Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkena guna-guna
Wage yang sudah pernah tirakat, mendekatkan diri kepada Tuhannya, dapat merasakan kode-kode alam, kehadiran makhluk ghaib, kematian dan musibah besar, semua itu tanpa ia sadari.
*
*
"Wulan, mas Arif hanya mencintai kamu." bisik Arif di tengah kelelahan.
"Mas Arif!"
"Mas Arif!"
Di dalam mimpi itu Wulan melihat Arif tersesat, Arif mencari keberadaan Wulan mati-matian tapi tidak menemukannya. Sedangkan Wulan melihat Arif tapi tidak dapat menyentuh dan berbicara kepadanya.
Lelah keduanya berjalan di tempat yang sama tapi tidak saling menemukan. Akhirnya Arif terjatuh ke dalam lubang yang gelap, di dalamnya terdapat ular besar yang melilit dan meremukkan tulangnya.
"Tolooong...!" teriakkan Arif terdengar menggema membuat para burung yang tertidur diatas pohon berlarian.
*
*
"Bagaimana Mbah?"
Sosok yang dipanggil Mbah itu menoleh dengan lirikan tajam.
"Masuk. Aku sudah berhasil memasukkan guna-guna ku yang pertama." Sosok laki-laki bungkuk itu terkekeh sambil menekan-nekan tongkatnya.
"Benarkah Mbah? Lalu, bagaimana reaksinya Mbah? Apakah dia akan meninggalkan Wulan sialan itu?" tanya Sarinah penasaran.
"Hahahaha..." Sosok Mbah Bongkok itu tertawa terbahak-bahak. " Kau pikir kau akan mendapatkan cintanya?" dia kembali tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu, habisi saja perempuan itu!" kata Sarinah, dia tersenyum sinis penuh kejahatan.
"Bodoh! Itu sama saja dengan cari mati!" jawab Mbah Bongkok itu.
"Dia hanya anak kecil Mbah! Tanpa ilmu dan kepandaian apapun! Bahkan dia itu seperti gadis tidak waras yang sering sakit-sakitan karena guna-guna yang di kirimkan ibu." jawab Sarinah.
"Hikhikhik...." Mbah Bongkok itu terkekeh, duduk di tikar pandan yang lusuh sambil mengunyah sirih bercampur kemenyan. "Dia sakit bukan karena guna-gunamu, tapi karena pelindungnya yang bertarung melawan guna-guna. Bukankah setelah sakit dia kembali baik-baik saja? Dia bukan gadis sembarangan."
"Tidak! Dia hanyalah anak lemah dan bodoh! Harusnya Mbah bisa membunuh dia!" kesal Sarinah.
"Bisa! Asalkan kau bisa memberikan weton dan hari kelahirannya yang benar!" marah Mbah Bongkok.
"Itu sudah benar, aku mengambilnya dari buku harian ibunya!" jelas Sarinah.
"Tidak! Itu bukan wetonnya. Aku yakin sekali ada seseorang yang memberitahu orangtuanya untuk tidak mencatatkan hari kelahiran asli gadis itu. Hari kelahirannya menyimpan sesuatu yang sulit di taklukkan. Kau harus mendapatkannya jika ingin dia mati!" titah Mbah Bongkok kepada Sarinah.
Sarinah mengepalkan tangannya, dia benar-benar bingung dengan data adik sepupunya itu, bahkan dia tahu ijazah Wulan, tapi kenapa wetonnya bisa salah? Ternyata Ratih cukup pintar menyembunyikan kelahiran anaknya. Sebenarnya, weton apa yang di miliki Wulan? Mengapa dia bisa sulit di habisi? Arif saja jebolan pondok berhasil di rasuki guna-guna karena kelalaiannya di malam hari, lalu mengapa Wulan tidak bisa? Bahkan di tengah malam ada kabut tebal melindunginya.
"Apakah, aku bisa mendapatkan Arif?" tanya Sarinah pelan, sungguh dia tidak mau menyakiti Arif, sebenarnya dia ingin menjadi pasangannya.
"Tidak." jawab Mbah Bongkok tanpa basa-basi.
"Tapi aku mau mendapatkan dia Mbah." mohon Sarinah, mana tahu ada jalan keluarnya.
"Bisakah, Arif menjadi bodoh saja dan aku ingin memilikinya?" tanya Sarinah sebelum memulai semedinya.
"Bodoh! Ayahmu yang kaya raya itu tidak berguna ketika sudah menjadi orang bodoh. Dan kau ingin mengulang hal yang sama? Hahahahh!" Mbah Bongkok tertawa terbahak-bahak. "Tanyakan pada ibumu, bagaimana rasanya menikah dengan pria tidak berguna?"
Sarinah pun hanya menutup matanya sambil terisak sedih. Bayang-bayang Wulan menikah dengan Arif sungguh menyakiti hatinya.
Sedangkan di rumah Arif, pria itu sedang merasa tidak enak badan sejak dua hari lalu. Ia terus bertasbih sambil berbaring diatas kasur, entah mengapa rasanya sangat berbeda dengan sakit biasanya. Hatinya merasa sedih tidak tertahankan, tapi tidak tahu apa yang membuatnya sedih demikian.
"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah...." dia beristighfar berkali-kali menghilangkan rasa gelisahnya itu, tapi tetap saja sulit dihilangkan. Jantungnya berdebar-debar, hatinya gelisah, pikirannya sulit di fokuskan untuk mengingat tuhan. "Ada apa sebenarnya?" Arif bergumam heran dengan diri sendiri
"Le, nanti malam acara doa bersama, akad nikahnya tinggal besok. Kamu kok malah sakit." Bu Ratna duduk di bibir ranjang, mengusap kening Arif yang terasa panas.
