Lin Feng, seorang Pendekar Langit yang dihormati di seluruh Dunia Langit Surgawi, berhasil mencapai pencapaian legendaris: membangkitkan Seni Pedara Naga Terbang, teknik kuno yang hilang yang mampu membuka Gerbang Surgawi. Namun, kesuksesannya justru menjadi bumerang. Kaisar Langit Xuan, penguasa dunia, diliputi keserakahan dan rasa iri, merancang konspirasi keji untuk mencuri kekuatan Lin Feng—kekuatan yang hanya bisa diambil dengan membunuh pemiliknya.
Dijebak, difitnah sebagai pengkhianat, dan disiksa di penjara paling kelam, Gua Pengasingan Langit, Lin Feng menyaksikan hidupnya hancur berantakan. Bahkan Mei Ling, istri yang dicintainya, dirampas dan dijadikan selir oleh Pangeran Ke-7. Dalam detik-detik terakhir sebelum ajal menjemput, hati Lin Feng dipenuhi amarah dan penyesalan yang mendalam.
"Jika ada kehidupan lain... aku akan membalaskan semuanya!"
Namun, kematian bukanlah akhir baginya. Roda takdir berputar dengan cara yang tak terduga. Jiwa Lin Feng yang penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wee nakk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mata Langit yang Terbangun
Di tengah hiruk-pikuk Kota Lembah Naga yang megah, **Lin Feng** dan keluarganya tampak seperti titik kecil yang terlempar dari dunia lain.
Pakaian mereka lusuh, warna kain memudar, dan penampilan mereka tak lebih baik dibanding pengemis yang berkeliaran di sudut-sudut kota.
Orang-orang yang lewat memandang rendah tanpa sungkan.
Lin Feng baru sadar… itu bukan tatapan kebetulan.
Di sini, penduduk kota memandang desa seperti lumpur yang harus dihindari.
Begitu mereka berhenti di depan sebuah bangunan besar penuh sayuran dan keranjang perdagangan, seorang pria bertubuh gemuk dengan wajah masam berdiri di pintu. Dia adalah pemilik gudang sayuran itu, dan dari tatapan sombongnya, sudah jelas bahwa dia bukan seseorang yang ramah.
“Gerobak kubis ini? Hmph… seratus koin emas saja. Itu sudah mahal untuk petani desa,” ujarnya angkuh tanpa melihat wajah **Lin Tao**, seolah ayah Lin Feng hanyalah angin.
Lin Tao tetap tersenyum ramah. “Tuan, kubis-kubis ini baru dipanen pagi. Segar dan berkualitas. Bisakah harganya sedikit dinaikkan?”
Pria itu mendengus.
“Tak ada tawar-menawar! Kalau tidak suka, pergilah! Kota ini bukan tempat untuk pengemis!”
Xin Qian menggigit bibir, menunduk dalam. Lin Feng dapat merasakan jantung kakaknya berdegup kencang—campuran malu, marah, dan kecewa.
“Ayah selalu diperlakukan begini…?” Lin Feng bertanya lirih, matanya menyapu sekitar.
Xin Qian menjawab pelan, “Orang kota selalu memandang rendah penduduk desa. Bahkan yang miskin sekalipun merasa lebih tinggi daripada kita.”
Lin Feng mengepalkan tangan.
Dia adalah orang yang pernah mengguncang langit, seorang Pendekar Langit yang membuat ribuan ahli gemetar di kehidupan lalu. Namun di kehidupan ini… keluarganya bahkan tidak dihargai sebagai manusia.
Geram itu naik perlahan…
mengalir dari dada menuju matanya.
Pria pemilik gudang tiba-tiba menatap Lin Feng dan berteriak,
“Dan kau! Anak kampung! Hentikan tatapanmu! Kau pikir kau siapa—”
Tapi kata-katanya terhenti.
Lin Feng tidak membalas dengan kata. Hanya sebuah tatapan… tatapan dingin bagai pedang surgawi.
**Dan dunia pria itu runtuh dalam sekejap.**
---
Dalam pandangan si pemilik gudang, tiba-tiba ia berada di tengah danau darah. Ombak merah gelap menghantam tubuhnya, memenuhi hidung dan mulutnya dengan bau besi menyengat.
