Di hari ketika dunia runtuh oleh Virus X-Z, kota berubah menjadi neraka. Zombie berkeliaran, manusia bertahan mati-matian, dan pemerintahan hancur dalam hitungan jam.
Di tengah kekacauan itu, Raka, seorang pria yang seluruh hidupnya terasa biasa, tiba-tiba mendapatkan Zombie Hunter System—sebuah sistem misterius yang memungkinkannya melihat level setiap zombie, meningkatkan skill, dan meng-upgrade segala benda yang ia sentuh.
Saat menyelamatkan seorang wanita bernama Alya, keduanya terjebak dalam situasi hidup-mati yang memaksa mereka bekerja sama. Alya yang awalnya keras kepala perlahan melihat bahwa Raka bukan lagi “orang biasa”, tetapi harapan terakhir di dunia yang hancur.
Dengan sistemnya, Raka menemukan kendaraan butut yang bisa di-upgrade menjadi Bus Tempur Sistem:
Memperbesar ukuran hingga seperti bus lapis baja
Turret otomatis
Armor regeneratif
Mode penyimpanan seperti game
Dan fitur rahasia yang hanya aktif ketika Raka melindungi orang yang ia anggap “pasangan hidup”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Yudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bus Tempur yang Membangunkan Kota Mati
Rumput liar yang tumbuh di celah-celah beton runtuh bergetar ketika bus tempur itu keluar dari dalam gedung logistik yang sudah setengah hancur. Cahaya biru yang mengalir di sisi kendaraan berpendar liar, menerangi dinding retak dengan kilau listrik yang menakutkan.
Alya terpana saat bus tempur itu berhenti di tengah jalan, bodi raksasanya berkilat seperti baja hidup. Ban setinggi pinggang manusia. Lampu depannya menyerupai mata binatang yang baru bangun dari tidur panjang. Bukan lagi mobil biasa. Ini monster mekanik.
“Raka…” Alya masih tidak percaya. “Ini beneran kendaraan kita?”
Raka memegang setir dengan erat namun ekspresinya tetap tenang, hanya bibirnya sedikit terangkat. “Kita nggak cuma naik kendaraan… kita naik senjata.”
Tercampur takjub dan takut. “Senjata yang bisa jalan!”
Tiba-tiba DUUUK!
Bus tempur itu berguncang sedikit.
Zombie mutasi tadi—yang tubuhnya penuh otot dan mata hijau menyala—lagi-lagi memukul bodi bus dari luar.
Alya langsung menegang. “Dia masih ngejar?!”
“Dia yang cari mati.”
Raka menekan tombol besar berlogo kilat di samping layar panel.
> [Skill Aktif: Lightning Burst]
“Pegangan!” seru Raka.
Alya refleks mencengkeram kursi.
Dalam sekejap, cahaya biru dari seluruh permukaan bus terkumpul ke bagian bawah. Listrik menyebar seperti ular-ular cahaya. Lalu—
ZRAAAAKKK!
Gelombang listrik menyebar melingkar dari bus. Udara bergetar. Bau ozon menusuk hidung. Tanah menghitam. Zombie mutasi itu terpental ke belakang dan terkapar, tubuhnya mengeluarkan asap dari bekas sengatan.
Alya langsung terbelalak. “Raka… sumpah ini OP banget!”
“Makanya gue bilang, ini senjata.”
Zombie mutasi itu masih bergerak sedikit, berusaha bangun, tapi kesadarannya tampak goyah.
Raka memasukkan gigi, lalu mengemudikan bus itu maju.
“Raka… mau ngapain?”
“Menyelesaikan.”
Ban besar bus itu menghantam tanah keras—dan kemudian menghantam kepala zombie mutasi itu.
BRUAAAKK!
Alya menutup mulutnya, ngeri sekaligus puas. “Itu… brutal… tapi bagus.”
“Perjalanan kita nggak boleh berhenti cuma gara-gara satu monster.”
Bus tempur bergerak meninggalkan gedung itu, menembus malam gelap menuju jalanan yang lebih besar.
Kota itu benar-benar mati. Lampu-lampu jalan sudah tak berfungsi sejak hari pertama kiamat. Bangunan-bangunan yang dulu naik megah kini jadi bayangan gelap. Mobil-mobil terbengkalai, beberapa terbalik. Toko-toko pecah kacanya. Poster-poster lama tertiup angin.
Alya menatapnya dari jendela besar bus. “Kadang gue masih nggak percaya dunia berubah secepat ini.”
“Daripada percaya atau nggak percaya,” jawab Raka, “lebih baik siap.”
Alya menunduk. “Iya…”
Tapi sebelum suasana berubah muram, panel sistem bus berbunyi.
> [Pemberitahuan: Ada titik energi System terdeteksi 1,4 km dari lokasi.]
Alya mengernyit. “Energi System lagi? Cepet banget kita nemunya.”
“Bisa jadi area ini dulunya pusat riset pemerintah.” Raka memutar setir, mengikuti arah radar. “Kalau ada module lagi, kendaraan kita bisa naik level lebih cepat.”
Alya menatap panel kecil itu. “Kendaraan ini udah kayak boss dungeon, Raka.”
“Belum.” Raka tersenyum kecil. “Tapi bakalan.”
Alya menelan ludah. “Bahaya nggak?”
“Jelas bahaya.”
“Gue ikut.”
Raka menoleh sebentar, mata mereka bertemu. “Gue tahu.”
