pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang penjaga melodi
Thanzi terdiam, terpaku oleh kalimat terakhir pria tua itu. "Aku tahu kau akan datang, Thanzi Aerion." Suara itu lembut, namun menggetarkan tulang. Bagaimana mungkin orang ini, di tengah Hutan Terlarang yang mematikan ini, mengetahui namanya? Terlebih lagi, memprediksi kedatangannya?
"Siapa... siapa Anda?" Thanzi bertanya, suaranya sedikit tercekat, mencerminkan kehati-hatiannya yang ekstrem. Pedangnya masih di tangan, siap sedia, namun ia tidak menariknya. Aura pria tua itu tidak mengancam, justru menenangkan, seperti inti dari hutan itu sendiri.
Pria tua itu tersenyum lagi, senyum yang mencapai matanya yang biru jernih, memancarkan kedalaman yang tak terhingga. "Namaku tak lagi penting. Aku hanyalah seorang penjaga. Penjaga melodi, penjaga hutan ini, dan penjaga... beberapa rahasia." Ia menunjuk ke Seruling Giok Hitam di tangannya. "Dan, seperti yang kulihat, kau juga seorang penjaga melodi. Atau setidaknya, akan menjadi demikian."
Thanzi menatap replika Seruling Giok Hitam di tangannya, lalu beralih ke seruling yang asli di tangan pria tua itu. "Bagaimana Anda tahu nama saya?"
"Jiwa yang mengembara, jiwa yang berjuang melawan takdir yang dituliskan untuknya, memancarkan resonansi yang unik," jawab pria tua itu, suaranya kini sedikit lebih dalam. "Dan resonansi jiwaku, melalui seruling ini, dapat merasakannya." Ia menunjuk ke arah Thanzi. "Kau adalah anomali, Thanzi Aerion. Kau bukan bagian dari alur yang seharusnya."
Hati Thanzi mencelos. "Alur yang seharusnya?" ia mengulang, hampir berbisik. Itu adalah konfirmasi atas apa yang ia curigai selama ini—bahwa ia adalah karakter dari novel, dan perjalanannya seharusnya sudah dituliskan.
Pria tua itu mengangguk pelan. "Ya. Jalanmu seharusnya berakhir jauh di luar sini. Tapi kau memilih jalan lain, bukan begitu? Sebuah jalan yang lebih berat, lebih berbahaya, dan membawa perubahan pada takdir yang telah ditentukan." Ia tersenyum kecil. "Dan itu membuatmu menarik. Teramat menarik."
Thanzi meletakkan pedangnya perlahan, menyarungkannya. Ia merasakan getaran aneh dari tanah, getaran yang bukan bahaya, melainkan respons terhadap kehadiran mereka berdua. Hutan itu mendengarkan.
"Anda yang memainkan seruling ini?" Thanzi bertanya, matanya terpaku pada Seruling Giok Hitam itu.
"Aku memainkannya untuk menjaga keseimbangan," jawab pria tua itu, melambaikan tangannya ke sekeliling reruntuhan. "Melodi ini adalah perisai. Ia menenangkan jiwa-jiwa buas yang haus mana, menjaga mereka tetap di tempatnya. Dan sesekali, ia memanggil jiwa-jiwa yang 'tersesat', seperti dirimu."
Tersesat? Atau sengaja dipanggil untuk diuji? pikir Thanzi. Ia ingat bagaimana dia terus-menerus diserang, bagaimana dia merasa seperti umpan. "Jadi, kekuatan mana yang saya serap... itu yang menarik perhatian monster-monster itu?"
"Tepat sekali," pria tua itu mengangguk. "Tubuhmu adalah bejana unik yang dapat menyerap mana secara aktif, menariknya dari lingkungan, dan mengubahnya menjadi bentuk ilusi. Itu adalah kemampuan yang sangat langka, dan juga... sangat mencolok bagi makhluk-makhluk yang mengandalkan mana. Mereka menganggapmu sebagai sumber makanan berjalan, sebuah beacon yang tak terlihat di kegelapan hutan."