Tiba-tiba kedua tangannya terpasung di atas papan kayu. Ia tidak bisa bergerak.
“A-apa ini…?!”
Dari balik kabut merah, muncul sosok bertudung hitam dengan aura yang begitu berat hingga dunia pun seperti berlutut. Sosok itu menatapnya tanpa wajah—hanya sepasang mata emas yang bersinar dingin.
“Beraninya kau merendahkan keluarga ini…” suara itu bergema, dalam, meretakkan udara.
“Rasakan… hukuman Langit.”
Sosok itu menghunus pedang panjang.
“Ti—tidak!!”
Jeritan pria itu bergema sepanjang dunia ilusi ketika pedang itu turun berkali-kali menghantam tubuhnya…
---
Di dunia nyata, semuanya terjadi hanya dalam detik.
Pria pemilik gudang mendadak jatuh tersungkur, mulutnya berbusa, matanya terbalik hingga hanya putihnya yang terlihat.
Lin Tao sontak terkejut dan berusaha menolongnya.
“Tuan! Tuan! Apa yang terjadi?!”
Tak ada jawaban.
Pria itu seperti kehilangan seluruh jiwanya.
Lin Feng menarik napas pendek, pupil matanya perlahan kembali normal—dari emas yang menyala menjadi hitam gelap seperti sebelumnya.
“Dia hanya pingsan,” kata Lin Feng datar. “Beberapa hari lagi mungkin baru sadar.”
Xin Qian menatap adiknya lekat-lekat, merinding dari ujung kaki hingga kepala.
‘Apakah… tadi itu kekuatan Lin Feng?’
Tak lama, beberapa pekerja gudang datang, membawa si pemilik ke dalam tanpa tanya apa pun. Seorang penjual pengganti kemudian menghampiri mereka.
“Tuan… kubis ini sangat bagus. Bagaimana kalau… dua ratus koin emas?”
Lin Tao membelalakkan mata.
Itu dua kali lipat harga sebelumnya!
Namun dia tidak menolak. Dengan hati-hati, ia menerima pembayaran itu.
Ketika mereka keluar dari gudang, Lin Tao berhenti lalu menatap Lin Feng tajam—bukan marah, tapi tegas.
“Feng… itu tadi pekerjaanmu, bukan?”
Lin Feng tidak menyangkal.
Lin Tao menghela napas dalam. “Feng, dengarkan ayah baik-baik. Serangan jiwa… sangat berbahaya jika digunakan pada orang biasa. Mereka bukan kultivator. Kekuatan seperti itu bisa membuat mereka kehilangan akal selamanya.”
Lin Feng menunduk sedikit.
“Aku hanya tidak menyukai cara dia memperlakukan ayah.”
“Ayah tahu,” jawab Lin Tao, menepuk bahu putranya. “Tapi kekuatan besar harus dikendalikan lebih besar lagi.”
Lin Feng tidak menjawab. Namun tatapan matanya tersenyum tipis.
Karena kini ia memahami sesuatu…
**Kekuatan matanya telah bangkit.**
Sebuah kekuatan yang bahkan di kehidupan sebelumnya ia idam-idamkan.
“**Mata Langit Pembalik Jiwa…**” gumam Lin Feng dalam hati.
“Siapa sangka aku akan membangunkannya di kehidupan ini?”
Aura Pendekar Langit di dalam tubuhnya tertawa puas—sombong, liar, seperti binatang buas yang baru keluar dari kandang setelah seribu tahun.
Lin Tao kemudian menatap kedua anaknya.
“Kita sudah dapat uang. Sekarang ayah ingin membeli kalian pakaian bagus.” Xin Qian tersenyum cerah. “Benarkah ayah?!”
Lin Tao mengangguk. “Tentu. Sudah waktunya kalian terlihat seperti anak dari keluarga terhormat.”
Lin Feng ikut melangkah. Diam, namun senyum kecil tergambar di bibirnya.
di sebelah udah ampe jauh bgt ini ceritanya