?” tanya Vian, tangannya menagih kamera saku milik Venus. Gadis di depannya menurut dan menyerahkan benda itu pada Vian. Saat diamati, tak banyak fotonya yang ada di kamera itu.

“Temanku sepertinya naksir kamu.” Venus mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja. Ia malu, tapi sudah ketangkap basah dan tidak bisa kabur lagi.

“Teman?” Vian menyerahkan kembali kamera Venus.

“Namanya Amira,” jawab Venus, sekaligus menerima kameranya kembali.

Vian tak tahu kenapa mendadak kepalanya pening saat nama Amira disebut. Kenapa?

“Kamu nggak apa-apa? Kok pucat gitu?” Venus panik, ia mengangsurkan sapu tangan pada Vian. “Maaf, keringat kamu banyak banget.”

Meski Vian menerima sapu tangan Vian, tapi pemuda itu tidak menggunakannya untuk mengusap keringat dinginnya. Hanya meremas benda itu, menahan sakit kepalanya.

“Hey, kamu nggak apa-apa, kan?” Venus was-was. Tapi ia masih bisa lega saat melihat lawan bicaranya tersenyum dan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Tapi kelegaan itu hanya berlangsung beberapa jenak saja, karena detik berikutnya Vian merasa kepalanya makin terasa berat, sakit bukan main. Ia mencengkeram kepalanya, menjambak sebagian rambutnya sambil meringis. Venus panik, ia menelepon Amira dan memintanya segera datang. Setelah panggilan diakhiri, ia buru-buru melihat keadaan Vian yang makin terlihat kesakitan.

“Oh, ayolah… harusnya kamu bilang aja kalau lagi sakit.”

Saat tubuh Vian makin lemas, Venus tidak punya pilihan kecuali meminta bantuan pelayan kafe untuk membantunya membawa Vian ke klinik terdekat.

***

Saat Amira datang ke klinik, sakit kepala Vian sudah sedikit mereda. Venus sampai tidak masuk kantor gara-gara mencemaskan Vian yang sejak tadi terus mengerang kesakitan.

“Vian?” Amira menghampiri Vian yang masih tiduran di ranjang pasien. Tak ada sahutan yang Amira harapkan. Pemuda itu hanya diam, lalu memandang Amira.

“Kamu baik-baik aja?” tanya Amira cemas. Lawan bicaranya masih termenung.

Vian mengamati wajah Amira. Benar, wajah itu tidak asing. Begitu familiar. Wajah oval itu, rambut panjang sebahu itu. Vian tidak tahan lagi, seperti ada memori yang tertinggal di dasar, berkali-kali Vian mencoba menggalinya tapi gagal. Semakin digali semakin membuat kepalanya pening.

“Iya. Saya baik-baik saja,” jawab Vian pada akhirnya. Dengan suara pelan, dan datar. Sungguh tidak seperti Vian yang biasanya. Venus yang masih ada di dalam ruangan merasa kalau Vian dan Amira sudah lebih dekat daripada yang ia duga. Sebagai teman dekat Amira, ke mana saja ia sampai ketinggalan berita sejauh ini?

“Bisa kita bicara?” tanya Vian. Amira meremas kedua tangannya sendiri, merasa akan ada hal buruk setelah ini. Perasaan tak nyaman menyerang. Tapi ia tetap mengangguk.

Vian mengalihkan pandangannya pada Venus, gadis itu diam sejenak, tapi tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa ia harusnya keluar dari ruangan dan membiarkan Amira dan Vian bicara berdua saja.

Setelah Venus keluar ruangan, Amira menutup pintu dan kembali duduk di sebelah ranjang. “Ada apa?”

“Sebenarnya, ada apa di antara kita?” Vian enggan menatap Amira. Ia tidak bisa. Sungguh, berbagai keping-keping puzzle dalam otaknya membuatnya merasa sakit hati, entah karena apa.

“Kamu udah tahu.” Amira menunduk.

“Kenapa kamu bohong?”

Amira menggigit bibir bawahnya. Merasa bersalah. Tapi sungguh, tak ada niat sama sekali untuk berbohong. Tapi apapun alasannya berbohong, Vian tetap saja kecewa. Terlihat dari gurat wajahnya, selain pucat tentu saja.

“Maaf…” Amira menunduk.

“Kenapa minta maaf?” tanya Vian. Dari nada bicaranya terdengar ketus. Vian sangat berbeda. Apa kejadian kemarin telah membuatnya jadi seperti ini?

“Karena kamu merasa bersalah?” tanya Vian. “Kesalahan apa yang kamu lakukan di masa lalu?”

Amira tidak kuasa menjawab. Air mata merembes di kedua belah pipinya. Ia memalingkan wajah, menatap obyek lain. Tanpa diduga Vian bangkit dan turun dari ranjang. “Kenapa tidak jawab, Amira?” kejar Vian. Amira makin terisak. Ia tidak kuat lagi. Amira bangkit berdiri dan meninggalkan kamar rawat itu dengan air mata yang masih menggenang. Vian berniat mengejar, tapi kepalanya mendadak sakit lagi. Saat itulah ia mulai dapat mengenali wajah itu, wajah seorang gadis yang dulu sangat dipujanya. Orang yang sama, Amira.

Tubuhnya sempat goyah saat memori lamanya sedikit demi sedikit mulai terkuak.

1
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Subber Ngawur: terima kasih 🥰
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak
Subber Ngawur: halo, salam kenal
total 1 replies
Lucky ebj
ceritanya menarik,, bikin penasaran
Subber Ngawur: Terima kasih sudah mampir baca 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!