Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.
Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?
Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Dia Istriku
"Loh, bukannya itu Tuan?"
Dua pemuda tiba-tiba menghentikan mobilnya kala melihat sosok pria yang memiliki kemiripan dengan atasan mereka. Mereka begitu yakin kalau orang yang dilihatnya itu benar-benar Adrian, atasannya.
"Iya benar, dia itu Tuan Adrian. Berarti majikan kita masih hidup. Syukurlah kalau begitu. Bahkan semua orang sudah yakin kalau beliau sudah meninggal. Sungguh ini mukjizat kuasa Allah, kita bisa berjumpa lagi dengan beliau."
Dua pemuda itu nampak bahagia melihat orang yang dicarinya dalam kondisi sehat tanpa adanya kecacatan. Mereka pikir bosnya sudah meninggal hanya saja jasadnya masih belum ditemukan dan sampai saat ini masih dalam pencarian.
"Tak disangka ternyata beliau tinggal di daerah ini? Lalu kenapa nggak pulang? Apa dia pikir perusahaan tak membutuhkannya? Bisa-bisanya dia sembunyi di perkampungan."
"Kalau gitu ayo kita samperin dia!"
Setelah meyakini orang yang dicarinya itu benar-benar ada di depan mata, mereka pun segera keluar dari dalam mobil dan langsung mengejarnya. Tak sulit bagi mereka untuk mengejarnya, karena posisi pria itu cukup dekat hanya saja ada di seberang jalan.
"Tuan! Tuan Adrian!"
Pria itu menoleh dengan keningnya mengkerut. "Kalian memanggilku?"
Dengan nafas tersengal-sengal dua pria itu mengangguk. "Syukurlah anda ada di sini. Kenapa anda tidak kembali Tuan? Semua orang sudah menunggu. Apa anda tidak peduli lagi dengan perusahaan?"
Pria di depannya itu nampak kebingungan. Ia bahkan tidak mengenali mereka berdua, selebihnya ia tak tahu perusahaan apa yang mereka maksudkan.
"Kalian itu ngomong apa sih? Perusahaan apa maksud kalian? Aku bahkan tidak mengenali kalian?"
Kedua pria itu saling berpandangan dengan wajah bengong. Mereka sendiri juga bingung, apa sekiranya salah orang? Tapi mereka memiliki keyakinan bahwa orang yang ada di depannya itu orang yang memang tengah dicarinya.
"Anda Tuan Adrian kan?" tanya salah satu dari mereka.
"Bukan! Aku Jaka."
"Hah! Jaka?"
"Anda serius namanya Jaka? Tapi kenapa mirip sekali dengan majikan saya yang hilang? Sumpah anda benar-benar sangat mirip. Biarpun di dunia ini banyak orang yang hampir menyerupai tapi sudah pasti ada ciri-ciri yang membedakannya, tapi anda~~ anda begitu mirip majikan kami."
Jaka diam sembari mengingat-ingat kembali, tapi tetap saja tidak membuatnya bisa mengingat masa lalunya. Namun ada yang janggal, jika dua pemuda itu menyebutnya dengan nama Adrian mungkin ada benarnya, huruf yang ada di liontin kalung yang ia temukan di sungai juga bertuliskan huruf A, atau bisa jadi huruf itu inisial dari nama Adrian.
"Maaf Tuan, kalau boleh tahu di mana tempat tinggal Tuan? Bolehkah kami mampir?"
"Iya Tuan, kebetulan kami dari perjalanan jauh dan butuh tempat beristirahat, sudi kah anda menampung kami?"
Jaka mendengus. "Kalian pikir rumah kami tempat penampungan? Kalau memang kalian datang dari jauh ya cari hotel buat beristirahat, kenapa harus tinggal di rumahku? Maaf, bukannya pelit nggak mau ngasih tampungan buat kalian, tapi rumahku terlalu kecil, lebih baik kalian cari saja tempat lain."
"Tapi Tuan, kami butuh air untuk minum, apakah anda juga tak berkeinginan untuk memberikan sedikit air minum buat kami?"
Jaka bingung, haruskah ia membawa dua pria itu ke tempatnya? Lalu bagaimana dengan tanggapan Sari dan juga Rahmat? Apa mereka bisa menerima mereka dengan baik?" Untuk memutuskan rasanya terlalu sulit, tapi ia juga butuh informasi dari dua pria itu, karena diyakini dua pria tersebut memiliki keterkaitan dengannya.
"Tuan? Bagaimana? Apakah anda mau membantu kami?"
