Selma, pewaris utama keluarga konglomerat terpandang, dikhianati di malam pengantinnya. Dengan mata kepalanya sendiri, Selma menyaksikan suami yang dia cintai malah beradu kasih di atas ranjang bersama saudari tirinya.
Hati Selma semakin pedih mengetahui ibu tiri dan kedua mertuanya juga hanya memanfaatkannya selama ini. Semua aset keluarganya direnggut sepihak.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Di tengah laut yang disertai badai dan hujan deras, Selma dibuang oleh suami dan adik tirinya, lalu tenggelam.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, seorang perempuan sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapannya dengan suara mekanis yang bergema di kepala Selma.
[Ding! Sistem Waktu Eri Aktif. Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
IYA!
Begitu Selma membuka mata, dia terbangun di tubuhnya saat berusia 16 tahun. Di kesempatan keduanya ini, Selma berjanji akan menghancurkan semua orang yang mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Kyrann
"Selma?"
"Hemm?"
"Kamu benar-benar tidak merasakan apa-apa dengan tanda cahaya jiwa kamu?" tanya Eri.
Selma mengangkat pergelangan tangannya, menatap tiga tanda berbentuk teratai yang bercahaya biru. "Normal aja, waktu pertama nongol yang kerasa nyengat terus nusuk gitu, sekarang fine fine aja, emang kenapa?"
Eri kemudian melayang ke depan wajah Selma. "Sepertinya kamu punya persepsi lain tentang balas dendam kamu, Selma."
"Maksudnya gimana, Eri?"
"Kamu kembali ke timeline yang sekarang memang untuk balas dendam, Selma. Tapi, ingat, kamu terikat kontrak."
"Iya, tahu. Aku nggak boleh kehilangan tiga tanda ini kan?"
"Iya, sekarang jawab pertanyaan Eri, apa balas dendam yang kamu maksud berkaitan dengan melenyapkan kelima orang itu?"
"Kalau perlu aku bakalan lakuin itu sih. Mereka aja tega buang aku ke laut saat badai gede. Tapi, nggak mungkin juga lah aku bunbun orang, aku nggak kayak mereka kok." Selma menggeleng dengan senyum ringan.
"Dia tidak ada niat membunuh atau apapun, tapi kenapa, percikan oranye itu muncul tiap kali Selma menyebut ingin menghancurkan mereka yang membuangnya ke laut." Eri juga masih belum mengerti. Ternyata hal ini tidak boleh dibiarkan saja. Dia tidak boleh membuat Selma melanggar kontrak.
"Baiklah, Selma, tapi perlu Eri ingatkan, balas dendam kamu tidak boleh sampai berlebihan, sewajarnya saja… membunuh, membuat orang lain yang tidak terlibat misi kamu sampai terluka, bisa membuat kamu kehilangan cahaha jiwa kamu, Selma."
Selma tersenyum lebar. "Iya, peri kecil, aku ngerti… ehh, ini kamu secara nggak langsung ngasih tau aku apa yang bikin tanda cahaya jiwa hilang, aku belum baca sampai itu lho, hihihi…" Gadis itu tertawa jail.
Eri melipat tangan di dada, sorot matanya menyipit. "Kamu selalu saja memanfaatkan keadaan Selma."
"Iya, dong, tapi tenang aja Eri, aku bakalan baca semuanya, kok, yahhh, tapi, kamu juga bisa spill dikit-dikit biar aku paham."
"Baiklah, Selma."
"Oke," Selma mengembalikan foto mamanya ke atas nakas, lalu mendongakkan dagunya seraya menyapu ke sekeliling kamarnya.
"Sekarang, aku mau nyingkirin semua hal tentang Julio, juga Debora… pelan-pelan, dari barang-barang pemberian mereka aja dulu, next, aku bakalan buang mereka dari hidup aku. Setelah balas dendam pastinya."
"Nyelesain semua misi utama biar bisa cepet-cepet level 20 buat ketemu mama, yeyyyy."
Eri hanya menepuk jidat.
"Ehhh, Eri, ada nggak sih misi yang bisa bikin aku ngendaliin barang-barang, jadi aku tinggal tunjuk-tunjuk doang, terus beres deh."
"Tidak ada, Selma, jangan berharap lebih."
Eri kemudian salto di udara dan sedikit menjauh dari jangkauan Selma. Dia tahu gadis itu bisa saja menyentilnya lagi.
Selma hanya memanyunkan bibir.
***
Di tempat lain, tepatnya di Mirelle Hospital, dokter Vinz naik ke rooftop gedung kedua rumah sakit, warna keemasan di langit menyambutnya, angin sepoi-sepoi menyapu helai rambut kecokelatannya.
Pria tampan yang mengenakan snelli itu melangkah sepatunya di atas lantai granit abu muda, menghampiri sosok cowok yang bersender santai di bangku kayu modern dengan kanopi putih.
