Key, gadis kota yang terpaksa pindah ke kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan ayahnya. Hal itu disebabkan karena kebangkrutan, yang sedang menimpa bisnis keluarga.
Misteri demi misteri mulai bermunculan di sana. Termasuk kemampuannya yang mulai terasah ketika bertemu makhluk tak kasat mata. Bahkan rasa penasaran selalu membuatnya ingin membantu mereka. Terutama misteri tentang wanita berkebaya putih, yang ternyata berhubungan dengan masa lalu ayahnya.
Akankah dia bisa bertahan di desa tertinggal, yang jauh dari kehidupan dia sebelumnya? Dan apakah dia sanggup memecahkan misterinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kiya cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buku Harian part 1
"Ini kamar Yuni, bu. Masih belum sempat membereskan, maaf berantakan. Saya jg belum ingin membereskannya, supaya masih terasa ada Yuni di sini. Huaaa..... " ucap bu Siti kembali menangis hingga tak kuasa menahan berat tubuhnya dan pingsan.
Kami dibantu para tetangga yang masih ada, mengangkat Bu Siti untuk dibaringkan di kamar Mbak Yuni. Bu Marni segera mencari minyak angin untuk membuatnya siuman. Sedangkan aku dan Nisa mencari petunjuk lain di kamar ini.
"Eh, Nis. Kira-kira, apa ya yang bisa kita temukan di sini? Bingung mo mulai dari mana?"
"Ehm, sepertinya aku pernah lihat dia lagi nulis kayak buku harian gitu. Mungkin kita bisa menemukan jawabannya dari situ." jawab Nisa.
"Tapi di sini ada beberapa rak buku warna-warni, yang jumlah bukunya juga gak cuma banyak tapi buaanyaaaak buanget." ucap ku sedikit hiperbola.
"Kayaknya saya harus mencari Yuni lagi ini biar memberi petunjuk. Kemana perginya ya? Bye Key, bye Nisa!" pamit Bella tanpa menunggu jawaban dari kami, dan dia sudah menghilang entah kemana.
"Eh, bentar deh." kataku sambil membuka galeri dari hp.
Aku seperti melihat tulisan di bangku perpustakaan tadi, yang sengaja ku foto karena tidak tau maksudnya. Setelah ku perbesar, nampak sebuah coretan di bangku dalam foto tersebut.
'hidupku dalam warna dan angka favoritku.'
"Nah, Nis kamu tau nggak warna dan angka favorit mbak Yuni. Mungkin maksudnya 'hidupku' itu adalah 'buku hariannya'. Anak bahasa ribet bener ya, kenapa gak ditulis aja langsung." kataku sambil menggaruk kepala yang tak terasa gatal.
"Oh, mungkin warna favoritnya hijau. Karena hampir semua barang di kamar ini juga warna nya hijau kan" ucap Nisa masih menganalisa keadaan sekitarnya.
"Bener juga ya, kamar ini memang berwana-warni tapi barang-barangnya lebih banyak warna hijau. Trus angka kesukaannya apa ya?"
Tiba-tiba, poster di dinding jatuh dan kamipun mendekatinya. Di situ tertulis petunjuk baru. Mungkin Mbak Yuni atau Bella yang sengaja menjatuhkan.
'To be number one'
Dengan gambar ada seorang anak, yang berdiri di puncak sebuah gunung sambil mengacungkan satu jari telunjuk kanannya, dan bendera dengan tulisan 'merdeka' ditangan kirinya.
Kami berdua saling berpandangan, dan segera menuju lemari buku warna hijau dan mencari di rak partama. Aku mulai dari sebelah kanan, sedangkan Nisa dari sebelah kiri.
"Nah, ini dia. Ini buku harian Mbak Yuni kayaknya?" ucapku sedikit berteriak kegirangan, tanpa sadar mengagetkan semuanya. Termasuk Bu Marni dan Bu Siti yang baru sadar dari pingsannya.
"Ada apa, Key? Kamu menemukan sesuatu?" tanya Bu Marni yang masih duduk di sebelah Bu Siti yang masih terbaring lemah.
"Ini bu, sepertinya buku harian." jawabku perlahan supaya tidak membuat terkejut lagi.
"Ya sudah, kalian baca dulu. Bu Siti, ikhlaskan ya. Berdoa saja, agar bisa membuat Yuni tenang di alamnya." Bu Marni melanjutkan menenangkan Bu Siti, yang masih menangisi kepergian Mbak Yuni.
"Iya, bu. Kami akan memberitahu lagi kalau ada hal baru yang kami temukan. Bu Siti, tolong setelah ini ikhlaskan Mbak Yuni. Kasian kalau tidak bisa tenang menuju alam barunya." ucapku yang tiba-tiba melihat samar sosok mbak Yuni, di sebelah tempat tidur yang berlawanan dengan tempat Bu Marni duduk. Dia terlihat menitikkan air mata melihat ke arah ibunya.