Pemuda itu memang sengaja ingin tahu siapa sosok di depannya saat ini. Dengan bertemu orang-orang di sekelilingnya maka akan terjawab kejanggalannya.
"Ya sudah! Tapi jangan lama-lama ya! Takutnya istriku marah!"
"Hah! Istri? Jadi anda sudah beristri?"
Kedua pria itu terkejut bukan main dengan pengakuannya. Kalau memang pria itu benar benar majikannya yang hilang, tidak seharusnya dia beristri. Atau mungkin ada seseorang yang tengah memanfaatkannya?
"Kenapa kalian terkejut begitu? Ada yang salah jika aku bilang tentang istriku?"
"Ah...., tentu saja tidak Tuan, kami cukup terkejut saja, kami pikir anda masih jejaka, ternyata sudah berkeluarga. Berhubung anda jalan kaki, apa nggak sebaiknya jika kita naik mobil saja, biar lebih cepat sampai."
"Mobil siapa?"
"Ya mobil kami Tuan, maksudnya mobilnya majikan kami. kami membawa mobil dan sekarang kami parkirkan di seberang jalan."
Karena dia sendiri butuh informasi mengenai jati dirinya tak jadi masalah kalaupun harus membawa dua pria itu pulang. Kalaupun Rahmat atau Sari marah tentu ia akan mencoba memberikan penjelasan bahwa dirinya juga butuh informasi mengenai masa lalunya.
"Baiklah, aku mau pulang bersama kalian, tapi kalian sendiri juga harus berjanji, jangan terlalu lama beristirahat di tempat kami. Rumah kami bukanlah tampungan, jadi kumohon tolong hargai aku!"
"Baik Tuan, tentu saja itu tidak masalah buat kami. Kami janji tidak akan berlama-lama di kediaman Tuan."
Berhubung sama-sama butuh informasi akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk pergi bersama.
Di perjalanan menuju perkampungan, dua pemuda itu sedikit demi sedikit mengorek informasi mengenai pria yang diyakini sebagai majikannya. Mereka tak habis pikir, jika benar pria itu memang majikannya lalu kenapa tidak mengenalinya dengan baik? Atau memang dia sedang berpura-pura tidak mengingatnya?
"Tuan asli orang sini?" tanya salah satu dari mereka.
"Enggak! Aku hanyalah pendatang," jawaban jujur.
"Pendatang baru maksudnya?"
"Apakah ada jawaban lain selain pendatang baru?" Jaka cukup geram dengan pertanyaan dua pria itu, berhubung dia sendiri juga butuh informasi ia berusaha untuk tidak terbawa emosi.
"Maaf Tuan, kami tidak bermaksud membuat anda marah. Tapi kalau boleh tahu kenapa Tuan memutuskan untuk tinggal di sini? Maksudnya ini kan daerah pedalaman. Memangnya apa yang bisa Tuan lakukan selama tinggal di sini? Maksudnya apa ada kegiatan yang bisa dilakukan?"
"Kalau di kampung ini tidak ada kegiatan mungkin penduduknya sudah berhamburan keluar untuk cari makan. Dimanapun kita berada tidak ada alasan untuk tidak memiliki kegiatan. Kalau penduduk di sini mayoritas bertani. Semua orang yang ada di sini memiliki kegiatan bertani untuk bisa bertahan hidup."
"Jadi maksud Tuan selama tinggal di sini sudah terjun ke pertanian?"
"Ya, bisa dibilang begitu."
Obrolan mereka terhenti tepat di depan rumah. Kedua pria itu terkejut ketika pria yang diyakini sebagai majikannya itu mengajaknya masuk ke rumah yang berukuran kecil dengan kondisinya sudah usang. Rumah berbilik bambu, apa benar pria itu tinggal di tempat seperti itu, pikirnya masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Terdengar suara cukup berisik, Sari yang semula tengah sibuk di dapur diputuskannya untuk membuka pintu dan memastikan siapa yang sudah datang ke rumahnya. Alisnya mengerut ketika mendapati sang suami tengah mengobrol dengan dua orang pria yang tak dikenalnya.
"Mas Jaka! Mereka ini siapa?" Sari mengamati wajah asing yang belum pernah ditemuinya. Ia penasaran dari mana Jaka mendapatkan teman baru sedangkan dia tidak pernah bergaul dengan pemuda di kampungnya.
Merasa terpanggil Jaka menoleh dan langsung memperkenalkan dua pria itu pada Sari. "Nah, dia itu istriku!"