Adara terpaksa menerima kehadiran seorang madu di rumah tangganya, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena sang suami dan mertua yang begitu kekeuh menghadirkan madu tersebut. Madu bukannya manis, tapi terasa begitu menyakitkan bagi Adara.
Awalnya Adara merasa sanggup bila dirinya berbagi suami, tapi nyatanya tidak. Hatinya terasa begitu sakit saat melihat sang suami dan adik madunya sedang berduaan. Apalagi hubungan sang mertua yang terlihat sangat dekat dengan adik madunya. Ditambah lagi suami dan mertuanya juga memperlakukan sang adik madu dengan begitu istimewa, bak seorang putri yang harus selalu dilayani dan tidak boleh melakukan pekerjaan apapun. Berbanding terbalik dengan Adara yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk menyiapkan kebutuhan sang adik madu.
Hati Adara sangat sakit menerima perlakuan tidak adil tersebut.
Sejauh mana Adara sanggup bertahan membina rumah tangganya yang tak sehat lagi?
Yuk ikuti terus cerita ini. InsyaAllah happy ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan
"Punggung kamu kenapa, Sayang?'' tanya Vero penasaran.
''Em, ti-tidak kenapa-napa, Tan,'' Adara menundukkan wajahnya.
''Kamu jangan bohong sama, Tante. Kamu seperti kesakitan saat Tante mengelus punggung mu. Mari, coba Tante lihat,''
Vero membimbing tubuh Adara memasuki rumah, saat sudah tiba diruang keluarga yang mewah, Vero meminta Adara duduk di sofa bewarna coklat yang empuk.
Sementara Farras naik ke lantai atas, ke kamarnya. Dia akan menyiapkan beberapa barangnya yang dianggap penting untuk di bawa ke New York.
Dengan pelan Vero menyingkap atasan yang di pakai Adara, dan Adara hanya manut saja. Karena baginya tidak ada lagi yang perlu disembunyikan, sekarang dia benar-benar sudah yakin ingin bercerai dari Erlang dan membalas semua rasa sakit hatinya. Dia ingin keluarga Erlang merasakan balasan akibat sikap semena-mena mereka selama ini.
Kini, di depan matanya, terlihat jelas kulit putih mulus itu telah berubah menjadi kemerahan. Vero begitu kaget melihat bagian punggung Adara yang lebam-lebam, repleks dia menutup mulutnya dengan telapak tangan, dia menggeleng kecil. Lagi-lagi Vero merasakan sesak di dadanya, akhir-akhir ini dia jadi cengeng, air matanya meluncur begitu saja membasahi pipi.
''Sa-sayang, katakan siapa yang melakukan ini? Siapa yang telah membuat punggung mu lebam begini? Mama tidak terima, akan Mama kasih pelajaran yang lebih pedih kepada sang pelaku! Hiks ...,'' ujar Vero bergetar dengan suara serak.
''Mama?'' tanya Adara. Dia menatap Vero lekat.
Vero jadi salah tingkah sendiri, tetapi dengan cepat dia menguasai dirinya agar bersikap biasa saja.
''Sorry Sayang. Tante kelepasan, soalnya Tante sudah menganggap kamu seperti anak Tante sendiri, dan Tante tidak rela kalau anak Tante dipukul hingga sebegini parahnya. Ayo katakan, siapa yang telah menyakiti kamu, Nak?'' Vero menggenggam kedua tangan Adara.
''Suami aku, Tan. Mas Erlang. Dia yang telah memukul aku dengan ikat pinggangnya,'' ucap Adara sendu.
Vero berdiri dari duduknya dengan wajah memerah karena amarah, lalu dia mengeluarkan ponselnya dari saku, dia menghubungi seseorang, seseorang yang tidak tahu entah siapa.
*
Satu jam setelah itu, Vero, Adara dan Farras berangkat keluar negeri dengan jet pribadi milik Vero. Adara sudah sangat yakin ingin ikut bersama Vero. Dia pun merasa heran, kenapa dia sudah sangat percaya dan nyaman saat bersama Vero, padahal mereka baru bertemu dan berkenalan. Bahkan Adara memilih tak mengabari ibu panti, dia akan berkunjung ke panti saat semua urusan nya dan Erlang selesai. Saat dia sudah resmi menyandang status janda.
*
Di tempat berbeda, seorang pria tampak kalang kabut. Bagaimana tidak, istri yang dicintai dan dirindukan tidak tahu entah di mana.
Dia sudah mencari sang istri ke segala penjuru rumah, tetapi tetap saja dia tidak menemukan apa yang dia cari.
Apalagi saat dia membuka lemari pakaian milik sang istri, lemari itu tampak sudah kosong. Tidak ada satupun pakaian dan barang-barang lain milik sang istri yang tertinggal.
Winda dan Sari tersenyum penuh kemenangan, mereka merasa sangat bahagia saat tahu Adara tak ada lagi di rumah. Saat tahu Adara sudah menyerah.
''Sayang ... Kamu di mana? Kenapa kamu pergi meninggalkan, Mas? Kenapa?!'' teriak Erlang di dalam kamar. Dia berdiri dengan satu tangan menggenggam ponsel. Dia sudah menghubungi nomer Adara berulangkali, tetapi nomer yang ia hubungi tak aktif dan diluar jangkauan.