"Tidak apa-apa Buk, mungkin efek terlalu bahagia karena akan menikahi gadis yang aku cintai." jawab Arif.
"Kamu tidak keluar-keluar rumah kan Le?" tanya ibunya, sejak di peringatkan Wulan ia pun melarang Arif keluar rumah.
"Masak anak laki-laki di pingit Buk, kan Arif sholatnya di mesjid?" Jawab Arif.
Sang ibu hanya bisa mendesah berat, ternyata larangannya memang tak di dengar.
"Ibuk terlalu khawatir, sama kayak Wulan." kata Arif, tersenyum.
"Itu karena ibu menyayangimu. Sama seperti Wulan, dia juga menyayangimu sampai dia setuju untuk menikah di rumah kita, itu karena dia ingin kamu baik-baik saja!" kesal Bu Ratna.
"Aku laki-laki Buk, masak ia Wulan yang ke sini buat nikah sama aku? Tidak sopan."
"Tapi Rif? Wulan saja tidak keberatan?"
"Buk, aku laki-laki. Aku yang akan menikahi Wulan. Ibu jangan terlalu khawatir."
"Benar kata Arif Buk, serahkan saja sama Allah yang maha melindungi. Lagipula anak kita itu sudah cukup mumpuni, masak takut sama hal-hal begituan."
Kalau pak Setyo sudah bicara, Bu Ratna bisa apa. Akhirnya ia hanya bisa pasrah menuruti keinginan kedua pria kesayangannya itu.
Di rumah Wulan, acara doa bersama pun berlangsung dengan baik, utusan dari keluarga Setyo pun datang menyampaikan jika acara akad esok akan dilaksanakan di rumah Wulan seperti rencana awal.
"Tidak! Bukankah sudah sepakat akan menikah di rumahnya mas Arif?" kata Wulan.
"Kamu kenapa Lan, bukankah memang seharusnya menikah di sini, dia yang datang kemari?" kata Rudy.
"Tapi Pak, Wulan sudah bilang kalau_"
"Sudahlah, kamu terlalu takut." Rudy menyetujui akad esok dilaksanakan di rumah Wulan.
Dan ke esokan harinya, pagi-pagi sekali Wulan sudah bersiap karena pukul delapan hari Jumat itu akan dilangsungkan akad. Pukul tujuh Wulan Sudah siap, namun hingga pukul delapan pun calon pengantin pria belum datang juga.
"Kenapa calon pengantinnya belum datang?" bisik-bisik tetangga pun terdengar kasak-kusuk.
"Ini sudah pukul delapan tiga puluh, kenapa keluarga Arif belum datang Nduk? Coba kamu telepon pakai hp adikmu?" pinta Ratih, mulai khawatir.
"Nggeh Bu?" jawab Wulan, ia pun memakai ponsel Jaka, menghubungi pihak keluarga Arif.
"Bagaimana?" tanya Rudy.
"Tidak diangkat Buk." jawab Wulan setengah beberapa kali mencoba.
Hati Wulan semakin gelisah, bukan perihal pernikahan yang terancam batal saja tapi ada hal yang di yakini lebih mengkhawatirkan. Wulan pun akhirnya memutuskan pergi ke rumah Arif.
"Eh, Wulan! Mau kemana?" teriakan Ratih terdengar nyaring melihat anaknya berlari keluar tanpa berpamitan.
"Wulan!" Rudy pun memanggilnya.
"Nyusul ke rumah Arif kali Bulek?"
Nia, Nia hadir di acara pernikahan Wulan itu, tapi tentu bukan cuma hadir, dia ingin tahu bagaimana proses dan gosip yang akan di dapatnya.
Wulan berlarian memakai kebaya putih beserta bunga melati diatas kepalanya, dia tidak peduli berapa banyak orang-orang memanggilnya, dia hanya ingin segera sampai di rumah Arif.
Dia benar-benar takut terjadi sesuatu pada Arif. Semua bayang-bayang mereka bercanda kini seperti kaca yang menghiasi jalanan yang ia lewati, seumur hidupnya dia hanya memiliki Arif yang benar-benar tulus menerimanya.
"Mas, Arif. Kamu harus baik-baik saja." ucap Wulan, Hingga rumah Arif nampak dari kejauhan.
Ramai, tapi mobil yang telah di hias dengan bunga tampak diam di tempat, artinya tidak ada yang akan pergi kemana-mana.
Wulan berjalan semakin cepat, hingga tiba di depan rumah besar milik Arif itu.
"Non Wulan?"
"Mas Arifnya ada mbok?" tanya Wulan, wajahnya kini pucat pasi, menatap pintu rumah besar itu dengan gemetar.
Seketika pembantu di rumah Arif itu terdiam dengan bibir terbuka.
"Mbok!" Wulan mulai tak terkendali, matanya mengabur dan kemudian berlari masuk ke dalam rumah itu.
"Mas ariiif!!"
Dia berteriak memanggil Arif, melewati orang-orang yang berdiri mematung memandangnya.
harus mengalah
g beda jauh watak nya jelek
ibu dan anak perangai nya buruk
kog Sarinah ngaku2
calon istrii arif
semoga bisa memberi pencerahan buat para readers.
pepeleng bagi orang jawa,jangan sembarangan menyebutkan weton atau hari lahir versi jawa kepada siapapun,jika tidak ingin terjadi hal hal diluar nalar dan perkiraan.
tetap eling lan waspada.
berserah pada Allah ta'alla.
tetap semangat dengan karya nya