Jalan menuju titik energi semakin sempit. Banyak kendaraan berserakan yang menghalangi. Namun bus tempur dengan mudah menyingkirkan semuanya. Ketika ada mobil sedan yang menutup jalan, Raka menginjak gas sedikit.
DUUUK!
Mobil itu terpental ke samping seperti mainan plastik.
Alya menegang. “Raka… ini… terlalu satisfying.”
“Jangan terbiasa,” kata Raka. “Nanti keterusan.”
“Udah keterusan dari bab 10 kayaknya,” celetuk Alya.
Raka tertawa kecil. “Ya… itu juga.”
Namun canda mereka berhenti tiba-tiba ketika bus memasuki area terbuka besar—sebuah lapangan parkir luas yang menghadap gedung rumah sakit besar yang sudah hancur sebagian.
Alya langsung merasa tidak nyaman. “Rumah sakit… Raka, tempat kayak gini biasanya banyak zombie.”
“Benar.”
Dan seolah menegaskan ucapan Raka, suara geraman muncul dari kegelapan.
Banyak.
Alya menegang. “Raka…”
Puluhan mata merah menyala satu per satu dari balik reruntuhan. Kemudian ratusan. Suara kaki. Suara napas. Suara daging diseret. Mereka keluar dari segala arah. Lantai parkir bergetar pelan oleh langkah mereka.
“Koloni…” ujar Raka, wajahnya serius.
Alya merapatkan tubuh, memegang senjatanya. “Kita dikepung?”
Raka menekan tombol di panel.
> [Mode Pertahanan Bus: AKTIF]
Bodi bus itu berubah sedikit, lapisan pelindung tambahan muncul dari dalam seperti armor transformasi.
Alya terperangah. “Bus kita… berubah bentuk lagi?”
“Mode bertahan.”
Zombie-zombie itu mulai mendekat, merayap, berlari, melompat dari segala arah.
Raka menarik napas. “Alya, siap tembak dari jendela kanan. Gue fokus maju.”
“Siap!”
Zombie pertama melompat ke sisi kanan bus. Alya langsung membuka jendela kecil yang bisa dipakai sebagai lubang tembak dan menembak tepat ke kepalanya.
DOR!
Zombie itu jatuh ke tanah.
Alya mengisi ulang peluru. “Ayo! Masih banyak!”
Zombie-zombie lain mendekat dari depan. Raka mengarahkan bus itu dan menginjak gas. Ban raksasa menghantam gerombolan zombie, tubuh mereka hancur berhamburan.
BRRRAAAAK! BRUUK! KRAAAK!
Alya menjerit kecil. “Ini bus apa tank?!”
“Tank biru,” jawab Raka singkat.
Zombie mulai memanjat sisi bus. Ada tiga, lima, lalu delapan. Mereka berusaha masuk lewat kaca kecil.
Alya menembak dua, lalu menendang kaca pengaman untuk menutup lebih rapat. “Raka! Mereka panjat!”
“Pegangan.”
Raka menekan tombol merah.
> [Skill: Shock Field – AKTIF]
Seluruh bus mengeluarkan gelombang listrik yang lebih pendek dari Lightning Burst tapi terus menerus.
Zombie yang menempel di sisi bus kejang, berasap, lalu jatuh satu per satu ke tanah.
Alya menghela napas, setengah kaget, setengah lega. “Skill-nya banyak banget. Kita kaya cheat.”
“Kita butuh semua ini kalau mau hidup.”
Zombie terus berdatangan. Ratusan.
Raka mengarahkan bus ke arah tangga darurat rumah sakit. Ada celah sempit menuju bagian dalam gedung yang runtuh.
“Raka, serius? Mau masuk rumah sakit?”
“Kita harus cari sumber energinya. Radarnya ngarah ke sana.”
Alya memegang dashboard. “Ini bakal bahaya banget…”
Raka menatap ke depan tanpa ragu. “Bukannya semuanya memang bahaya sejak awal?”
Alya terdiam, lalu tersenyum letih. “Iya juga.”
Bus besar itu memaksa masuk ke celah reruntuhan, menghancurkan beton kecil dan meratakan pintu yang menghalangi.
Begitu mereka masuk… suasana berubah drastis.
Gelap. Senyap. Seperti ruangan yang menunggu sesuatu.
Layar panel berbunyi lagi.
> [Peringatan: Energi tinggi terdeteksi. Jarak: 120 meter.]
Alya menelan ludah. “Energi apa ini? Kayak lebih kuat dari Blue Core tadi…”
Raka memperlambat bus. “Apapun itu, kita harus ambil sebelum zombie lain bereaksi.”
Alya mengangguk pelan. “Yuk… kita akhiri ini.”
Bus bergerak maju perlahan di antara lorong rumah sakit yang panjang dan gelap.
Alya merasakan bulu kuduknya berdiri. “Raka… kamu dengar itu?”
Raka memperhatikan suara samar di kejauhan.
Suara yang bukan zombie.
Suara… seperti seseorang… atau sesuatu… menarik napas dalam-dalam.
Diikuti suara ketukan lambat.
Tok… tok… tok…
Alya menggenggam senjatanya lebih kuat, wajahnya pucat.
“Raka…”
Raka menatap ke depan, mata sedikit menyipit.
“Ada sesuatu di sini…”
Dan bus berhenti.
Di ujung lorong.
Tepat dijaga oleh bayangan besar.
semangat thor