Saat ini Erlang merasa sangat frustasi. Sampai-sampai dia menangis, dia belum siap kehilangan sang istri yang merupakan cinta pertamanya itu.
Dia lalu duduk di pinggir kasur, kedua telapak tangannya menutup wajah, lalu dia menangis tergugu.
''Alaaaah, kamu jangan cengeng Erlang! Kamu itu seorang pria dan suami, yang kuat dan tegas dong. Jadi hapuslah air mata mu itu! Jangan malu-maluin Mama!'' ujar Sari tak suka melihat kelakuan sang putra yang dianggap terlalu berlebihan.
Erlang sama sekali tidak menanggapi perkataan sang mama.
''Maafkan, Mas. Mas tidak menyangka akan begini jadinya setelah Mas menghadirkan madu untukmu. Mas tahu kau kecewa dan terluka Adara, tapi Mas tidak bisa berbuat apa-apa. Hubungan kita yang semula begitu harmonis dan baik-baik saja, kini semuanya hancur berantakan karena ulah Mama. Mama yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga kita!'' racau Erlang dengan suara serak.
Sari yang berdiri di dekat pintu tidak terima saat dia mendengar Erlang menyalahkan nya.
''Erlang, kenapa kamu malah menyalahkan Mama? Lagian Mama tahu, kamu juga begitu menikmati pernikahan kedua mu dengan Winda. Sudahlah, biarkan saja wanita miskin itu pergi. Sekarang sudah ada Winda, Winda istri kamu yang baik hati serta dapat diandalkan. Mulai malam ini dan kedepannya, fokus lah sama hubungan kamu dan Winda, bekerja keraslah kalian agar bisa segera memberikan cucu untuk Mama,''
Setelah mendengar perkataan sang mama, Erlang merasa semakin kesal saja.
Dia berdiri dari duduknya, lalu dia memukul tembok yang ada di kamar beberapa kali untuk melampiaskan emosi nya. Sehingga buku tangannya terluka dan mengeluarkan darah.
''Anak, anak terus yang selalu Mama bicarakan! Gara-gara keinginan Mama itu, Adara ku meninggalkan aku!'' racau Erlang lagi, dia menatap sang mama dengan tetapan tajam.
Melihat itu, Sari jadi takut, takut sang putra melampiaskan amarah kepadanya,
Sari memegang kedua tangan Erlang dengan cepat, lalu dia meminta agar Winda mengambil kotak p3k.
Winda pun menuruti perkataan sang mama mertua. Sebenarnya di dalam hati Winda merasa sangat kesal, karena Erlang yang selalu menyebut nama Adara.
*
Setelah tangannya diobati oleh sang mama, Erlang tidak menyerah untuk mencari wanita yang masih berstatus sebagai istri nya.
Dia keluar dengan begitu terburu-buru. Dia akan mengunjungi panti untuk memastikan apakah sang istri pulang ke panti. Kalau iya, maka dia akan mengajak sang istri pulang bersamanya, karena rasanya matanya tak akan mau terpejam kalau sang istri belum ditemukan dan diketahui dimana keberadaannya.
Sari dan Winda berusaha mencegah Erlang agar tak pergi. Tapi Erlang tak mengindahkan perkataan dua wanita tersebut.
Kendaraan roda empat yang dikemudi oleh Erlang melaju dengan kencang, rasanya dia sudah tidak sabar lagi ingin sampai di panti.
Malam kian larut, dan gerimis mulai turun membasahi bumi.
*
"Bu, apakah Adara ada di sini?'' tanya Erlang saat dirinya sudah duduk berhadapan dengan Ibu panti. Ibu panti yang terpaksa bangkit dari tidurnya karena Erlang yang datang berkunjung malam-malam sekali. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.
''Adara? Apa maksudmu Nak Erlang? Bukankah Adara tinggal bersama mu,'' Ibu panti menyipit mata menatap Erlang. Sesekali dia terbatuk kecil, karena kondisi kesehatan nya yang menurun seiring dengan usinya yang semakin senja.
''Adara tidak ada di rumah, Bu. Dia pergi tanpa berpamitan kepadaku. Sekarang aku tidak tahu di mana keberadaan nya,'' jelas Erlang dengan wajah sedih dan putus asa.
''Apa? Kenapa Adara bisa pergi tanpa sepengetahuan, Nak Erlang? Apa yang terjadi sama kalian? Adara juga tidak ke sini,'' Ibu panti memegang dadanya karena kaget.
''Ceritanya panjang, Bu. Ibu, jadi beneran Adara tidak ada di sini?''
''Benar Nak Erlang. Ibu tidak mungkin berbohong. Ya Allah, malam sudah larut, di mana kamu sekarang, Nak?'' wanita paruh baya itu jadi begitu gelisah setelah mendengar kabar dari Erlang. Dia pun takut terjadi apa-apa kepada sang putri yang selama ini sudah dibesarkan nya dengan penuh kasih sayang.
Bersambung.
Jangan lupa subscribe, vote dan kasih hadiahnya juga ya. Supaya aku semakin semangat ngetiknya.
*
Adara udah betah di New York ya. Sampai-sampai rambutnya yang hitam udah dijadikan pirang. Dia sudah tidak sabar lagi ingin menyandang status janda. Upsz!
Ini visualnya Adara.
Kalau yang ini Veronica.
saga kasihan Thor😢😢
dan semoga rajin lagi Up nya 😍