Thanzi menggertakkan giginya. "Jadi itu sebabnya saya terus-menerus diserang? Bukan hanya karena hutan ini berbahaya, tapi karena saya adalah target?"
"Sebagian besar karena itu," jawab pria tua itu dengan tenang. "Hutan ini memang berbahaya, tetapi monster-monster itu tidak akan seekstrem itu dalam memburumu jika bukan karena 'aroma' manamu yang terus-menerus terpancar. Terlebih lagi, Hutan Terlarang ini... ia memiliki kesadarannya sendiri. Ia merasakan anomali sepertimu, dan mencoba menyingkirkannya, atau... mengujinya."
Thanzi menatap pria tua itu dengan ekspresi campur aduk. "Lalu, Anda... Anda menyelamatkan saya?"
"Aku hanya memberikan jeda," pria tua itu tersenyum. "Kau sendiri yang memilih untuk bertahan hidup, Thanzi Aerion. Melodiku hanya membuka celah. Kau yang berjuang melawannya. Dan lihatlah apa yang telah kau capai. Dalam beberapa minggu ini, kau telah tumbuh jauh lebih cepat daripada kebanyakan penyihir dalam puluhan tahun."
Sebuah kebanggaan kecil membengkak dalam diri Thanzi, namun ia segera menepisnya. Ia masih lemah dibandingkan Michael dan karakter utama lainnya. "Apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya terjebak di sini."
Pria tua itu memejamkan mata sejenak, memainkan satu nada lembut pada serulingnya. "Kau tidak terjebak. Kau sedang ditempa. Hutan ini adalah gurumu. Dan aku... aku bisa menjadi pemandumu." Ia membuka matanya, menatap Thanzi dengan intensitas yang lebih besar. "Kau memiliki potensi untuk menguasai Seruling Giok Hitam ini, potensi untuk mengubah dunia yang telah tertulis. Tapi itu akan membutuhkan pengorbanan, latihan yang tak terbayangkan, dan keberanian untuk menghadapi takdirmu sendiri."
"Apa yang Anda tawarkan?" Thanzi bertanya, nadanya penuh perhitungan. Ia tidak mudah percaya.
"Pengetahuan," jawab pria tua itu singkat. "Pengetahuan tentang mana, tentang ilusi, tentang bagaimana mengendalikan resonansi jiwa, dan tentang rahasia Seruling Giok Hitam. Aku akan membantumu menguasai kekuatanmu, menjadikannya lebih dari sekadar umpan bagi monster." Ia menunjuk ke reruntuhan di sekitar mereka. "Di sini, di Kuil Bulan yang terlupakan ini, kau akan menemukan jalanmu. Asalkan kau rela berlatih hingga ke tulang, hingga batas terakhirmu."
Thanzi memandangi reruntuhan, lalu kembali menatap pria tua itu. Sebuah kesempatan. Sebuah jalan keluar. Sebuah peningkatan kekuatan yang nyata. Dan yang terpenting, petunjuk mengenai Seruling Giok Hitam yang bisa mengubah takdirnya.
"Baik," Thanzi mengangguk perlahan, tekad terpancar dari matanya. "Aku setuju."
Pria tua itu tersenyum puas. "Bagus. Kita punya banyak pekerjaan. Tapi pertama-tama," ia menunjuk ke bahu Thanzi yang masih memar, "mari kita obati luka-lukamu dan dapatkan makanan yang layak. Hutan ini mungkin kejam, tetapi ia juga menyediakan."
Malam itu, di reruntuhan Kuil Bulan yang kuno, di bawah tatapan bintang-bintang yang berkilauan di antara celah kanopi, Thanzi merasakan secercah harapan. Ia tidak lagi sendirian. Dan perjalanannya untuk mengubah takdir, baru saja mendapatkan sekutu yang tak terduga.