Selama 4 tahun lamanya berumah tangga, tak sedikit pun Naya mengecap keadilan.
Hidup satu atap dengan mertua begitu menyesakkan dada Naya, dia di tuntut sempurna hanya karena dia belum bisa memberikan keturunan. Di sepelekan, di olok-olok oleh mertua dan juga iparnya. Sang suami cuek dengan keluh kesahnya, bahkan dengan teganya ia menikah kembali tanpa meminta izin dari Naya selaku istri pertama.
Daripada di madu, Naya lebih baik mengajukan gugatan perceraian. siapa sangka setelah ketuk palu, dirinya ternyata sudah berbadan dua.
Bagaimana kehidupan yang Naya jalani setelah bercerai, akankah dia kembali pada mantan suaminya demi sang buah hati?
"Jangan sentuh anakku! Berani menggapainya itu sama saja dengan mempertaruhkan nyawa." Naya Suci Ramadhani.
Woowww... bagaimana kah karakter Naya? apakah dia lemah lembut? atau justru dia adalah sosok perempuan yang tangguh.
Yuk, simak ceritanya jangan sampai ketinggalan 👉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah
Sendi mengompres pipinya terlebih dahulu sebelum berangkat kerja, sedangkan Neti membawa pakaian kotor Sendi untuk di cuci di laundry.
Sedangkan Seni pergi sekolah karena pacarnya sudah menjemputnya, mereka beraktifitas tanpa memperdulikan Naya.
.
.
Naya tak jadi di bawa ke rumah sakit, ia meminta pergi ke klinik saja karena takut merepotkan mertua lelakinya akan biaya pengeluarannya, mengingat Naya tidak punya jaminan kesehatan.
Sampai di klinik terdekat, Naya di periksa oleh Dokter dan mengeluhkan apa yang di rasakannya. Ketika Dokter memeriksa perut Naya menggunakan stetoskop, ada yang aneh di perut Naya keningnya mengernyit.
"Bu, kapan terakhir kali ibu telat haid?" Tanya Dokter yang mana membuat kening Naya mengkerut.
"Hah? Gimana Dok?" Tanya Naya kembali memastikan.
"Apakah ibu masih ingat?" Dokter mengulang kembali pertanyannya.
"Udah sebulan sih, cuman ya haid saya itu gak teratur dan kadang satu bulan sekali, kadang dua bulan sekali ya saya sih sedatengnya aja." Jawab Naya.
"Untuk memastikan dugaan saya, kita gunakan testpack ya." Ucap Dokter.
Naya menganggukkan kepalanya dengan ragu, rasa gugup kini melanda dirinya karena ia cukup trauma dengan alat tes kehamilan. Bagaimana tidak, selama 4 tahun lamanya ia menaruh harapan saat berulang kali mencoba. Namun sayang, tidak ada hasil yang menunjukkan garis dua sampai mertuanya muak dan bersikap demikian kepadanya.
Glek..
Naya menelan ludahnya kasar, ia memikirkan bagaimana jadinya kalau semisal hasilnya positif disaat ia ingin pergi dari suaminya.
Salah seorang perempuan yang di tugaskan Dokternya menghampiri Naya, ia memapah Naya menuju Toilet dan menyerahkan alat tes kehamilan. Sesuai petunjuk pemakaian dan sudah berpengalaman, Naya pun menampung urinnya dan mulai mengetesnya.
Beberapa saat kemudian, Naya memeriksa hasilnya dan ternyata hasilnya negatif. Naya membuang nafasnya panjang, di sisi lain ia menaruh harapan akan ada sosok malaikat kecil di perutnya, tapi di sisi lain ia juga takut kepergiannya itu gagal.
"Mbak, hasilnya negatif." Ucap Naya.
"Coba saya lihat," Ucapnya.
Naya keluar dari dalam toilet di bantu perempuan yang bekerja di klinik Dokter tersebut, mereka menghampiri Dokter yang bernama April.
"Mungkin belum rezekinya ya bu, dugaan saya juga ternyata meleset." Ucap Dokter April begitu melihat hasil testnya.
"Iya, Dok. Gapapa, mungkin di lain waktu." Ucap Naya.
