Misteri Di Desa Tertinggal (1st & 2nd G)
****
Terima kasih untuk semua pembaca, maupun calon pembaca cerita ini, yang sudah mencapai jutaan view sampai hari ini. Karena dukungan kalian, akhirnya novel pertamaku bisa dipinang penerbit untuk dicetak menjadi sebuah buku. Yang pasti isinya lebih menarik, karena langsung ke inti ceritanya saja. Jadi, cussss..... Order buku cetaknya ke instagram penerbit @maple.media atau penulisnya @makmak871.
Lope-lope sekebon💕💕💕💕 buat semua dukungannya, baik dari like, vote, komentar, yang selalu memberi semangat untuk terus berkarya. Karena tanpa kalian, cerita ini akan sia-sia saja. Maaf kalau blm bisa membalas semua komentar dari kalian semua. Tapi akan diusahakan membaca setiap komentarnya.
Kiya Cahya always love you, all...... 😘😘😘😘
****
Namaku Keysa, dan semua orang sering memanggilku 'Key' saja, untuk memudahkannya. Aku memiliki adik kecil yang bernama Mia, 6 tahun umurnya.
Kami merupakan keluarga bahagia, dengan materi yang berlimpah sebelumnya. Sampai suatu saat, papa mengumpulkan kami dan mengumumkan hal buruk yang sedang menimpa keluarga.
"Ma, Kakak, Adik..... Maaf! Besok kita harus pulang ke kampung halaman. Tempat papa dulu lahir dan dibesarkan."
"Maksudnya?" tanyaku yang masih bingung menerimanya.
"Kita akan menetap di sana. Selamanya!" ucap papa terlihat banyak beban penyesalan di matanya.
"Tapi kenapa, Pa?"
"Karena mulai besok, rumah ini sudah bukan milik kita lagi."
'Duuaaarrrr.....'
Seperti ada ledakan di dada rasanya. Saat papa mulai menjelaskan, tentang kebangkrutan yang diakibatkan penipuan oleh sahabatnya.
****
Sore ini, kami sudah mulai meninggalkan kemewahan yang selama ini kami rasakan. Hanya membawa baju ganti, dan mobil sebagai satu-satunya harta paling berharga.
Papa bercerita tentang keadaan di sana, yang masih jauh dari kota. Bahkan berbeda proviinsi dengan tempat tinggalku sebelumnya.
Selama di perjalanan, papa yang paling banyak bicara. Masih menurutnya, beliau merantau ke kota untuk membanggakan orang tua. Juga memperbaiki kualitas hidupnya.
Namun setelah orang tua papa, atau kakek-nenekku tiada, papa sudah enggan lagi pulang ke desa. Tak ada lagi yang membuatnya tertarik untuk pulang ke kampung halamannya. Sampai saat ini tiba.
Tak terasa, sembilan jam sudah berlalu. Jalanan yang kami lewati juga mulai memasuki hutan. Meski lelah, aku tetap berusaha tersenyum untuk papa.
"Masih lama, Pa?" tanya Mia terlihat sangat lelah.
"Tidak, Nak! Setelah keluar hutan ini, kita akan menemukan sebuah desa. Dan di desa itulah tempat tinggal kita."
"Papa sudah menghubungi mbah Marto, adik dari nenekmu. Sementara kita akan tinggal di rumah beliau, sampai rumah kita benar-benar bisa dijadikan tempat tinggal. Maaf ya, Nak!," lanjut papa masih terus menunjukkan penyesalan.
"Tak apa, Pa. Kita justru akan dapat pengalaman baru di sana. Ya 'kan, Mia?" tanyaku berusaha menerimanya.
Sepertinya Mia sudah paham semuanya. Dia hanya mengangguk dan tersenyum, supaya papa tak bertambah kecewa.
Untuk menghilangkan rasa penat dan lelah, ku ajak Mia bernyanyi lagu yang sering kami dengar bersama. Tapi tiba-tiba, dari jauh terlihat samar-samar seorang wanita berkebaya. Dia menggunakan atasan putih, dan bawahan kain jarit seperti pengantin pada umumnya.
"Jam setengah sebelas malam? Kenapa dia jalan sendirian? Di sekitar hutan pula!" gumamku lirih seorang diri.
Perlahan, mobil kami mulai melewati. Tapi masih terus ku amati.
"Hahh? Apa dia tersenyum ke arahku ya?" kembali lirih bibirku mengucap sendiri.
Dalam hati pikiranku mulai bergerilya. Memikirkan tentang dia, yang tersenyum ke arahku meski tertutup kaca. Padahal seharusnya keberadaan kami di dalam, tak bisa terlihat dari tempatnya.
'Tiiiiinn.... Tiiiiiin..... Tiiiiiiiin....... "
Bunyi klakson papa mengagetkan lamunanku tentang wanita yang tak biasa. Berani berjalan sendiri, di tengah hutan yang gelap gulita. Tapi aku coba berpikir positif, meski sepertinya hanya aku saja yang melihatnya.
" Papa kenapa klakson tadi? " tamya Mia sudah mewakili pikiranku saat ini.
"Oh.... Cuma mitos. Turuti saja selama tak merugikan kita," jelas papa.