"Lo nggak ada kegiatan lain atau tugas sekolah apa, tiap hari ke sini?" Dokter Vinz duduk di sebelah cowok itu.
"Nggak ada," sahut cowok tersebut singkat, iris biru pucatnya tertuju pada layar hape yang dia pegang secara horizontal. Main game online.
"Cari pacar makanya, Ran," kata dokter Vinz, mengacak lembut rambut cowok muda di sebelahnya. Yap, itu adik dokter Vinz, namanya Kyrann.
Cowok itu melirik tajam lalu kembali fokus pada karakter yang dia kendalikan di layar. "Lo aja yang nyari istri, biar Naelo punya mama baru."
Dokter Vinz menggelengkan kepala pelan lalu memfokuskan tatapan bola mata abu gelapnya tertuju pada pot tanaman hijau tinggi yang berbaris di sepanjang pagar kaca transparan. "Udah nemu kok, cuma masih pdkt," katanya tersenyum tipis.
Kyrann spontan menoleh, sedikit kaget kakaknya bisa membuka hati lagi. Dokter Vinz menikah diam-diam saat berusia 23 tahun dengan kekasihnya karena hamil. Keluarga besar Hartmanantara tidak setuju, sehingga dokter Vinz diminta angkat kaki jika ingin mempertahankan kekasihnya. Tentu, dokter Vinz rela membuang nama belakangnya, tapi berakhir diselingkuhi dan bercerai. Sehingga dia tidak mau percaya lagi dengan yang namanya cinta.
Mendengar dokter Vinz menemukan seseorang tentu mengejutkan bagi Kyrann. "Oh, good luck, then," sahut Kyrann, dia kemudian menghentikan main gamenya, menaruh hape ke dalam saku.
"Menurut lo … papa masih bisa bangun, nggak?" tanya Kyrann.
"Bisa, gue yakin papa nggak bakalan pergi gitu aja."
"Tapi, ini udah lebih satu tahun."
"Papa masih tergolong koma sedang dan yang gue perhatiin papa masih bisa merespons sentuhan dan suara, jadi… nggak ada yang nggak mungkin, Ran."
Kyrann manggut-manggut tipis, dia kemudian mengangkat pandangannya pada langit senja di sana. Angin yang berhembus mengisi keheningan sesaat.
"Lo ngobrol sama si mak lampir?" tanya Kyrann membicarakan mamanya yang juga direktur utama Mirelle Hospital.
"Nopeeee, gue aja liat dia lagi pas sidang internal kemarin."
"Hm, i see…"
"Lo sendiri gimana? Kan lo satu rumah sama dia."
"Lo kayak gak tau si Nyonya Helena aja, dia sibuk banget. Mana ada waktu buat ngobrol santai. Jengukin papa aja cuma bisa diitung jari."
"Dia sibuk banget nurutin maunya si nenek lampir."
Kakak beradik itu tertawa tipis, membicarakan mama dan nenek mereka.
Vinziel dan Kyrann berasal dari keluarga konglomerat terpandang. Hartmanantara. Rumah sakit ini hanya salah satu bisnis keluarga tersebut dari berbagai sektor yang digandrungi.
Lalu, setelah mengobrol singkat, dokter Vinz beranjak dan menepuk bahu Kyrann. "Gue mau balik dulu, Naelo pasti udah nungguin gue di rumah, lo juga balik sana, entar diomelin emak dan nenek lampir kalau lo nggak ada di meja makan."
"Hm, bentar lagi, gue mau liat papa bentar."
"Oke, see you, lil bro," dokter Vinz mengusap tengkuk Kyrann. Lantas cowok itu menyingkirkan tangan kakaknya dengan memasang ekspresi sebal. Keningnya mengerut. "Ehh, pasien lo yang bawel itu udah balik?" tanyanya tiba-tiba.
Dokter Vinz berbalik dan mengangkat satu alisnya. "Pasien bawel?" dia sejenak berpikir siapa yang dimaksud adiknya itu.
"Ohhh, maksud lo, Selma?"
"Hm."
"Iya, dia udah balik, kondisinya juga memang udah mulai stabil, walaupun masih susah jalan." Dokter Vinz menyipitkan mata. "Wait, kenapa lo nanyain dia? Naksir?"
"Nggak," jawab Kyrann cepat. "Gue satu sekolah sama dia dan dia cewek nyebelin, punya banyak pelanggaran, gue sebagai ketos pusinglah ngurusin dia, enak aja naksir."
"Ohhhh… ternyata lo kenal deket sama Selma. Gue yakin lo naksir sih."
"Lu ngerti kata nggak, nggak sih?" sinis Kyrann. "Dia punya cowok, gue juga nanyain dia udah pulang dari RS atau belum karena gue mau prepare, karena kalau dia udah masuk sekolah pasti drama soal dia nggak kelar-kelar. Yang ada gue muak sama si Selma itu."
"Iya deh iya." Dokter Vinz geleng-geleng.