Dokter pun meresepkan obat untuk Naya, Egi yang berada di luar klinik pun menghampiri Naya ke dalam kala Naya keluar dari ruang pemeriksaan.
"Ayo sini, biar Papa bantu duduk." Ucap Egi.
Beberapa menit kemudian, nama Naya di panggil untuk mengambil obat dan Egi pun langsung bangkit dan membayarnya.
Naya tidak menceritakan pada Egi soal dugaan Dokter tadi, kala ia di tanya Naya hanya menjawab sakitnya itu kemungkinan besar karena kelelahan dan juga penyakit maghnya kambuh secara bersamaan.
Mereka berdua pun pulang kembali ke rumah.
Sesampainya di rumah, keadaannya kosong dan tidak ada orang sama sekali. Egi membantu Naya masuk ke kamarnya dan mencari buku nikah miliknya, yang pasti semua persyaratan untuk mengajukan gugatan cerai.
"Papa antar kamu ke pengadilan agama, temen Papa juga nawarin kontrakan yang kosong deket tempat Papa kerja. Nak, Papa gak mau lihat kamu semakin tersiksa disini, apalagi tadi Papa lihat status Mama kamu yang posting chatnya sama temennya dimana Mama bilang mau punya mantu baru lusa. Maafin Papa, Papa gak bisa banyak bantu kamu, hiks.." Ucap Egi menitikkan air matanya di hadapan Naya, rasanya ia gagal menjadi sosok imam di rumahnya.
"Pa, Papa gak salah sama sekali. Papa adalah sosok yang paling baik melebihi Bapak kandungku sendiri, hiks.. Terimakasih Papa sudah menyayangi aku, Papa ada di pihakku dimana aku gak tahu harus mengadu sama siapa." Naya menatap mertua lelakinya dengan sendu.
"Sudah tugas Papa, Nak. Sekarang kamu beresin baju kamu, sebelum mereka pulang." Ucap Egi.
Naya menganggukkan kepalanya, ia mencoba menguatkan dirinya untuk tetap berdiri dan memasukkan pakaiannya ke dalam ransel. Sedangkan Egi membantu Naya membereskan semua dokumen yang di butuhkan, dadanya terasa nyeri saat tahu bagaimana ngototnya anak istrinya melangkah di jalan yang salah.
Selesai membereskan bajunya, Egi membawa pakaian Naya dan juga dokumennya keluar dari dalam kamar. Saat keluar, ada tetangga yang melihatnya dan tanpa menjelaskan apapun Egi meminta tetangganya itu tutup mulut.
"Kalau kamu sampai buka suara sama anak istri saya, maka saya gak segan-segan sebar aib kamu." Ancam Egi.
"Loh, emangnya kenapa? Kok bawa aib saya." Heran tetangga Egi.
"Bukan urusanmu!" Tegas Egi.
Naya menaiki motor Egi dan mereka pun langsung menghilang begitu saja. Di perjalanan menuju kontrakan, Naya merasakan mual luar biasa, namun harus tetap menahannya agar tak membuat Egi panik maupun repot mengurusinya.
Memerlukan waktu sekitar 20 menit Naya sudah sampai di kontrakan teman mertua lelakinya, keduanya pun turun dan berjalan menuju rumah si pemilik kontrakan yang letaknya masih satu area dengan kontrakan yang berjejer disana.
Naya menatap sekeliling kontrakan yang berjajar disana dan di perkirakan ada 10 rumah, nampaknya suasana disana pun nyaman dan tak terlalu ramai orang, dalam artian orang yang mengontrak disana terlihat tidak begitu akrab/hidup masing-masing.
'Semoga saja aku betah disini, letak kontrakannya juga cukup jauh dari rumah orangtua maupun mertua, aku ingin hidup bebas meskipun tanpa orang yang aku sayangi.' Batin Naya.
Pemilik kontrakan yang tak lain teman Egi keluar dari dalam rumahnya, ia menyambut kedatangan Naya dan Egi serta ia membawakan kunci kontrakan kosong dan menunjukkannya kepada Naya.
"Sebenarnya yang kosong itu ada 2 kontrakan, tinggal pilih saja mau yang mana." Ucap Pemilik kontrakan.
"Nay, kamu cocoknya yang mana?" Tanya Egi menoleh kearah Naya.