Lelah membuat kami tak ingin bertanya lebih jauh malam ini. Tak ada percakapan, sampai jajaran pohon tinggi sudah kami lewati. Mulai masuk ke sebuah desa, yang sepi sekali.
Satu jam berlalu dari terakhir kali ku lihat tadi. Tepat saat mobil mulai berhenti, di depan halaman sebuah rumah sederhana tapi terasa nyaman dam asri. Kemudian seorang laki-laki tua keluar dari dalam, menyambut kami.
"Selamat malam, Lek Marto. Maaf mengganggu waktu istirahatnya," ucap papa mendekati lelaki tersebut, sambil mengajak kami.
"Tidak apa-apa, Le. Ini semua keluargamu?"
Senyum hangat terpancar dari wajah tua yang sedikit menghitam karena paparan sinar matahari yang cukup lama.
"Iya, Lek Marto. Perkenalkan, ini istriku Dina, anak pertamaku Keysa, dan anak keduaku Miranda."
Kamipun bergantian bersalaman, disertai mencium tangannya sebagai rasa hormat kami kepadanya. Sesaat kemudian, keluar seorang ibu tua yang memakai jarit mempersilahkan kami masuk ke dalam untuk beristirahat. Lek Nah, nama yang papa panggil untuknya. Dan kamipun kembali bergantian bersalaman dengannya.
"Berangkat jam berapa? Yang sabar ya, dibalik cobaan pasti ada hikmahnya. Ikhlaskan semuanya, toh rumah orangtuamu juga sudah 17 tahunan tidak terpakai," jelas mbah Nah, sebutanku untuknya.
"Tadi siang, Lek Nah. Aku sudah ikhlas."
"Ya sudah, ceritanya lanjut besok. Sekarang istirahat dulu di kamar depan."
"Trimakasih. Maaf merepotkan," ucap papa.
Kamipun masuk bersama ke kamar tamu yang berukuran 4x4 meter, dengan jendela dan pintu yang terbuat dari kayu jati. Rumah mbah Marto cukup besar, bila dibandingkan dengan rumah tetangga yang jaraknya sekitar 200 meter.
Papa bercerita saat mulai merantau ketika berumur 19 tahun, dan 2 tahun setelah itu orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat akan mengunjunginya. Maka dari itu, papa enggan pulang kampung karena merasa bersalah atas meninggalnya nenek dan kakek. Terlebih setelah menikah dengan mama, wanita tangguh yatim piatu yang dari lahir sudah hidup di panti asuhan.
Mereka berdua merintis usaha bersama, sampai bisa mendirikan sebuah pabrik tekstil besar di Ibukota. Hingga akhirnya dihancurkan oleh sahabat papa sendiri. Sahabat yang dikenal papa saat pertama mengenal Jakarta.
Setelah lelah bercerita, kamipun mulai untuk tidur bersama. Tetapi entah kenapa, mata ini sulit terpejam. Seperti ada seseorang yang mengawasi dari balik jendela kayu itu.
Sepertinya semua sudah terlelap, kecuali aku. Jadi, kuberanikan diri untuk mendekati jendela itu. Mengintip dari celah kecilnya, aku melihat seperti sosok wanita berkebaya putih dengan bercak darah yang menetes dari lehernya, sedang berdiri di depan jendela disertai senyum manisnya.
Akupun mundur teratur untuk kembali ke tempat tidur. Tapi sebelum mencapainya, aku mendengar ketukan di jendela itu.
Tok.... Tok... Tok...
Suaranya lambat tapi pasti. Membuatku bergidik ngeri, dan mencoba teriak untuk membangunkan mama. Tapi mereka tidak mendengarku, dan aku tak bisa bergerak lagi.
"Ma.. Mama..., Papa..., Miaaaaaa", teriakku yng akhirnya bisa membangunkan salah satu dari mereka.
"Ada apa, Kakak?"
Aku yang langsung bisa lari, memeluknya sambil memejamkan mata. Tapi tidak mungkin kuceritakan kepadanya, karena kurasa dia belum cukup umur untuk mengetahuinya.
"Ohh, tidak apa-apa. Tadi Kakak lihat ada serangga di atasmu, jadi Kakak membangunkanmu. Maaf ya Mia!" ucapku membohonginya.
"Apa karena Tante yang kita temui di tengah hutan tadi, Kak?"
"Darimana kamu tahu?"
"Mia juga lihat. Tapi karena Mia kira kalian tidak ada yang tahu, jadi Mia diam saja."
"Hahh, apa kamu bisa melihat makhluk seperti itu sebelumnya?"
Mia hanya mengangguk dengan wajah pucat karena ikut merasa takut. Lalu, ketukan jendela terdengar lagi diiringi suara tangis lirih seorang perempuan. Tangisan yang menyayat hati, disertai rintihan kecil
"Tulooong, tulungono akuuuu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Oneng Satrio
njaluk tulong opo mbakyu... kene lungguh kene... 😱😱😱... aq mrinding dewe....
2024-12-05
0
Minartie
menarik
2024-12-02
0
Aisyah Azka
aduh mana malam pula baca cerita ini jadi takut kalo kebelet ke kamar mandi sendirian sedangkan suami masih kerja pulang nya besok mana di rumah cuman berdua saya dan anak saya masih kecil
2024-08-09
2