Di dunia yang dikuasai oleh kekuatan, Xiao Tian menolak tunduk pada takdir. Berasal dari alam bawah, ia bertekad menembus batas eksistensi dan mencapai Primordial, puncak kekuatan yang bahkan para dewa tak mampu menggapai.
Namun, jalannya dipenuhi pertempuran, rahasia kuno, dan konspirasi antara alam bawah, alam atas, dan jurang kematian. Dengan musuh di setiap langkah dan sahabat yang berubah menjadi lawan, mampukah Xiao Tian melawan takdir dan melampaui segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tian Xuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Perpisahan dan Perjalanan ke Pulau Terlarang
Mencari Kapal ke Pulau Terlarang
Xiao Tian berdiri di tengah hiruk-pikuk pelabuhan, matanya menyapu sekeliling.
Para pelaut sibuk dengan pekerjaan mereka—menyiapkan barang, menarik tali tambat, dan meneriakkan pesanan satu sama lain.
Ia berjalan mendekati seorang pria tua yang duduk di atas peti kayu.
Pria itu memiliki janggut panjang berwarna abu-abu dan mengenakan jubah lusuh. Tatapan matanya tajam, seperti orang yang telah melihat terlalu banyak hal dalam hidupnya.
Xiao Tian menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat.
“Pak Tua, apakah Anda tahu ada kapal yang menuju ke wilayah perairan terlarang?”
Pria tua itu mengangkat alisnya.
“Kau ingin mati, Nak?” tanyanya dengan suara berat.
Xiao Tian tersenyum tipis.
“Aku hanya ingin pergi ke sana. Tidak peduli bahayanya.”
Pria tua itu mendengus.
“Pulau itu bukan tempat yang bisa dikunjungi sembarangan. Setiap kapal yang mencoba mendekatinya tidak pernah kembali.”
“Tapi aku tetap ingin pergi,” kata Xiao Tian tegas.
Pria tua itu menatapnya lama, seolah menilai niatnya.
Akhirnya, ia tertawa kecil.
“Baiklah. Ada satu orang yang mungkin bisa membawamu ke sana.”
Bertemu Kapten Wei
Xiao Tian mengikuti pria tua itu ke ujung dermaga, tempat sebuah kapal besar berlabuh.
Di atas dek, seorang pria dengan tubuh kekar berdiri, kulitnya kecokelatan akibat terlalu lama di laut.
Rambutnya acak-acakan, dan ada bekas luka panjang di pipi kanannya.
Pria tua itu menunjuk ke arahnya.
“Itu Kapten Wei. Dia satu-satunya orang yang mungkin cukup gila untuk membawamu ke Pulau Terlarang.”
Xiao Tian melangkah maju dan menatap Kapten Wei dengan penuh keyakinan.
“Aku ingin menyewa kapalmu untuk menuju Pulau Terlarang.”
Kapten Wei menatapnya seperti melihat orang bodoh.
“Berapa banyak uang yang kau punya?” tanyanya.
Xiao Tian mengeluarkan sekantong emas yang ditinggalkan oleh Ling’er.
Kapten Wei mengambilnya, menimbang-nimbang koin di tangannya, lalu tertawa keras.
“Baiklah! Aku suka orang yang berani!”
Ia menunjuk ke kapalnya.
“Naiklah. Kita berangkat saat matahari terbenam.”
Xiao Tian tersenyum tipis.
Akhirnya, perjalanannya menuju Pulau Terlarang akan segera dimulai.
Malam di Lautan
Saat malam tiba, kapal mulai berlayar.
Angin laut menerpa wajah Xiao Tian saat ia berdiri di dek, menatap lautan luas yang gelap.
Langit penuh bintang, tetapi suasana di kapal terasa mencekam.
Para awak kapal bekerja dalam diam, seolah mereka sadar bahwa perjalanan ini adalah perjalanan menuju kematian.
Kapten Wei berdiri di samping Xiao Tian, mengunyah sesuatu di mulutnya.
“Kau tahu, Nak…” katanya pelan.
“Dulu, aku pernah mencoba mendekati Pulau Terlarang. Tapi sesuatu yang mengerikan muncul dari kabut dan membantai seluruh kruku.”
Xiao Tian tetap diam, menunggu Kapten Wei melanjutkan.
“Aku beruntung bisa selamat,” lanjutnya. “Tapi aku bersumpah tidak akan pernah ke sana lagi. Dan sekarang aku melanggar sumpahku hanya karena emasmu.”
Xiao Tian menatapnya dan berkata dengan suara tenang, “Aku tidak meminta siapa pun bertarung demi diriku. Jika ada bahaya, biarkan aku menghadapinya sendiri.”
Kapten Wei menatapnya lama, lalu tersenyum kecil.
“Baiklah, Nak. Kita lihat seberapa jauh kau bisa pergi.”
Kabut Kematian
Beberapa jam berlalu.
Tiba-tiba, kabut tebal mulai menyelimuti lautan.
Suhu turun drastis, dan angin laut berhenti bertiup.
Para awak kapal mulai berbisik ketakutan.
Pulau Terlarang sudah dekat.
Dari kejauhan, bentuk samar sebuah pulau mulai terlihat di balik kabut.
Namun, sebelum mereka bisa mendekat lebih jauh…
Sesuatu muncul dari dalam kabut.