"Kayaknya yang ini saja, Pa." Jawab Naya menatap kontrakan yang cukup luas, ada satu kamar dan dapur. Untuk tinggal seorang diri sangatlah cukup, apalagi keadaan kontrakannya juga terlihat bersih tidak kumuh.
"Yang ini katanya, Dar." Ucap Egi.
"Baiklah, sebulannya bayar 800rb ya tiap bulannya. Ini kuncinya, kalo uang air ya itu udah berikut, cuman kalo token listriknya bayar sendiri." Ucap Badar sambil menyerahkan kuncinya kepada Naya seraya menjelaskan sistim pembayarannya seperti apa.
Untuk ukuran kontrakan di kota dengan harga segitu termasuk murah, rata-rata untuk kontrakan luasnya yang seperti Naya tinggali biasanya 1 juta keatas. Kalau pun harganya murah, otomatis kontrakan yang di dapat pun sempit.
Naya menerima kuncinya, ia pun hendak membayar sebagian dp kontrakannya akan tetapi Egi sudah lebih dulu membayarnya tanpa sepengetahuan Naya.
"Ya Allah, Pa. Papa baik sekali, semoga Tuhan membalas segala kebaikan Papa ya, kalau Naya sukses orang pertama yang akan merasakan hasilnya itu Papa. Naya janji!" Dengan suara bergetar Naya berjanji kepada mertua lelakinya itu, ia akan membayar segala kebaikan yang sudah Egi berikan.
"Nay, sudah berapa kali Papa bilang kalau kamu ini anak Papa. Sudah sepatutnya seorang orangtua mengusahakan yang terbaik untuk anaknya, papa tidak meminta ganti atas apa yang sudah Papa berikan, Papa hanya mau kamu bahagia saja. Itu saja sudah cukup!" Ucap Egi menegaskan ucapannya.
Naya menggenggam tangan mertuanya itu, ia menyaliminya dengan linangan air mata. Egi mengusap kepala Naya dengan penuh kasih sayang, ia sangat bersyukur di pertemukan dengan sosok Naya yang sabar.
"Nanti siang Papa kesini lagi, Papa harus pergi kerja karena Papa izin terlambat satu jam saja. Kamu istirahat dan minum obatnya, biar Papa kirim makanan sekaligus kasur buat kamu tidur." Pamit Egi.
Naya mengusap air matanya menggunakan jemarinya, ia menganggukkan kepalanya dan semakin terharu dengan sikap ayah mertuanya itu.
Egi pun berpamitan kepada temannya sebelum pergi, setelah itu ia pun langsung melajukan motornya meninggalkan area kontrakan.
"Kamu beruntung dapat mertua seperti temanku itu, dia pun cerita kalau kamu itu menantu yang sengaja ia bawa pergi dari rumahnya sendiri gara-gara perlakuan anak istrinya. Ketahuilah, Naya. Uang yang kamu dapatkan dan segala keperluan yang Egi siapkan, itu biayanya dari tabungan dia buat haji." Ungkap Badar.
Naya tentunya terkejut mendengar ucapan Badar, Egi tak mengatakan apapun saat memberikan kartu Atm yang berisikan sejumlah uang sebesar 30 juta tersebut.
"J-Jadi.."
"Jadi, jangan kamu kecewakan temanku itu. Suatu saat nanti, balas lah jasanya sebagaimana ucapan kamu tadi, dia adalah orang baik. Hanya saja dia salah memilih pasangan, bahkan dia selalu kalah dengan keadaan makanya gak punya power lebih untuk keluarganya sendiri." Ucap Badar.
Banyak yang tidak Naya ketahui mengenai ayah mertuanya, Badar membeberkan semua yang ia ketahui tentang Egi kepada Naya. Ada ketakutan dalam diri Egi, melihat bagaimana perlakuan istrinya kepada Naya membuatnya kepikiran dengan karma. Egi memiliki seorang putri, tentu seorang ayah khawatir kelak putrinya mengalami nasib yang sama seperti yang dialami Naya sekarang.
Mohon maaf sekali ya, aku gak bisa up banyak akrena posisi lagi riweuh banget di rumah 🙏 aku usahakan kembali besok untuk up lebih banyak lagi."